Senin, 14 Juni 2010

Zakat sebagai Misi Sosial dan Kemanusiaan

PERAN ZAKAT SEBAGAI MISI SOSIAL DAN KEMANUSIAAN
I. PENDAHULUAN
Dalam hierarki rukun Islam, zakat menempati posisi ketiga setelah Shalat. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang amat penting dalam Agama Islam. Al Quran juga memberikan banyak penjelasan tentang zakat, tidak kurang dari 34 ayat dalam Al Qur'an yang menerangkan tentang zakat. Sebagai salah satu ritual dalam Islam, zakat menyimpan beberapa dimensi yang sangat kompleks. Jika puasa merupakan upaya penyucian diri, maka zakat lebih berorientasi untuk mensucikan harta dan rasa solidaritas kemanusiaan. Sebab, pada hakikatnya sebagian harta yang dimiliki merupakan hak bagi orang lain yang masuk dalam kategori mustahiq zakat. Dengan demikian, paling tidak zakat memiliki dua dimensi, yaitu dimensi transenden yang berarti ibadah mahdloh (hablum minallah) dan dimensi sosial sebagai upaya peningkatan kesejahteraan umat (hablum minannas).
Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam,ajaran zakat sudah mulai dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini.Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu kaum muslimin.Dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang dikembangkan oleh Rasul dan Sahabat di Madinah,zakat menjadi sebuah ajaran yang sempit bersama mundurnya peranan Islam di panggung politik,ekonomi,ilmu,dan peradaban manusia.
Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya kesejahteraan ummat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia barat khususnya yang didasari pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan ini seperti;kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Adakah nilai-nilai kemanusiaan dalam zakat ? dan bagaimana zakat bisa dikatakan sebagai misi social dalam membantu perekonomian bangsa ? apakah ada hikmah dari zakat ?

II. PEMBAHASAN
A. Nilai – nilai kemanusian dalam Zakat
Islam mengintrodusir sebuah prinsip ajaran tentang penyertaan hak orang-orang fakir dan miskin pada setiap harta dan penghasilan orang yang memperoleh keberuntungan. Oleh sebab itu, mengeluarkan dan menyalurkan harta penyertaan tersebut menjadi wajib, karena mengeluarkan bagian dari hak orang lain yang dalam akumulasi hartanya itu,dan melalaikannya menjadi sebuah pelanggaran. Kemudian, mengeluarkan sebagian harta tersebut yang pertama dinamakan zakat yang bermakna membersihkan, yaitu membersihkan harta orang lain yang ada dalam akumulasi hartanya itu. Yang kedua dinamakan infaq itu bermakna mengeluarkan sebagian dari harta yang telah bersih dari hak orang lain berupa materi dan yang ketiga sedekah yang bermakna sama seperti infak. Hanya saja infak berkaitan dengan materi, sedangkan sedekah lebih bersifat umum dan luas menyangkut segala hal yang bersifat non materi. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, membaca takbir, membaca tahmid, tahlil, berhubungan suami isteri, dan mlakukan kegiatan amar ma’ruf nahyi munkar adalah sedekah.
Sebagai Sang Pencipta, Allah bertanggung jawab terhadap penciptaan-Nya. Untuk itulah diciptakan tanah, air, api dan udara sebagai mata sumber kehidupan bagi manusia, semua yang dibutuhkan manusia ada di alam ini. Akan tetapi, semua yang Allah siapkan merupakan bahan-bahan potensial yang harus dieksplorasi, diolah dan dikembangkan menjadi bahan-bahan jadi. Untuk itulah Allah menyuruh manusia bertebaran di muka bumi dalam rangka mencari karunia-Nya (Q.S Al Jum’ah:10).
Ketika mereka berkompetisi untuk mencari dan memperoleh karunia-Nya itu, ada beberapa kelompok; yang pertama kelompok yang beruntung, yang kedua kelompok kurang beruntung, dan yang ketiga kelompok yang tidak beruntung atau tidak memperoleh apa-apa, padahal sebagai makhluk Allah, mereka juga berhak memperoleh pada karunia-Nya itu. Oleh sebab itulah Allah menunjuk manusia yang beruntung untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi (Q.S Al Baqarah: 30) dan sekaligus memperhatikan mereka yang tidak beruntung dengan model penyertaan hak yaitu zakat. Atau pemberian infaq dan sedekah bagi mereka baik yang sudah mengeluarkan zakatnya, maupun bagi mereka yang kurang beruntung namun memiliki jiwa besar, memiliki sifat kepedulian terhadap sesama manusia, karena infak dan sedekah tidak mengenai batas nisab dan asnaf.
Kalau kita memperhatikan teori investasi pendidikan, semakin besar investasi dalam pendidikan seseorang, akan semakin tinggi kapabilitasnya, dan semakin tinggi pula produktifitasnya. Seorang sarjana yang bekerja dalam volume yang sama dengan seseorang yang hanya tamat pendidikan SLTP, hasilnya akan berbeda. Dan akan berbeda pula hasil pendapatannya, padahal mereka juga bisa memiliki jumlah yang sama, dengan kebutuhan nutrisi dan pendidikan yang sama, sementara kemampuan yang dimilikinya berbeda. Mereka itulah yang dititipkan Allah kepada kelompok yang beruntung (muzakki) untuk memberikan perhatian pada saudaranya yang tidak beruntung dan tidak mempeloh karunia-Nya, dan tidak sekedar bisa terperhatikan konsumtifnya, tapi juga diberi peluang dan kesempatan untuk melepaskan belenggu kemiskinan yang dideritanya.
Kemudian kaitannya dengan kualitas hidup, teori yang ada saat ini adalah mereka yang mampu memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui proses pendidikan, karena tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang dapat diraih seseorang sangat tergantung kepada kekuatan modalnya. Dengan demikian, hanya mereka yang mampu sajalah yang dapat memperoleh pendidikan baik, sementara yang tidak mampu, tetap dalam ketak-berdayaannya. Dan akan tetap menjadi kelompok pekerja dengan penghasilan kecil, serta terus akan melahirkan keturunan dan generasi yang juga dalam ketak-berdayaan, karena ketidak mampuan mereka dalam meningkatkan penghasilan, serta status sosial karena produktifitas mereka yang tetap rendah.
Fenomena miskin (tidak beruntung) dan kaya (yang beruntung) adalah merupakan salah satu tanda dari tanda kekuasaan Allah SWT. Kedua fenomena ini berjalan saling beriringan dan saling membutuhkan satu sama lainnya, sekalipun keduanya berbeda dan memiliki karakteristik yang berlainan. Namun keduanya saling berdekatan dan saling berjauhan sekaligus. Fenomena itu menggerakkan rona kehidupan yang mendorong masing-masing manusia untuk saling memberi dan saling menahan. Dari realitas kehidupan yang berjalan selama ini, kedua sikap ini, terwujud dalam kehidupan yang subur dalam kekeringan dan kering dalam kesuburan, manis dalam kepahitan dan pahit dalam kemanisan. Allah SWT berkehendak menjadikan keduanya sebagai suatu peran yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Dan Allah SWT juga telah memberikan ukuran-ukuran bagi kedua hal itu yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusia.
Keduanya telah ada dalam kehidupan sejak dimulainya kehidupan dunia ini. Menurut hemat kami, di akhirat nanti hal itu tidak akan berakhir, dengan bukti bahwa Allah telah berjanji menyediakan dua tempat; kesenangan (surga) bagi orang yang bertaqwa dan kesengsaraan (neraka) bagi orang yang meninggalkan perintahNya. Namun dari kedua hal itu yang pertama kali ada dalam dunia kehidupan ini adalah kefakiran. Allah SWT telah meciptakan Adam dalam kefakiran, sebagaimana firmanNya dalam Al Qur’an : “Dan Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya … (al Baqarah: 31)
Pensyariatan dua macam ibadah tersebut menjadi indikasi betapa seriusnya Allah dalam membangun masyarakat muslim yang kuat di dunia ini, sehingga penyertaan hak dan pemindahan harta milik orang kepada orang lain menjadi bagian dari ketaatan “semata” seorang muslim terhadap Allah sebagai Tuhannya. Pengalihan kepemilikan tersebut, dibangun dalam konteks pengembangan masyarakat, tidak semata berorientasi konsumtif tapi juga harus digerakkan untuk berbagai kepentingan produktif dan kepentingan orang banyak, sehingga zakat dan infaq/sedekah tersebut memiliki nilai ganda, sebagai perbuatan ibadah, dan sebagai sarana pengembangan masyarakat bagi masyarakat yang tidak beruntung (fakir miskin).
Dengan pensyariatan zakat, infaq/sedekah, anak-anak orang fakir dan miskin bisa memperoleh pendidikan yang baik dan nutrisi yang baik serta dapat kebutuhan hidup minimal. Lembaga pendidikan tempat mereka belajar juga dapat dikembangkan dengan melengkapi berbagai sarana pembelajaran memadai, memiliki perpustakaan yang cukup, laboratorium yang sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan mereka, serta lingkungan yang kondusif untuk anak-anak belajar.
Mereka dipersiapkan untuk hidup di mana saja di muka bumi ini, mereka dibekali dengan pengetahuan berbagai kultur, penguasaan bahasa international, dan memiliki kekuatan pada basis kompetensi, sehingga market mereka bisa lebih luas bahkan dapat mencapai lintas bangsa dan negara. Gagasan besar ini bisa didukung dengan zakat, infaq/sedekah, jika kedua bentuk ibadah maliayah tersebut dikelola secara baik dan benar.

B. Zakat sebagai misi social Islam
Konsep berbagi dengan sesama dalam syariat Islam disebut zakat, infak, dan shodaqah. Selain membahagiakan mereka yang menjadi penerima dari ibadah sosial ini, zakat bisa memberdayakan mereka yang dhuafa. Memang pemberdayaan ekonomi Umat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Umat Islam, yaiu belum adanya kesadaran dalam berzakat. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran, menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi tergantung pada masing-masing individu. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar dalam pelaksanaannya ini menjadi lebih efektif dan efisien.Menurut ulama dari Mesir, Yusuf Qardhawi, zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi umat Islam, yang sekaligus sistem sosial karena berusaha menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan. Zakat juga bisa disebut sistem moral karena ia bertujuan membersihkan jiwa dari kekikiran orang kaya dan menghilangkan jiwa hasud atau dengki orang yang tidak punya (miskin dan dhuafa). Bila kita menunaikan zakat, maka bisa disebut memiliki keimanan sekaligus menjalankan misi sosial agama Islam di muka bumi. Banyak pendapat, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim, yang mengagumi indahnya konsepsi zakat sebagai pemecahan problematika sosial. Namun di Indonesia sendiri tak terlihat buktinya. Seandainya seluruh umat Islam melaksanakan ibadah sosial ini dengan baik, tentu tidak akan ditemukan lagi orang-orang yang hidupnya sengsara. Akan tetapi kebanyakan telah melalaikan kewajiban ini, sehingga nasib umat Islam sekarang ini lebih buruk dalam kehidupan ekonomi dan politiknya.
C. Zakat sebagai pengentas kemiskinan
Dari berbagai analisa para ekonom, disebutkan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya distribusi kekayaan. Maka, salah satu solusi membebaskan diri dari cengkeraman kemiskinan adalah dengan pengelolaan zakat yang tepat, lebih modern dan berdaya guna. Sejarah telah mencatat bahwa fenomena fakir-miskin sudah menjadi bagian problem kemanusiaan yang akan tetap eksis sepanjang perjalanan kehidupan manusia. Untuk itulah, zakat sebagai piranti pengentas kemiskinan dengan berbagai modifikasi yang sejalan dengan perkembangan zaman, tampaknya merupakan jawaban yang cukup tepat.Menurut H. M. Dawam Raharjo, peranan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan umat terkhusus di Indonesia sangat besar sekali pengaruhnya, misalnya membangun masjid, sekolah, rumah sakit, pesantren, dan lain sebagainya. Semua itu bisa melalui penyaluran harta zakat. Oleh sebab itu, kedudukan zakat bisa dikategorikan sebagai salah satu sumber potensi umat.
III. KESIMPULAN

IV. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, pemekalah menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.semoga makalah yang kami buat bermanfaat bagi para pembaca amin ya robbal alamin.

V. REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar