Selasa, 15 Juni 2010

Hukum Pemeliharaan Anak dan Perwalian

I. PENDAHULUAN
Allah tidak membiarkan manusia pria dan wanita berkumpul mengadakan hubungan semaunya sendiri layaknya hewan. Maka secara khusus Allah S.W.T menetapkan perkawinan, sebagai jalan untuk bolehnya berkumpul dan mengadakan hubungan untuk melaksanakan perkawinan. Allah menetapkan peraturan – peraturan yang baik, sehingga dengan manusia akan mempunyai keturunan yang lahir dan dibesarkan dalam pengayoman bapak dan ibu meraka yang sayang kepadanya, dipelihara dalam lingkunagan keluarga yang selalu menjaga dengan pengawasan yang sempurna serta pendididkan yang setara.
Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan sampai didustakan, dipalsukan dan disia-siakan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu menjadi hak anak, anak akan dapat menangkis penghinaan, atau keterlantaran yang mungkin menimpa dirinya. Setiap ibu mempunyai kewajiban menolak hal yang menghinakan dari tuduhan-tuduhan yang tidak baik terhadap anaknya. Demikian juga ayah bertanggung jawab memelihara keturunannya dan keturunan anak cucunya, agar jangan sampai tersia-siakan dan dihubungkan dengan keturunan orang lain.
Dari hal tersebut diatas maka agama Islam menanggulangi keperluan manusian tentang penjelasan hukum – hukum yang khusus mengenai anak-anak, dalam bidang pemeliharaan dan perwalian anak. Dan hukum itulah yang akan kami paparkan dalam bab-bab yang ada pada makalah ini dengan memaparkan bagaimana hukum-hukum itu menjelaskan sejauh mana agama islam memelihara anak-anak, dan menciptakan suasana yang nyaman untuk kebaikan dan kesejahteraan mereka.

II. PEMBAHASAN
A. Peraturan Tentang Tetapnya Keturunan
Islam tidak membiarkan masalah keturunan diperlakukan semaunya sendiri oleh yang bersangkutan, bahwa mereka mengakui adanya hubungan keturunan jika mereka senangi, sebaliknya seenaknya melenyapkan keturunan seseorang jika mereka tidak menyenanginya. Dengan latar belakang seperti itu. Islam menetapkan sahnya keturunan jika diketemukan 3 (tiga ) syarat yaitu : perkawinan, pengakuan dan bukti. ( Hukum Anak-anak dalam Islam, Hal 16 )

Syarat Pretama ; Perkawinan yang sah
Perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang sudah resmi, antara seorang laki-laki dan wanita. Jika wanita itu hamil lalu melahirkan, tentulah hamilnya dari suaminya itu, dan keturunannya yang lahir bersambung keatas dengan keturunan ayahnya. Dalam hal ini tidaklah perlu ayah mengakui anaknya itu dan ibu membuktikan hamilnya dengan suaminya tersebut. Hal ini juga dijelaskan dalam KHI anak yang sah adalah :
Pasal 99
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah .
b. hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Perkawinan yang menyebabkan sahnya hubungan keturunan itu harus ada 3 ( tiga ) syarat[1], yaitu
1. Hamilnya isteri dari suaminya merupakan suatu hal yang mungkin terjadi.
2. Isteri melahirkan anaknya, sedikitnya setelah berlalu 6 ( enam ) bulan dari tanggal dilangsungkannya ‘aqad nikah, karena masa enam bulan itu adalah masa hamil yang paling sedikit.
3. Bahwa suami tidak mengingkari hubungan keturunan anak itu dengan dirinya.
Syarat kedua : Pengakuan
a. Pengakuan keturunan ada dua macam :
1. Keturunan ditetapkan karena ayah sendiri yang mengakuai anaknya, yaitu sebagai anak yang langsung setelah lahirnya atau keturunan yang telah pasti.
2. Keturunan ditetapkan karena pengakuan orang lain lebih dulu, jika tidak langsung dari lahirnyua anak tersebut.
b. Syarat – syarat untuk mengakui hubungan keturunan dengan seseorang :
1. Anak yang diakui iyu memeang tidak diketahui keturunannya
2. Ditinjau dari segi umur. Anak yang diakui itu pantas sebagai anak dari bapak yang mengkuinya.
3. Anak yang diakui itu membenarkan pengakuan bapak tersebut.
Syarat ketiga : Bukti
Asal usul seorang anak dapat dibuktikan melalui akta kelahiran dan alat – alat bukti lainnya. Dalam KHI Pasal 103
1. Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya.
2. Bila akta kelahiran atau alat bukti lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah.
3. Atas dasar penetapan pengadilan agama tersebut ayat (2), maka instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan.

B. Hukum-Hukum Penyusuan
Bayi berhak menyusu semata-mata dengan kelahirannya, supaya ia bertambah besar, tumbuh dan makan makanaan yang wajar yaitu susu ibunya, yana dialirkan oleh aAllah dalam anggota sang ibu untuk menjadi makanan yang penuh gizi bagi anaknya. Anjuran dalam menyusui anak kurang lebih 2 tahun sejak kelahiran anak tersebut.
Sang ibu wajib menyusui anaknya dan hakim dapat memaksa ibu untuk menyusui anak dari ibu anak tersebut. Jika dalam pemaksaan tersebut ibu merasa disusahkan, maka kesusahan itu hanya kecil saja, kalau dibandingkan dengan bencana yang akan menimpa bayinya dalam umur sekian. Hal ini dijelaskan pada Q.S. Al Baqarah, 233 yang berbunyi :
والوالد ت يرضعن ألادهن حو لين كا ملين لمن اراد ان يتم الرضا عة وعلى المو لودله رزقهن وكسوتهن بلمعروف لاتكلف نفس إلا وسعها لاتضار والد ة بو لد ها ولامولود له بولده.
“ Dan ibu-ibu menyusukan anak-anak mereka dua tahun yang sempurna, bagi siapa yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan bagi ayah, diwajibkan memberi nafkah mereka, dan pakaian mereka dengan cara yang baik. Suatu jiwa tidak dibebani kecuali menurut kesanggupannya saja. Tidak boleh si ibu merasa disusahkan karena bayinys dan juga tidak boleh siayah disusahkan karena masalah anaknya”. ( Q.S. Al Baqoroh : 233 )
Kalau misalnya si ibu tidak mau menyusukan bayinya kecuali dengan syarat upah tertentu, dan ada orang lain yang mau menyusukan secara gratis atau dengan dengan syarat upah yang lebih sedikit, dalam hal ini si ibu tidak lagi diutamakan untuk menyusukan anaknya dan tugas menyusukan diserahkan kepada wanita lain yang mau menyusukan dengan gratis atau yang mau menyusukan dengan syarat upah yang lebiuh sedikit.
Dengn demikian kesejahteraan anak dapat diwujudkan, tanpa memberatkan sang ayah dengan paksaan membayar upah yang mahal.
Dalam KHI Pasal 104
1. Semua biaya penyusuan anak dipertanggung jawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebabkan kepada orang yang berkewajiban member nafkah kepada ayahnya atau walinya.
2. Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun dan dapat dilakukan penyapihan dalam masa kurang dari dua tahun dengan persetujuan ayah dan ibunya.

C. Pengasuhan Anak.
Mengasuh anak maksudnya mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makanan, minuman, pakaiannya serta kebersihannya. Mengurus anak adalah hak ibu apalagi ketika anak tersebut belum mumayiz. Hak mengsuh diutamakan pada kaum wanitadan dari keluarga ibu, karena wanita lebih mampu dari laki-laki untuk mengurus anak serta lebih banyak kasih sayangnya.
Syarat – syarat bolehnya seseorang menjadi pengasuh[2]
1. Pengasuh itu sudah dewasa.
2. Pengasuh itu waras.
3. Pengsuh itu sehat.
4. Pengasuh harus memiliki sifat jujur
Laki-laki sebagai pengasuh :
Kalau tidak ada wanita yang mahrom yang berhak mengasuh seorang anak, maka hak mengasuh anak pindah kepada kaum keluarganya yang laki-laki.


D. Perwalian Terhadap Diri dan Harta Anak
Seorang anak yang lahir kedunia ia membutuhkan orang lain yang akan memeliharanya, baik dirinya ataupun harta benda hak miliknya. Oleh sebab itu pewalian yang berlaku terhadap seorang anak ada tiga macam yaitu : ( Hukum Anak-anak dalam Islam hal 106 )
1. Perwalian terhadap urusan mengasuh dan menyusukan anak
2. Perwalian terhadap dirinya
3. Perwalian terhadap hak miliknya.
Perwalian terhadap diri anak
Dalam KHI BAB XV PERWALIAN
Pasal 107
1. Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaannya.
3. Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai dalam melaksanakan tugas perwaliannya, maka Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut
4. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum.
Seorang yang berhak menjadi wali terhadap diri anak ialah kerabatnya yang terdekat, yang mempunyai hubungan darah dengan anak itu yaitu ayahnya. Wali ini bertingkat-tingkat sama dengan tingkatan mereka dalam menerima harta warisan.
Jika salah satu syarat tersebut hilang maka hak perwaliannya dapat dicabut atas permohonan kerabatnya. Dalam hal pencabutan hak perwalian jika wali tersebut mengalami beberapa keadaan antara lain :
1. Wali dikenakan hukuman kerja paksa seumur hidup atau sementara
2. Wali dikenakan hukuman yang bersangkutan dengan pidana
3. Wali dikenakan hukuman karena melakukan kesalahan yang membahayakan anak yang dibawah perwaliannya.
4. Wali tidak mengasuh anaknya dengan baik.
Dalam KHI Pasal 109 berbunyi
Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali terseebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada dibawah perwaliannya.
Perwalian terhadap hak milik anak
Perwalian terhadap hak milik anak mencakup transaksi dan ‘aqad yang berhubungan dengan hak milik anak. Perwalian ini ditetapkan kepada anak kecil, orang gila, orang idiot, dan boros.[3]
Perwalian kepada anak kecil berlaku sampai anak itu dewasa dan hal ini diterangkan dalam Firman Allah :
وابتلوا اليتمى حتى اذا بلغوا النكاح فإن ا نستم منهم رشدا فادفعوا اليهم أموالهم .
“dan hendaklah kamu menguji anak yatim itu, sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian, jika kamu berpendapat bahwa mereka sudah cerdas, sudah pandai memelihara harta, maka hendaklah kamu serahkan kepada mereka harta-harta itu.” ( Qs. An Nisa’, 6 )
Dalam KHI Pasal 111
1. Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada dibawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah kawin
2. Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada dibawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya.
Perwalian terhadap anak kecil, sedari lahirnya menjadi hak ayahnya. Perwalian terhadap anak yang bodoh atau pelepa tetap menjadi hak ayah atau kakeknya.wali boleh menggunakan harta milik anak yang dibawah perwaliannya untuk kepentingan anak itu atau mempergunakan sebaiknya dengan catatan harus dapat mengemukakan alas an-alasan yang mendorong kenapa menggunakan harta tersebut. Harta anak yang dibawah perwaliannya seorang wali tidak boleh meminjamkan harta tersebut kepada orang lain kecuali dengan idzin hakim.
III. KESIMPULAN
Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan sampai didustakan, dipalsukan dan disia-siakan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu menjadi hak anak, anak akan dapat menangkis penghinaan, atau keterlantaran yang mungkin menimpa dirinya. Setiap ibu mempunyai kewajiban menolak hal yang menghinakan dari tuduhan-tuduhan yang tidak baik terhadap anaknya. Demikian juga ayah bertanggung jawab memelihara keturunannya dan keturunan anak cucunya, agar jangan sampai tersia-siakan dan dihubungkan dengan keturunan orang lain.
Islam tidak membiarkan masalah keturunan diperlakukan semaunya sendiri oleh yang bersangkutan, bahwa mereka mengakui adanya hubungan keturunan jika mereka senangi, sebaliknya seenaknya melenyapkan keturunan seseorang jika mereka tidak menyenanginya.
Dengan adanya ketetapan hukum – hukum anak maka anak – anak tidak menjadi terlantar dengan kehidupan yang belum di mengerti dan kesejahteraannya akan terpenuhi samapai beranjak dewasa dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami tuliskan jika ada kekurangan dalam penulisan itu karena masih keterbatasan kita dalam pengetahuan dan kami mengharap kritik dan saran bagi kesempurnaan kami untuk selanjutnya. Semoga makalah yanga kami sajikan bermanfaat bagi pembaca.
V. REFERENSI

ü Al Barry Ahmad Zakariya, Hukum Anak-Anak dalam Islam, ahkamul Auladi fil Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1977
ü Mohammad Fauzil Adhim, Bersikap Terhadap Anak,Titian Illahi Pers, Yogyakarta 1996
ü Kompilasi Hukum Islam, Fokus Media.
ü Al Qur’an dan Terjemahnya, Khadim al Haramain asy Syarifaini.
ü H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung 2007
[1] Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam Hal 14
[2] Ibid Hal 57
[3] Ibid Hal 111

Hukum Islam dan dinamika perkembangan masyarakat

HUKUM ISLAM DAN DINAMIKA DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupannya manusia tidak akan terlepas dari yang namanya hukum, baik dari Tuhan maupun hukum yang dibuat oleh manusia sendiri yang meliputi hukun Negara, adat dan lain sebagainya. Hukum tersebut akan terus mengikat selama hayat masih dikandung badan dan selama dunia ini belum berakhir.

Hukum-hukum tersebut diciptakan tidak lain hanyalah demi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Hukun diciptakan agar manusia bisa saling menghargai diatara sesama. Itulah yang menjadi tujuan awal dari terbentuknya hukum.

Tetapi disini kami tidak membahas panjang lebar mengenai hukum yang mengikat kepada setiap individdu, tetapi yang lebih kami fokuskan adalah mengenai implementasi antara hukum islam dengan dinamika perkembangan masyarakat, baik dari zaman dahulu maupun sampai kepada zaman kita sekarang ini. Karena kita tahu bahwa berkembangnya masyarakat itu juga dipengaruhi oleh berbagai hukum yang diterapkan oleh Negara tertentu maupu hukum dari produk Tuhan itu sendiri.
Masyarakat akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. begitu juga dengan hukum yang diterapkan. Ia akan dan terus ikut mengalir dengan perkembangan masyarakat yang hidup di daerahnya. Dan mau tidak mau masyarakat harus mengikuti hukum tersebut. Untuk itu dibawah ini kami akan membahas secara seksama mengenai rekonstruksi antara hukum islam dengan dinamika perkembangan masyarakat, terutama di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Implementasi Antara Hukum Islam Dengan dinamika Perkembangan masyarakat
C. PEMBAHASAN



Kata mutiara:
“perubahan sosial yang bergerak melalui rekayasa sosial harus dimulai dengan perubahan cara berfikir. Mustahil ada perubahan yang benar jukalau kesalahan berfiir masih menjebak benak kita.”

“refolusi adalah manifestasi dari perubahan masyarakat yang paling spektakuler. Revolusi membentuk kembali masyarakat dari dalam dan merancang lagi bangsa”.


Implementasi Antara hukum Islam dengan Dinamika perkembangan Masyarakat
Sekelumit mengenai Hukum Islam
Hukum islam adalah aturan yang berupa larangan, perintah, dan anjuran yang bersumber dari Quran dan Hadits.
Hukum Islamdengan kepribadian Indonesia
Dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran hukum islam yang telah dimulai jauh sebelum kemerdekaan, beberapa cara dan upaya untuk menginkorporasikan serta mempertimbangkan suatu unsur struktur bebudayaan (adat) kedalam rumusan hukum islam ternyata telah dilakukan oleh anyak alangan. Paara pemikir hukum islam di Indonesia fase awal telah mendemonstrasikan secara baik tatacara menyantuni aspek lokalitas didalam ijihad hukum yang mereka lakukan. Hasilnya, walupun tidak sampai muncul seorang mujtahid, tentunya dengan independensi metode penemuan hukum sendiri, kita dapat melihat lahirnya berbagai karnya dengan memuat analisa penemuaaan hokum yang kreatif, cerdas dan inovatif.
Dari titik berangkat kenyataan sosioal dan politik seperti itulah pemikiran Fiqh Indonesia hadir, ia te4rus mengalir dan disosialisasikan oleh Hasby. Menurutnya, hokum islam harus mampu menjawab persoalan baru, khususnya dalam segala cabang dari bidang muamalah, yang belum ada ketetapan hukumnya. Ia harus mampu hasir dn bissa berpartisipasi dlam membenttuk gerak langkah kehidupan masyarakat. Para mujtahid (ulama local) dituntut untuk mempunayi kepekaan terhadap kebaikan yang tinggi, dan kreatifitras yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya merumuskan alternative fiqh baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya. Unuk memecahkan masalah ini, hasby mengusulkan perlunya kerja kolektif, melalui sebuah lembaga permanen dengan jumlah anggota dari spesialisasi ilmu yang bermacam-macam. Menurutnya upaya ini akan menghasilkan produk hukum yang relative lebih aik dibandingf apabila hanya dilakukan oleh perorangan atau sekumpulan orng dengan keahlian yang sama.
Harus
Fiqh Indonesia adalah fiqh yang diteta pkan sesuai dengan kepribadian Indonesia, sesuai dengan tabiat dan watak Indonesia.

Untuk membemtuk fiqh baru ala Indonesia, diperlukan kesadaran dan kearifan yang tinggi dari banyak pihak, terutama ketika harus melewati langkah pertama, yaitu melakukan refleksi historis atas pemikiran hukum islam pada masa awal perkembangannya. Perspektif ini mengajarkan bahwa hukum islam baru bias berjalan dengan baik jika ia sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Yakni, hukum yang dibentuk oleh kesadaran lingkunghan, atau dengan kebudayaan dan tradisi tempat, bukan dengan memaksakan format hukum islam yang terbangun dri satu konteks tertentu kepada konteksruang dan waktu baru, yang jauh berbeda.
Aneksasi demikian te tentu akan sia-sia bukan karena kurang komplitnya pemikiran lama, melainkan karena lebih karena sifatnya yang sudah anakronistik.

Dimensi-dimensi perubahan masyarakat
Dalam mempelajari kehidupan masyarakat kita akan menemukan perbincangan mengenai factor-faktor yang menimbulkan perubahan social; agen-agen perubahan social (agents of social change) itu; berapa lama perubahan social itu terjadi (durasi sebuah perubaghan social); juga dampak dri perubahan social itu? Saat ini, ditengah-tengah masysarakat kita, terkadang berlangsung perubahan social. Sebelim reformsipun sebenarnya pun sudsah terjadi perubahan social, meskipun amat berangsur-angsur. Misalnya, pada bidang institusi social, sejak lama mahasiswa beupaya mencri modal-mosal perkawinan altermnatif yang bisa mengakomodasikan kebutuhan-kebiutuhan mereka. Dari situlah muncul kawinn sirri.
Perubahan social yang terjadi secara terus menerus tanpa terencanakan disebut unplanned social change (perubahan masyarakat tanpa terencana). Baiknya perubahan masyarakat yang demikian disebabkan oleh perubahan dalam bidsng tegnologi atau glo balisasi.
Ada juga perubahan masyarakat yang kita rencanakan, kita desain, dan kita tetapkan tujuan dan strateginya. Inilah perubahan masyarakat yang kita sebut plannet social change (perubahan masyarakat yng terencana).
Ini.
Sebab-musabab perubahan masyarkat
Dalam sejarah, ada banyak teori mengenai sebab-musabab terjdinya perubahan social. Ada yang berpendapat bahwa masyarakat berubah karena ideas;pandangan hidup, pandangan dunia, dan nilai-nilai.
Menurut par a penganut penfapat ini, penyebab utama prubahan adalah ideas. Max Weber adaah salah satu penganut pendapat serupa. Dalam the sociology of religion dan the protestant ethic and the spirit of capitalism, Max Weber banyak menetapkan betapa berpengaruhnya ide terhadapm suatu masyaarakat. Sejumlah peneliti Max Weber juga mengatakan bahwa tesis utama dari Weberianisme adlah pengakuan terhadap peranan besar ideology sebagai periabel in dependen bagio perkembangan masyarakat.

Sudah tentu, strategi perubahan social sangat bergantung pada apa yang kita anggap sebagai sebab-musabab terjadinya perubahan. Para Nabi, umpamanya, pertama-tama datang dengan mengubah pandangan dunia individu atau masyarakat. Ketika al-Quran datang, ia mengubah dan memperkaya makna idiom-idiom yang sebelumnya sudah ada. Sebagai contoh, kata taqwa adalah sebuah idiom yang juga ada pada masyarakat arab pra-islam. Tetapi, sebelum islam tiba, makna traqwa tidak lebih dari takut. Setelah datang al-Quran, idiom taqwa diberi makna yang lebih kaya.
Itu artinya, al-Quran melakukan perubahan masyarakat lewat ideas. Quran memang menaruh perhatian yang besar pada perubahan atau pembaruan ideas. Malah, Allah memperingatkan jangan sampai orang-orng kafir mengetahui menyebabkan berubahnya pansangan atau ideas umat islam

Kedua, yang mempengaruhi terjadinya perubahan dalam sejarah itu sebenarnya adalah great individuals (tokoh-tokoh besar ) yang sering pula disebut dengan heroes (para pahlawan).
Ketiga perubahan masyasrakat bisa terjadi karena munculnya gerakan masyarakat. LSM, walaupun kecil, termasuk gerakan social. Berbagai LSM diluar negeri telah terbukti dapat menimbulkan perubahan masyarakat. Yayasan juga dapat berfungsi sebagai organisai gerkan social.

Hukum Menunanaikan amanah

MENUNAIKAN AMANAH

A. PENDAHULUAN
Setiap denger satu kata ini, amanah..pikiran kita langsung melesat kemana-mana. Baik hitungan mundur maupun hitungan maju. Memikirkan betapa sulitnya mengemban amanah ini. Amanah di kuliah dan di organisasi yang pernah kita emban, hanya sebagian kecil yang bisa kitya kontribusikan selama ini. Masihkah ada waktu untuk memperbaiki diri dan kontribusi yang lebih baik lagi? Walaupun berat sekali kata itu terdengar, namun InsyaAllah selalu ada jalan dan kesempatan dari Allah untuk kita, agar dapat memperbaiki diri menuju pribadi muslim yang amanah. Amin..
Berikut ini kita kaji sedikit tentang amanah ini dari kajian yang pernah kuikuti..
Amanah adalah ciri keimanan seseorang, amanah adalah bekal seseorang untuk bisa eksis di masyarakat, amanah adalah sebab Rasululloh dikatakan Al-Amin yang berarti terpercaya.
B. PERMASALAHAN
1. Pengertian Amanah ?
2. Tafsir dan Asbaabun Nuzul Ayat ?
3. Hukum Menunaikan Amanah ?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Amanah
Amanah artinya dipercaya
Pengertian sempit : memelihara titipan dan mengmbalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula
Pengertian luas : Menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas yang diberikan kepadanya dll.
2. tafsir dan asbaabun nuzul
انالله يأمركم ان تؤدواالأمنت إلى اهلها وإذا حكمتم بين الناس ان تحكمو بالعدل ان الله نعما يعظكم به ان الله كان سميعا بصيرا
☻ Tafsir

إن الله يأمركم ان تؤدواالامنت (Sesungguhnya allah menyuruh kamu menyampaikan amanat ) artinya kewajiban-kewajiban yang dipercayakan dari seseorangالى اهلها (kepada yang berhak menerimanya). Ayat ini turun ketika ali r.a. hendak mengambil kunci ka’bah dari Ustman bin thalhah al hajabi penjaganya , secara paksa yakni ketika nabi SAW datang ke Makkah pada tahun pembebasan. Ustman ketika itu tak mau memberikanya, lalu berkata : “seandainya saya tahu bahwa ia Rasulullah tentulah saya tak akan menghalangi”. Maka Rasulullah pun menyuruh mengembalikan kuncinya itu padanya, seraya sabdanya:” terimalah ini untuk selama-lamanya tiada putus-putusnya !”Usman heran atas hal itu, lalu dibacakanya ayat tersebut , sehingga usman pun masuk islamlah. Ketika akan meninggalnya, kunci itu kunci itu diserahkanya pada saudaranya Syaibah, lalu tinggal pada anaknya. Ayat ini walaupun dating dengan sebab yang khusus, tetapi umumnya berlaku di sebabkan persamaan diantaranya ; واذاحكمتم بين الناس (dan apabila kamu mengadili diantara manusia) maka Allah menitahkanmuاَن تَحكموابالعدل ان الله نعما (agar menetapkan hokum dengan adil. Sesungguhnya Allah amat baik sekali). Pada “nji’imma” diIdghamkan “mim” kepada “ma” yakni nakirah maushufah artinya “ni’ma syai an” sesuatu yang amat baik يعظكم به (nasihat yang diberikaNya kepadamu) yakni menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan secara adil ان الله كان سميعا (sesungguhnya allah maha mendengar) akan semua perkataanبصيرا
(lagi maha melihat) segala perbuatan.
☻ Asbaabun nuzul Surat An nisa ayat 58
Diketengahkan oleh ibnu murdawaih dari jalur kalbi dari abu shalih dari ibnu abbas, katanya “tatkala rasulullah SAW. Membebaskan kota mekkah, dipanggilnya utsman bin thalhah, lalu setelah datang, maka, sabdanya: “coba lihat kunci ka’bah”, lalu diambilnya. Tatkala utsman mengulurkan tanganya untuk menyerahkan kunci itu tiba-tiba abbas bangkit, seraya berkata: “wahai rasulullah, demi ibu bapakku yang menjadi tebusanmu, gabungkanlah tugas ini dengan pelayanan min uman jemaah”, mendengar itu utsman pun menahan tangannya, maka sabda rasulullah saw: “ berikanlah kunci itu, hai utsman”. Maka jawabanya: “ inilah amanat dari Allah”. Maka rasululloh pun bangkitlah, lalu dibukanya ka’bah dan kemudian keluar, lalu bertawaf sekeliling baitullah. Kemudian jibril pun menurunkan wahyu agar mengembalikan kunci, maka di panggilnya utsman bin thalhah lalu diserahkannya kunci itu kepadanya, kemudian dibacakanya ayat: sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak...., hingga ayat itu selesai.

3. Hukum Menunaikan Amanah
Pada dasarnya, seluruh manusia diperintahkan untuk menunaikan amanah dan berlaku adil. Akan tetapi, dilihat dari besarnya amanah yang diemban oleh manusia pemimpin atau penguasalah yang amanahnya lebih besar dari manusia yang lain. Karena itu, posisi seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan.
Menurut Ath-Thabari pendapat yang paling dekat mengenai seruan Allah SwT dalam Q.s An-Nisaa’ ayat 59 adalah pendapat yang mengatakan bahwa itu adalah seruan dari Allah SwT kepada orang yang mengurus kekuasaan kaum muslim dengan melaksanakan amanat, kewajiban dan hak-haknya. Dan pemimpim yang diberi amanat untuk mengurusi segala permasalahan, dan berjanji terhadap mereka untuk melakukan persamaan.
D. KESIMPULAN
Pada dasarnya, seluruh manusia diperintahkan untuk menunaikan amanah dan berlaku adil. Akan tetapi, dilihat dari besarnya amanah yang diemban oleh manusia pemimpin atau penguasalah yang amanahnya lebih besar dari manusia yang lain. Karena itu, posisi seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukam diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha pendengar lagi maha mendengar.


E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, saran dan kritik yang membangun kami terima demi kebaikan makalah kami selanjutnya semoga bermanfaat bagi pembaca.
F. REFERENSI
- Imam Jalaluddin Al-Mahalli dkk, Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul Ayat, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000.
- Tafsir Ibnu Katsir, Tafsirul-Quran-Azhim, Riyadz, 2002

Senin, 14 Juni 2010

Zakat sebagai Misi Sosial dan Kemanusiaan

PERAN ZAKAT SEBAGAI MISI SOSIAL DAN KEMANUSIAAN
I. PENDAHULUAN
Dalam hierarki rukun Islam, zakat menempati posisi ketiga setelah Shalat. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang amat penting dalam Agama Islam. Al Quran juga memberikan banyak penjelasan tentang zakat, tidak kurang dari 34 ayat dalam Al Qur'an yang menerangkan tentang zakat. Sebagai salah satu ritual dalam Islam, zakat menyimpan beberapa dimensi yang sangat kompleks. Jika puasa merupakan upaya penyucian diri, maka zakat lebih berorientasi untuk mensucikan harta dan rasa solidaritas kemanusiaan. Sebab, pada hakikatnya sebagian harta yang dimiliki merupakan hak bagi orang lain yang masuk dalam kategori mustahiq zakat. Dengan demikian, paling tidak zakat memiliki dua dimensi, yaitu dimensi transenden yang berarti ibadah mahdloh (hablum minallah) dan dimensi sosial sebagai upaya peningkatan kesejahteraan umat (hablum minannas).
Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam,ajaran zakat sudah mulai dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini.Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu kaum muslimin.Dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang dikembangkan oleh Rasul dan Sahabat di Madinah,zakat menjadi sebuah ajaran yang sempit bersama mundurnya peranan Islam di panggung politik,ekonomi,ilmu,dan peradaban manusia.
Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya kesejahteraan ummat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia barat khususnya yang didasari pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan ini seperti;kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Adakah nilai-nilai kemanusiaan dalam zakat ? dan bagaimana zakat bisa dikatakan sebagai misi social dalam membantu perekonomian bangsa ? apakah ada hikmah dari zakat ?

II. PEMBAHASAN
A. Nilai – nilai kemanusian dalam Zakat
Islam mengintrodusir sebuah prinsip ajaran tentang penyertaan hak orang-orang fakir dan miskin pada setiap harta dan penghasilan orang yang memperoleh keberuntungan. Oleh sebab itu, mengeluarkan dan menyalurkan harta penyertaan tersebut menjadi wajib, karena mengeluarkan bagian dari hak orang lain yang dalam akumulasi hartanya itu,dan melalaikannya menjadi sebuah pelanggaran. Kemudian, mengeluarkan sebagian harta tersebut yang pertama dinamakan zakat yang bermakna membersihkan, yaitu membersihkan harta orang lain yang ada dalam akumulasi hartanya itu. Yang kedua dinamakan infaq itu bermakna mengeluarkan sebagian dari harta yang telah bersih dari hak orang lain berupa materi dan yang ketiga sedekah yang bermakna sama seperti infak. Hanya saja infak berkaitan dengan materi, sedangkan sedekah lebih bersifat umum dan luas menyangkut segala hal yang bersifat non materi. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, membaca takbir, membaca tahmid, tahlil, berhubungan suami isteri, dan mlakukan kegiatan amar ma’ruf nahyi munkar adalah sedekah.
Sebagai Sang Pencipta, Allah bertanggung jawab terhadap penciptaan-Nya. Untuk itulah diciptakan tanah, air, api dan udara sebagai mata sumber kehidupan bagi manusia, semua yang dibutuhkan manusia ada di alam ini. Akan tetapi, semua yang Allah siapkan merupakan bahan-bahan potensial yang harus dieksplorasi, diolah dan dikembangkan menjadi bahan-bahan jadi. Untuk itulah Allah menyuruh manusia bertebaran di muka bumi dalam rangka mencari karunia-Nya (Q.S Al Jum’ah:10).
Ketika mereka berkompetisi untuk mencari dan memperoleh karunia-Nya itu, ada beberapa kelompok; yang pertama kelompok yang beruntung, yang kedua kelompok kurang beruntung, dan yang ketiga kelompok yang tidak beruntung atau tidak memperoleh apa-apa, padahal sebagai makhluk Allah, mereka juga berhak memperoleh pada karunia-Nya itu. Oleh sebab itulah Allah menunjuk manusia yang beruntung untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi (Q.S Al Baqarah: 30) dan sekaligus memperhatikan mereka yang tidak beruntung dengan model penyertaan hak yaitu zakat. Atau pemberian infaq dan sedekah bagi mereka baik yang sudah mengeluarkan zakatnya, maupun bagi mereka yang kurang beruntung namun memiliki jiwa besar, memiliki sifat kepedulian terhadap sesama manusia, karena infak dan sedekah tidak mengenai batas nisab dan asnaf.
Kalau kita memperhatikan teori investasi pendidikan, semakin besar investasi dalam pendidikan seseorang, akan semakin tinggi kapabilitasnya, dan semakin tinggi pula produktifitasnya. Seorang sarjana yang bekerja dalam volume yang sama dengan seseorang yang hanya tamat pendidikan SLTP, hasilnya akan berbeda. Dan akan berbeda pula hasil pendapatannya, padahal mereka juga bisa memiliki jumlah yang sama, dengan kebutuhan nutrisi dan pendidikan yang sama, sementara kemampuan yang dimilikinya berbeda. Mereka itulah yang dititipkan Allah kepada kelompok yang beruntung (muzakki) untuk memberikan perhatian pada saudaranya yang tidak beruntung dan tidak mempeloh karunia-Nya, dan tidak sekedar bisa terperhatikan konsumtifnya, tapi juga diberi peluang dan kesempatan untuk melepaskan belenggu kemiskinan yang dideritanya.
Kemudian kaitannya dengan kualitas hidup, teori yang ada saat ini adalah mereka yang mampu memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui proses pendidikan, karena tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang dapat diraih seseorang sangat tergantung kepada kekuatan modalnya. Dengan demikian, hanya mereka yang mampu sajalah yang dapat memperoleh pendidikan baik, sementara yang tidak mampu, tetap dalam ketak-berdayaannya. Dan akan tetap menjadi kelompok pekerja dengan penghasilan kecil, serta terus akan melahirkan keturunan dan generasi yang juga dalam ketak-berdayaan, karena ketidak mampuan mereka dalam meningkatkan penghasilan, serta status sosial karena produktifitas mereka yang tetap rendah.
Fenomena miskin (tidak beruntung) dan kaya (yang beruntung) adalah merupakan salah satu tanda dari tanda kekuasaan Allah SWT. Kedua fenomena ini berjalan saling beriringan dan saling membutuhkan satu sama lainnya, sekalipun keduanya berbeda dan memiliki karakteristik yang berlainan. Namun keduanya saling berdekatan dan saling berjauhan sekaligus. Fenomena itu menggerakkan rona kehidupan yang mendorong masing-masing manusia untuk saling memberi dan saling menahan. Dari realitas kehidupan yang berjalan selama ini, kedua sikap ini, terwujud dalam kehidupan yang subur dalam kekeringan dan kering dalam kesuburan, manis dalam kepahitan dan pahit dalam kemanisan. Allah SWT berkehendak menjadikan keduanya sebagai suatu peran yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Dan Allah SWT juga telah memberikan ukuran-ukuran bagi kedua hal itu yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusia.
Keduanya telah ada dalam kehidupan sejak dimulainya kehidupan dunia ini. Menurut hemat kami, di akhirat nanti hal itu tidak akan berakhir, dengan bukti bahwa Allah telah berjanji menyediakan dua tempat; kesenangan (surga) bagi orang yang bertaqwa dan kesengsaraan (neraka) bagi orang yang meninggalkan perintahNya. Namun dari kedua hal itu yang pertama kali ada dalam dunia kehidupan ini adalah kefakiran. Allah SWT telah meciptakan Adam dalam kefakiran, sebagaimana firmanNya dalam Al Qur’an : “Dan Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya … (al Baqarah: 31)
Pensyariatan dua macam ibadah tersebut menjadi indikasi betapa seriusnya Allah dalam membangun masyarakat muslim yang kuat di dunia ini, sehingga penyertaan hak dan pemindahan harta milik orang kepada orang lain menjadi bagian dari ketaatan “semata” seorang muslim terhadap Allah sebagai Tuhannya. Pengalihan kepemilikan tersebut, dibangun dalam konteks pengembangan masyarakat, tidak semata berorientasi konsumtif tapi juga harus digerakkan untuk berbagai kepentingan produktif dan kepentingan orang banyak, sehingga zakat dan infaq/sedekah tersebut memiliki nilai ganda, sebagai perbuatan ibadah, dan sebagai sarana pengembangan masyarakat bagi masyarakat yang tidak beruntung (fakir miskin).
Dengan pensyariatan zakat, infaq/sedekah, anak-anak orang fakir dan miskin bisa memperoleh pendidikan yang baik dan nutrisi yang baik serta dapat kebutuhan hidup minimal. Lembaga pendidikan tempat mereka belajar juga dapat dikembangkan dengan melengkapi berbagai sarana pembelajaran memadai, memiliki perpustakaan yang cukup, laboratorium yang sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan mereka, serta lingkungan yang kondusif untuk anak-anak belajar.
Mereka dipersiapkan untuk hidup di mana saja di muka bumi ini, mereka dibekali dengan pengetahuan berbagai kultur, penguasaan bahasa international, dan memiliki kekuatan pada basis kompetensi, sehingga market mereka bisa lebih luas bahkan dapat mencapai lintas bangsa dan negara. Gagasan besar ini bisa didukung dengan zakat, infaq/sedekah, jika kedua bentuk ibadah maliayah tersebut dikelola secara baik dan benar.

B. Zakat sebagai misi social Islam
Konsep berbagi dengan sesama dalam syariat Islam disebut zakat, infak, dan shodaqah. Selain membahagiakan mereka yang menjadi penerima dari ibadah sosial ini, zakat bisa memberdayakan mereka yang dhuafa. Memang pemberdayaan ekonomi Umat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Umat Islam, yaiu belum adanya kesadaran dalam berzakat. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran, menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi tergantung pada masing-masing individu. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar dalam pelaksanaannya ini menjadi lebih efektif dan efisien.Menurut ulama dari Mesir, Yusuf Qardhawi, zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi umat Islam, yang sekaligus sistem sosial karena berusaha menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan. Zakat juga bisa disebut sistem moral karena ia bertujuan membersihkan jiwa dari kekikiran orang kaya dan menghilangkan jiwa hasud atau dengki orang yang tidak punya (miskin dan dhuafa). Bila kita menunaikan zakat, maka bisa disebut memiliki keimanan sekaligus menjalankan misi sosial agama Islam di muka bumi. Banyak pendapat, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim, yang mengagumi indahnya konsepsi zakat sebagai pemecahan problematika sosial. Namun di Indonesia sendiri tak terlihat buktinya. Seandainya seluruh umat Islam melaksanakan ibadah sosial ini dengan baik, tentu tidak akan ditemukan lagi orang-orang yang hidupnya sengsara. Akan tetapi kebanyakan telah melalaikan kewajiban ini, sehingga nasib umat Islam sekarang ini lebih buruk dalam kehidupan ekonomi dan politiknya.
C. Zakat sebagai pengentas kemiskinan
Dari berbagai analisa para ekonom, disebutkan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya distribusi kekayaan. Maka, salah satu solusi membebaskan diri dari cengkeraman kemiskinan adalah dengan pengelolaan zakat yang tepat, lebih modern dan berdaya guna. Sejarah telah mencatat bahwa fenomena fakir-miskin sudah menjadi bagian problem kemanusiaan yang akan tetap eksis sepanjang perjalanan kehidupan manusia. Untuk itulah, zakat sebagai piranti pengentas kemiskinan dengan berbagai modifikasi yang sejalan dengan perkembangan zaman, tampaknya merupakan jawaban yang cukup tepat.Menurut H. M. Dawam Raharjo, peranan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan umat terkhusus di Indonesia sangat besar sekali pengaruhnya, misalnya membangun masjid, sekolah, rumah sakit, pesantren, dan lain sebagainya. Semua itu bisa melalui penyaluran harta zakat. Oleh sebab itu, kedudukan zakat bisa dikategorikan sebagai salah satu sumber potensi umat.
III. KESIMPULAN

IV. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, pemekalah menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.semoga makalah yang kami buat bermanfaat bagi para pembaca amin ya robbal alamin.

V. REFERENSI

Rujuk dan Iddah

RUJUK dan IDDAH

A. Pendahuluan
Iddah dan rujuk adalah suatu istilah didalam pernikahan dimana suami dan istri berpisah, ada masa tunggunya bagi si istri dank arena perceraian suami juga boleh kembali ke istrinya.
Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang ditinggal mati suaminya atau karena perceraian atau qobla al-dukhul. Sedangkan rujuk menurut bahasa berarti kembali , adapun rujuk menurut istilah adalah kembalinya mantan suami kepada mantan istrinya yang ditalaknya dengan talak raja’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa akad nikah baru. Allah
berfirman :وبعو لتهن احق بردهن فى ذلك ان ارادوا اصلحا ولهن مثل
الذى عليهن بالمعروف ولرجال عليهن درجة و الله عزيز حكيم

Artinya :…. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibanya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami , mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya dan allah maha perkasa lagi maha bijaksana. (QS al-Baqarah : 228)

B. RUMUSAN MASALAH
Secara sepintas kata rujuk dalam pernikahan berarti kembalinya mantan suami kepada mantan istrinya dalam masa iddah sesudah talak raj’I , Berbagai permasalahan pun timbul mengenai apa sih sebenarnya arti rujuk dan iddah itu dalam pernikahan ? Bagaimana tata cara rujuk dan iddah? apakah yang menjadi rukun dan syarat sahnya rujuk?.


C. PEMBAHASAN
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah :228
وبعو لتهن احق بردهن فى ذلك“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para suami) itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228)
B. Pendapat Para Ulama tentang Rujuk

Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia tidak berhak membatalkannya, sekalipun suami missal berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman yang artinya: “Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”. (al-Baqarah:228)Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami tidak perlu adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali. Namun menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya sunnah, karena di khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya suami.Rujuk boleh diucapkan, seperti: “saya rujuk kamu”, dan dengan perbuatan misalnya: “menyetubuhinya, merangsangnya, seperti menciummnya dan sentuhan-sentuhan birahi.Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan rangsangan-rangsangan nafsu birahi. Menurut Imam Syafi’I bahwa talak itu memutuskan hubungan perkawinan.Ibn Hazm berkata: “Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata rujuk itu di ucapkandan menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis.” Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tampa saksi bukan disebut rujuk sebab allah berfirman:فإذا بلغن اجلهن فامسكوهن بلمعروف او فا رقوهن بل معروف وا شهدوا ذوي عدل منكم واقيمواالشها دة لله
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik dan lepaskanlah meereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.” (Q.S. At-Thalaq: 2C. Syarat dan Rukun Rujuk
1. Syarat Rujuk
a. Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I mewajibkan. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas dengan zahir nas Al-qur’an yaitu: ....2.واشهدوا ذوى عدل منكم...............(الطلاق :)“…….dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil…..”
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan haq rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang, menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara qiyas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah.
b. Belum habis masa idahc. Istri tidak di ceraikan dengan talak tigad. Talak itu setelah persetubuhan.dalam surat al-ahzab ayat 49 yang artinya “Hai orang-oran yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman kemudian kamu ceraikan sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya maka berikanlah mereka mut’ah dan lepaskanah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.

2. Rukun Rujuk :
1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakalb) Balighc) Dengan kemauan sendirid) sighat (ucapan)
► cara merujuk yang dilakukan suami ada dua cara :
1. dengan cara sharih (jelas), seperti ucapan suami kepada istrinya: ,,saya ruju’ kepadamu”. Ucapan ini harus disertai niat.
2. Dengan ucapan kinayah (sindiran). Seperti ucapan: ,,saya ingin memegang kamu”. Ucapan ini harus disertai niat meruju’
2) Ada istri yang di rujuk
Syarat istri yang di rujuk:
a) Telah di campuri
istri telah dicampuri oleh mantan suami, sebab jika istri belum pernah dicampuri tidak ada iddah dan berarti tidak ada rujuk
b) istri dalam keadaan talak raj’i
jika ia ditalak dengan talak tiga, maka ia tidak dapat dirujuk lagi.c) istri masih dalam masa iddah
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik. 4) Dengan pernyataan ijab dan qabulSyarat lafadz (ucapan) rujuk:a) Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”. b) Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah walaupun ister mengatakan mahu.c) Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan
D. Hukum Rujuk1. Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.2. Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.3. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.4. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.5. Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan

E. Prosedur rujuk
Pasangan mantan suami-istri yang kan melakukan rujuk harus dapat menghadap PPN (pegawai pencatat nikah) atau kepala kantor urusan agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa/lurah serta kutipan dari buku pendaftaran talak/cerai atau akta talak/cerai.
Adapun prosedurnya adalah sebagaiu berikut:a. Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal dua orang saksi.b. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di hadapan suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda tangan.c. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama.d. Kutipan ddiberikan kepada suami-istri yang rujuk.e. PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya ke pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.f. Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.g. Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.
F. Hikmah Rujuk1. Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga2. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.3. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.


PENGERTIAN IDDAH
Iddah ialah masa menunggu yang diwajibkan ke atas seseorang perempuan yang ceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, untuk mengetahui samada perempuan itu hamil atau sebaliknya atau untuk menunaikan satu perintah dari Allah.
MACAM-MACAM IDDAH
Iddah terbahagi kepada dua bahagian :
1. Iddah perempuan yang kematian suami.
a. Jika hamil – iddahnya ialah dari tarikh mati suaminya sehingga lahir anak yang dikandungnya itu. Hukum ini berdasarkan firman Allah:
Artinya : Perempuan-perempuan yang hamil, iddah mereka ialah sehingga lahir anak yang dikandung oleh mereka.
(Surah Talaq : ayat 4)
b. Jika tidak hamil – iddahnya ialah selama empat bulan sepuluh hari, walaupun ia belum pernah disetubuhi atau pun isteri itu masih kanak-kanak atau suami yang mati itu masih kanak-kanak. Hukum ini berdasarkan firman Allah :
Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu, sedangkan mereka meninggalkan isteri, hendaklah isteri-isteri itu beriddah selama empat bulan, sepuluh hari.
(Surah Al-Baqarah : ayat 234)
Kedua-dua ayat tersebut telah menerangkan hukum yang jelas bagi iddah isteri yang kematian suami, samada isteri yang hamil atau sebaliknya. Tetapi terdapat dua pendapat yang berlainan berhubung dengan iddah perempuan yang kematian suami, sedangkan ia hamil dan anak yang dikandungnya itu lahir sebelum sampai empat bulan sepuluh hari dan tarikh kematian suaminya. Adakah iddahnya selesai dengan lahirnya anak tersebut atau pun iddah akan selesai apabila cukup empat bulan sepuluh hari ?

1. Pendapat Jamhurul Al-Salaf : iddahnya akan habis dan selesai apabila lahir sahaja anak yang dikandung itu, walaupun belum sampai empat bulan sepuluh hari dari tarikh mati suaminya. Ini berdasarkan ayat empat, surah al-Talaq yang lalu.
2. Pendapat yang lain yang diriwayatkan dari Ali : iddahnya ialah mengikut masa mana yang lebih panjang, maksudnya, jika anak yang dikandungnya itu lahir sebelum sampai empat bulan sepuluh hari dari tarikh mati suaminya itu, iddahnya tunggu sehingga genap empat bulan sepuluh hari.
Selain dari itu terdapat juga perselisihan pendapat berhubung dengan iddah perempuan yang kematian suami, sedangkan ia hamil tetapi anak yang dikandungnya itu bukan anak dari suami yang mati, malah hasil dari zina isteri, adakah iddahnya selesai apabila lahir anak yang dikandungnya itu atau pun ia beriddah selama empat bulan sepuluh hari sahaja :
1. Pendapat Al-Syafie – iddahnya dengan kiraan bulan (empat bulan sepuluh hari).
2. Pendapat Abu Hanafiah – iddahnya selesai sehingga lahir anak yang dikandungnya itu.
2. Iddah perempuan yang diceraikan oleh suami (cerai hidup) atau fasakh :
a. Jika hamil – iddahnya selesai apabila lahir sahaja anak yang dikandungnya itu samada hidup atau mati, ini berdasarkan ayat yang lalu. Begitu juga akan selesai iddahnya apabila lahir (gugur) seketul daging yang ada rupa atau bentuk anak Adam, walaupun tak begitu jelas bagi pandangan biasa, tetapi menurut kata-kata bidan yang berpengalaman atau ahli-ahli perubatan bahawa yang lahir itu, itulah yang dikandung oleh perempuan ini, ertinya tidak ada yang lain dari itu.
b. Jika tidak hamil dan perempuan itu dari golongan perempuan yang mempunyai haid- iddahnya ialah tiga kali suci, hukum ini berdasarkan firman Allah :
Artinya : perempuan-perempuan yang ditalak, hendaklah mereka beriddah tiga kali suci.
(Al-Baqarah : ayat 228)
Jika perempuan itu diceraikan di masa suci yang tidak disetubuhi, walaupun hampir masa haid, iddahnya akan selesai sebaik sahaja masuk pada haid yang ketiga, tetapi jika ia diceraikan di waktu sedang haid, iddahnya akan selesai apabila masuk haid yang keempat. Lihat semula bahagian talaq sunni dan bad’i.
Iddah perempuan yang mustahdhah (yang keluar darah selain dari darah haid dan nifas) sedangkan ia tahu bilangan hari haid, maksudnya perempuan yang sudah biasa menempuh masa haid sebelum itu – iddahnya ialah tiga kali suci juga, tetapi iddah perempuan yang mustahadhah yang masih belum tahu bilangan masa haidnya dengan tepat, seperti perempuan yang baru sahaja mengalami haid- masa iddahnya dengan kiraan bulan iaitu selama tiga bulan.
c. Jika perempuan yang diceraikan itu masih budak (belum pernah haid) atau atau pun yang telah tua tidak ada haid lagi – iddahnya ialah : selama tiga bulan. Hukum ini berdasarkan firman Allah:
Artinya : Perempuan-perempuan tua yang tidak haid lagi dari perempuan-perempuan kamu, jika kamu ragu, maka iddahnya tiga bulan begitu juga perempuan-perempuan yang belum pernah haid.
(Al-Talak : ayat 4)
Perempuan yang tidak haid adalah seperti berikut :
1. Yang masih kecil (belum cukup umur)
2. Yang sudah cukup umur tetapi belum pernah haid.
3. Perempuan yang sudah pernah haid tetepi sudah tua dan putus haidnya tak ada lagi.
BEBERAPA MASALAH DAN HUKUM BERHUBUNG DENGAN IDDAH
1. Isteri yang diceraikan oleh suaminya sebelum disetubuhi (belum pernah), tidak dikenakan iddah, berdasarkan firman Allah)” Yang artinya : Wahai orang yang beriman apabila kamu menghuni perempuan-perempuan yang beriman kemudian kamu talak mereka sebelum kamu setubuhi, maka mereka tidak dikenakan iddah.
(Surah Al-Ahzab : ayat 49)
2. Perempuan yang terputus haidnya sebelum atau sudah digugurkan talak, disebabkan sesuatu seperti sakit, nifas atau menyusukan anak – hendaklah ia bersabar menunggu kedatangan haids semula, kemudian barulah berjalan iddahnya iaitu tiga kali suci, dan sekiranya tidak datang haid, ia mesti menunggu sehingga sampai ke peringkat umur putus asa dari haid, kemudian bolehlah ia beriddah mengikut kiraan bulan iaitu tiga bulan.
3. Jika datang haid bagi perempuan yang tidak ada haid atau pun haid semula bagi perempuan yang sudah putas asa dari haid (orang tua) sedang kedua-dua jenis perempuan ini beriddah mengikut kiraan bulan – hukumnya, kedua-dua mestilah beriddah semula, mengikut kiraan suci iaitu tiga kali suci, sebagaimana orang yang sembahyang dengan bertayammum, sebab ketiadaan air, tiba-tiba diperolehi air sedang ia bersembahyang, terbatallah sembahyangnya dan ia mesti mengambil wudu’, kemudian memulakan sembahyang lain (dari mula).
4. Perempuan yang dicerai dengan talak raj’i jika ia sedang dalam iddah, tiba-tiba bekas suaminya itu meninggal dunia, maka iddahnya beralih mengikut iddah mati iaitu, empat bulan sepuluh hari, kecuali jika ia diceraikan dengan talak ba’in, iddahnya adalah seperti biasa, kerana ia tidak dianggap sebagai isteri lagi, sebab cerai ba’in cerai yang tidak boleh dirujuk semula.
HAK-HAK PEREMPUAN DALAM MASA IDDAH
1. Perempuan yang taat (tidur nusyuz) dalam masa iddah raj’i (yang boleh rujuk semula), berhak menerima dari suami yang menceraikannya, tempat tinggal, pakaian dan segala perbelanjaan yang lain, makanan dan sebagainya. Kecuali jika ia nusyuz (durhaka) maka tidaklah berhak mendapat segala-segala itu, adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Ertinya : Dari Fatimah bte Qais, telah bersabda, Rasulullah SAW kepdaanya: perempuan yang berhak menerima nafkah, tempat kediaman dari bekas suaminya itu ialah apabila bekas suaminya itu berhak rujuk semula dengannya.
(Riwayat Ahmad dan Nasa’i)
2. Perempuan yang sedang dalam iddah ba’in, samada ba’in sighah, seperti tebus talak atau ba’in Kubri iaitu talak tiga yang hamil, berhak mendapat tempat kediaman, pakaian dan makanan. Firman Allah:
Ertinya : Jika mereka hamil maka hendaklah kamu beri nafkah mereka hingga lahir anak kandungan tersebut.
(Surah Al-Talak : ayat 6)
3. Perempuan yang di dalam iddah ba’in sighah atau kubri yang tidak hamil, berhak menerima dari bekas suaminya hanya tempat tinggal sebagaimana firman Allah yang artinya : berilah mereka tempat kediaman yang sepadan dengan keadaan dan taraf kamu.
Surah al-Talak : ayat 6
Ini adalah satu pendapat dari ulama’ dan pendapat yang lain pula mengatakan bahawa perempuan yang cerai ba’in dan tidak hamil, tidak berhak menerima tempat tinggal dan juga nafkah, berdasarkan hadith Rasulullah:
Artinya: Dari Fatimah binti Qais Nabi SAW mengenai perempuan yang dicerai talak tiga, sabda Rasulullah, ia tidak berhak mendapat tempat tinggal dan tidak berhak menerima nafkah.
Firman Allah SWT dalam surah al-Talaq ayat 6 :
Mengikut pendapat mereka ialah ditujukan untuk perempuan yang sedang di dalam iddah raj’i sahaja.
HIKMAH IDDAH
Iddah ialah masa menunggu yang diwajibkan ke atas seorang
perempuan yang ceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, untuk mengetahui samada perempuan itu hamil atau sebaliknya atau untuk menunaikan satu perintah dari Allah.
1. Untuk mengetahui samada isteri yang diceraikan itu (cerai hidup atau cerai mati) hamil atau sebaliknya. Dengan ini akan terletak dari bercampur aduk keturunan, apabila bekas ister tersebut berkahwin dengan lelaki lain pula.
2. Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raj’i. Dengan adanya masa yang panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami untuk berfikir dan mungkin menimbulkan penyesalan terhadap perbuatannya itu dengan ini akan rujuk kembali.
3. Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia. Bagi seorang isteri yang kematian suami yang dikasihinya sudah tentu akan meninggalkan kesan yang pahit di jiwanya, dengan adanya iddah selama empat bulan sepuluh hari adalah merupakan suatu masa yang sesuai untuk ia bersedih, sebelum memulakan hidup yang baru di samping suami yang lain.

D.KESIMPULAN
Rujuk menurut bahasa artinya kembali sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa idah sesudahditalak raj’i. Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khulukJadi pada dasarnya rujuk boleh dilakukan apabila kedua mempelai hendak islah (berbaikan kembali). Dan rujuk dapat sah apabila sudah memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu. Adapun yang menjadi hikamah rujuk diantaranya ialah:Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga. Dan masih banyak lagi. Hukum rujuk itu sendiri seperti yang sudah di jelaskan di atas ada 5 yaitu wajib, Sunnah, Haram, Mubah dan makruh.
Iddah ialah masa menunggu yang diwajibkan ke atas seseorang perempuan yang ceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, untuk mengetahui samada perempuan itu hamil atau sebaliknya atau untuk menunaikan satu perintah dari Allah.
E. PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami tampung demi kelancaran makalah kami berikutnya. semoga bermanfaat bagi pembaca amin ya robbal aalamin
F . REFERENSI
- Drs. Slamet Abidin dan Drs. H. Aminudin. Fiqh munakahat II. CV Pustaka Setia cet I 1999 Bandung.

Hukum Adat Pidana

HUKUM PIDANA ADAT
A. Pendahuluan
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Berdasarkan hal itu orang dapat mengetahui apa yang dia dapat harapkan dari orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan demikian mutlak perlu. Perilaku kita sehari-hari dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui oleh hukum dan bahkan tidak diungkapkan. Norma yang mengatur perilaku manusia adalah norma hukum.
Didalam hukum adat terdapat hukum dellik adat dan dapat juga disebut sebgai Hukum pidana adat, atau hukum pelanggaran adat. Hukum delik adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat, sehingga perlu diselesaikan agar keseimbangan masayarakat tidak terganggu. Dengan demikian yang diuraikan dalam hukum adat delik adalah tentang peristiwa dan perbuatan yang merupakan delik adat dan bagaimana cara menyelesaikan sehingga keseimbangan masyarakat tidak lagi merasa terganggu.
B. Permasalahan
1. Pengertian hukum pidana adat
2. Sifat sifat hukum pidana
3. Cara penyelesaian hukum adat
C. Pembahasan
1. Pengertian hukum pidana adat
Terhadap pengertian hukum pidana adat ditemukan dalam beberapa pandangan doktrina. Ter Haar BZN berasumsi bahwa yang dianggap suatu pelanggaran (delict) ialah setiap gangguan segi satu (eenzijding) terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang kehidupan materiil dan imateriil orang seorang atau dari orang-orang banyak yang merupakan suatu kesatuan (gerombolan). Tindakan sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar kecilnya ditetapkan oleh hukum adat (adat reactie), karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali (kebanyakan dengan jalan pembayaran pelanggaran berupa barang-barang atau uang). Konklusi dasar dari pendapat Ter Haar BZN menurut Nyoman Serikat Putra Jaya disebutkan bahwa untuk dapat disebut tindak pidana adat, perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Kegoncangan itu tidak hanya terdapat apabila peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar, tetapi juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar. Van Vollenhoven menyebutkan delik adat sebagai perbuatan yang tidak diperbolehkan. Hilman Hadikusuma menyebutkan hukum pidana adat adalah hukum yang hidup (living law) dan akan terus hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan perundang-undangan. Andaikata diadakan juga undang-undang yang menghapuskannya, akan percuma juga. Malahan, hukum pidana perundang-undangan akan kehilangan sumber kekayaannya oleh karena hukum pidana adat itu lebih erat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada perundang-undangan. I Made Widnyana menyebutkan hukum pidana adat adalah hukum yang hidup (the living law), diikuti dan ditaati oleh masyarakat adat secara terus menerus, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pelanggaran terhadap aturan tata tertib tersebut dipandang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat karena dianggap mengganggu keseimbangan kosmis masyarakat, oleh sebab itu, bagi si pelanggar diberikan reaksi adat, koreksi adat atau sanksi adat oleh masyarakat melalui pengurus adatnya.
Konklusi dasar dari apa yang telah diterangkan konteks di atas dapat disebutkan bahwa hukum pidana adat adalah perbuatan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga menimbulkan adanya gangguan ketentraman dan keseimbangan masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu, untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut terjadi reaksi-reaksi adat sebagai bentuk wujud mengembalikan ketentraman magis yang terganggu dengan maksud sebagai bentuk meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial akibat suatu pelanggaran adat.
2. Sifat sifat hukum pidana
5 (lima) sifat hukum pidana adat.[1]
1. menyeluruh dan menyatukan karena dijiwai oleh sifat kosmis yang saling berhubungan sehingga hukum pidana adat tidak membedakan pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata.
2. ketentuan yang terbuka karena didasarkan atas ketidakmampuan meramal apa yang akan terjadi sehingga tidak bersifat pasti sehingga ketentuannya selalu terbuka untuk segala peristiwa atau pebuatan yang mungkin terjadi.
3. membeda-bedakan permasalahan dimana bila terjadi peristiwa pelanggaran yang dilihat bukan semata-mata perbuatan dan akibatnya tetapi dilihat apa yang menjadi latar belakang dan siapa pelakunya. Oleh karena itu, dengan alam pikiran demikian maka dalam mencari penyelesaian dalam suatu peristiwa menjadi berbeda-beda.
4. peradilan dengan permintaan dimana menyelesaikan pelanggaran adat sebagian besar berdasarkan adanya permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil.
5. tindakan reaksi atau koreksi tidak hanya dapat dikenakan pada si pelaku tetapi dapat juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya bahkan mungkin juga dibebankan kepada masyarakat bersangkutan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu.
3. Cara penyelesaian hukum adat
Penyelesaian delik adat yang berakibat terganggunya keseimbangan keluarga atau masyarakat, walaupun adakalanya perkaranya sampai ditangani oleh alat negara, dapat ditempuh dengan cara melalui pribadi dan atau keluarga yang bersangkutan, atau ditangani kepala kerabat, kepala adat, kepala desa, ketua perkumpulan organisasi dan alat negara.[2]
D. Kesimpulan
Hukum pidana adat adalah perbuatan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga menimbulkan adanya gangguan ketentraman dan keseimbangan masyarakat bersangkutan
Penyelesaian delik adat yang berakibat terganggunya keseimbangan keluarga atau masyarakat, walaupun adakalanya perkaranya sampai ditangani oleh alat negara, dapat ditempuh dengan cara melalui pribadi dan atau keluarga yang bersangkutan, atau ditangani kepala kerabat, kepala adat, kepala desa, ketua perkumpulan organisasi dan alat negara
E. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami selaku pemakalah sadar bahwa makalah kami masih ada kesalahan baik dalam penulisan, kata-kata dan lain sebaginya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun, guna pembenahan kedepannya agar lebih baik-dan baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
F. Referensi
- Prof. Dr. D. Schaffmeister, Prof. Dr. N. Keijzer, dan Mr. E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995
- Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992
- Mr. B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
[1] Media Online Gagasan Hukum artikel, legal opinon
[2] Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992 hln 242

Makalah Hukum Adat

HUKUM ADAT PERORANGAN – PEREKONOMIAN

I. PENDAHULUAN
Menurut hukum adat seseorang dikatakan dewasa apabila seseorang itu telah menikah kemudian meninggalkan rumah orang tuanya atau mertuanya dan menjadi keluarga yang berdiri sendiri serta menghidupi keluarganya sendiri. Tetapi jika seorang itu telah menikah tetapi belum berpisah rumah dengan orang tuanya maka masih dianggap sebagai anak sirumah karena dia belum mampu untuk berdiri sendiri dam masih membutuhkan didikan kearah yang bakal berdirinya sendiri.
Orang yang telah berkeluarga sendiri dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang pasti berhubungan dengan perekonomian. didalam masyarakat hukum adat berlaku tentang hukum adat perorangan juga hukum adat perekonomian yang mengatur tentang hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan yang lain.
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Dari pengertian diatas timbul beberapa pertanyaan yaitu meliputi apa sajakah hubungan-hubungan masyarakat dalam hukum adat perekonomian dan perorangan?. Serta bagaimanakah hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan yang menganut hukum adat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian ?.
II. PEMBAHASAN
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara lain akan diuraikan secara singkat yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
A. Hak-hak kebendaan
Didalam masyarakat hukum adat yang diluar jawa, mengenal adanya hak milik bersama meskipun harta yang dimiliki tersebut dari hasil jerih payahnya sendiri, misalnya jika seorang itu ditanya rumah siapakah itu? Maka dijawabnya “rumah saya”. Padahal kenyataannya rumah itu milik kerabatnya atau orang tuanya. Pernyataan tersebut tidak langsung menunjukkan hak milik mutlak yang pemiliknya bebas melakukan apa saja terhadap harta tersebut tanpa berbicara atau meminta izin kepada kerabat yang lain apa bila ingin berbuat atas hak miliknya. Contohnya dalam kepemilikan rumah yang sifatnya milik bersama antara lain rumah gadang, rumah kerabat, rumah keluarga.
Begitu juga jika seseorang itu memiliki sawah, ia akan menganggap sawah itu milik bersama keluarganya. Sehingga jika ia ingin berbuat sesuatu terhadap rumah atau sawah tersebut misalnya ingin mentransaksikannya maka ia harus bermusyawarah dahulu dengan anggota keluarganya yang lain.
Hak atas bangunan, rumah atau juga tanam tumbuhan yang terletaj diatas sebidang tanah, tidak selamanya merupakan satu kesatuan. Oleh karena ada kemungkinan seseorang memiliki banguna atau tanam tumbuhan yang terletak diatas tanah milik orang lain atau milik kerabat atau milik desa. Jadi menurut huk adat hak atas tanah terpisah dari hak atas bangunan atau tanam tumbuhan.
[1]

B. Tolong menolong dan kerja sama
Dalam perekonomian masyarakat hukum adat, jika penduduk akan membuka tanah untuk peladangan maka mereka menebang pohon-pohon yang ada dihutan, menebas semak belukar, kemudian membakarnya inilah yang disebut pembukaan hutan. Mereka melakukannya bersama-sama saling tolong menolong dan bergotong royong, kemudian hasil dari pembukaan hutan tersebut ladangnya dibagi sesuai orang yang ikut bergotong royong, begitu dalam penanaman tumbuhanladang misalnya padi dilakukan oleh para wanita dan muda-mudi melakukannya secara bersam-sama danbergotong royong.
Contohnya dibali namanya nguopin, dalam sistem pertanian subak, para krama subak ( anggota-anggota pemilik sawah ) bekerja sama dan tolong menolong dalam memperbaikai saluran air dan lainnya dibawah pimpinan “Pekaseh” ( petugas pengatur air ) dijawa disebut ulu-ulu. begitu pula untuk menuai padi dilakukan oleh kumpulan kerjasama yang disebut “ Seka manyi ”.
[2]
Di Sumbawa berlaku adat kerjasama tolong menolong dalam usaha pertanian, yang disebut “nulong”, “saleng tulong” dan “basiru”. Nulong artinya kerjasam tolong menolong dengan balas jasa, misalnya dalam menuai padi, setelah selesai maka anggota peserta mendapat “segutes” padi atau sejumlah uang, dan para peserta yang menolong diberi mkan siang. Saleng tulong artinya kerjasama tolong menolong tanpa balas jasa. Sedangkan basiru adalah kerja sama dan tolong menolong dengan balas jasa yang masing-masing orang yang ikut mendapatka seikat padi atau uang namun mereka harus membawa makan sendiri.[3]
Kerja sama tolong menolong yang sifatnya sosial keagamaan yang tujuannya membantu sanak saudara atau tetangga berlaku di semua daerah. Begitu pula pemberian sumbangan yan mengadakan hajatan di daerah-daerah tertentu namanya berbeda misalnya di Sunda : Penyambung, Bugis : passolok, Jakarta : paketan. Apabila kerjasama ditujukan untuk kepentingan umum yang dipimpin perangkat desa namanya gotong royong.
Kerja sama tolong menolong ini tidak hanya berlaku di acara keagamaan atau dalam pertanian saja tetapi juga dalm kegiatan budaya, misalnya diBali kumpulan keluarga para seniman disebut dadia mereka membuat gamelan dan alat-alat yang menyangkut budaya. Ada juga yang bersifat ketetanggaan disebut seka teruna (Kumpulan pemuda), seka daha (kumpulan gadis ), seka baris (kumpulan penari baris). Selain dibali didaerah lain yan serupa juga ada, di Lampung : mulei mengenai, Batak : naposo bulung, dan sebagainya.
C. Usaha perseorangan
Adapun yang dimaksud usaha perseorangan adalah seperti yang dikatakan Ter Haar “Individuele Crediet Haandelingen”, yang merupakan perbuatan menyerahkan atau mengerjakan sesuatu oleh satu orang yang satu dengan orang yang lain dan berlaku timbal balik. Antara lain yaitu :
[4]

1) Beri-memberi
Beri-memberi atau kirim-mengirim berupa uang atau barang bergerak yang terjadi diantara anggota keluarga, tetangga,kaum kerabat, atau teman sejawat bertujuan sebagai “tanda ingat”,”tanda hormat”, “tanda pengikat”(Jawa : paningset), “tanda jadi”(Jawa : Panjer), “tanda pengakuan” (Minahasa: lilikur), “tanda cinta”(Lampung : bejenuk, bekadu), dan sebagainya.

2) Jual beli
Jual beli terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar (Jual tunai), tetapi jika pembayaran dibayar kemudian namanya (jual hutang), jika pembayaran dibayar secara berangsur namanya (jual angsur atau jual kredit), jika barangnya sudah dibayar namun belum diterima namanya (jual pesan), jika barangnya dijual tetapi pembayarannya diangsur pada setiap waktu tertentu sampai lunas (jual sewa), jika barangnya dijual dengan perantara dan perantara memdapat komisi (jual komisi).
[5]

3) Pakai memakai atau pinjam meminjam
Pakai memakai inin ada yang berlaku tanpa imbalan dan ada juga yang menggunakan imbalan. Pakai memakai dengan tanpa imbalan namaya pinjam pakai, sedangkan yang dengan balas jasa namanya pinjam sewa, pinjam meminjam yang dengan pertukaran benda namanya pinjam tukar atau tukar pakai.. sedangkan yang dimaksud tukar menukar, jika pertukaran tanpa tambahan namanya tukar guling, jika tambah nilai namaya tukar tambah.
4) Titip menitip
Titip menitip kebanyakan dilakukan terhadap hasil bumi, jika barangnya dititipkan untuk dijual disebut jual titip. Tetapi jika barangnya dititipkan untuk dijual sambil menunggu harga yang baik dinamakan titip tetap, dan apabila barang yang dititipkan itu boleh disewakan namanya titip sewa. Dan sebagainya.

5) Hutang piutang
Biasanya hutang piutang ini hanya berlaku terhadap uang saja. Didalam hukum adat tidak mengenal bunga kelalaian atau bunga pembayaran tidak baik, tetapi mengenak sistem tanggung menanggung, misalnya seseorang ikut menanggung hutang orang lain, atau ikut menanggung dengan jaminan pribadi atau jaminan benda.

6) Kerja mengerjakan
Hubungan kerja mengerjakan sesuatu, ada yang berdasarkan dengan persetujuan pembayaran upah dan ada yang tanpa perjanjian upah tertentu. Hubungan upah mengupah dapat bersifat upah pekerjaan sampai selesai, upah harian, atau dengan upah borongan (dengan pemborong). Keja mengerjakan tanpa upah berlaku dalam hubungan yang bersifat kekeluargaan dimana antara majikan dan pekerja sebagaimana orang tua dengan anaknya.
Kebanyakan dalam pelaksanaan usaha perorangan tersebut terjadi dengan kesepakatan tanpa pembuktian tertulis dan tidak menggunakan saksi-saksi, melainkan berlaku atas dasar saling percaya-mempercayai saja.

D. Hukum tanah
Di beberapa daerah orang yang akan membuka tanah dimulai dengan memberi tanda “mabali” tanda itu biasanya berupa tanda silang atau sebagainya. Dengan member tanda pada tanah itu timbullah hak membuka tanah.
Apabila tanah tersebut dibuka kemudian ditanami pala wija atau yang lainnya maka timbullah hak pakai atau hak mengusahakan tanah. Agar tanah itu menjadi nhak milik tetap, pemilik tanah dapat menanaminya dengan tumbuhan yang keras misalnya pala wija, pohon karet atau sejenisnya sehingga menjadi tanah kebun. Dengan demikian pemilik tetap atas tanah dapat mewariskannya kepada keturunannya atau dapat mentransaksikannya. Jika tanah itu tidak digunakan terus menerus dan kemudian memjadi semak belukar maka kembali menjadi hak ulayat
Didalam hukum adat tanah mempunyai hubungan yang erat dengan pemiliknya karena tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan apapun akan tetap kepada aslanya. Kecuali tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, dan lainnya.
Agar menjadi jelas hukum tanah ini akan dibahas mulai dari hak persekutuan atas tanah sampai kepada hak perorangan atas tanah juga transaksi-transaksi yang menyangkut tanah.
1. Hak persekutuan atas tanah
Hak persekutuan dinamakn oleh prof. mr. R. Supomo menamakannya : hak pertuan.
[6]
Hak pertuanan ini berakibat kedalam dan keluar. Berakibat kedalam karena persekutuan sebagai suatu persekutuan yang berati semua warga bersama-sama sebagai satu keseluruhan melakukan hak ulayat atas tanah tersebut. Berakibat keluar karena orang luar persekutuan tidak diperbolehkan memanfaatkan dan mengambil dari hasil tanah tersebut kecuali dengan izin pemmilik persekutuan, jika telah di izinkan maka orang luar harus membayar pancang, uang pemasukan (Aceh), mesi (Jawa).
2. Hak perorangan atas tanah
Hak milik peroranagan atas tanah ini artinya pemilik tanaha berhak sepenuhnya atas tanah yang bersangkutan seperti halnya ia menguasai rumah, ternak, sepeda atau lainnya benda yang menjadi miliknya.
Tanah-tanah ini biasanya berupa sawah atau ladang. Sawah-sawah hak milik seseorang di jawa barat disebut sawah yasa atau sawah pusaka. Mereka yang memiliki tanah sebagai milik tetap dapat mewariskan atau menghibahkannya kepada ahli warisnya.
3. Transaksi – transaksi Tanah
Dalam hukum adat mengenai hukum tanah ini mengenal adanya perpindahan hak milik atau transaksi tanah. Terdapat dua macam yaitu perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum dua pihak.
[7]
1. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak
a. Pendirian suatu desa
Sekelompok orang-orang mendiami suatu tempat tertentu dan membuat perkampungan di atas tanah yang telah dibukanya, sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa, dengan tanah tersebut tumbuh suatu hubungan hokum antara desa dan tanah yangdimaksud, tumbuh suatu hak atas tanha itu bagi persekutuan yang sebut hak ulayat.
[8]

b. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
Pembukaan lahan ini masih sering dilakukn di daerah pedalaman misalnya di desa Dayak Kalimantan dilakukan oleh warga secara bersama-sama dibawah pimpinan kepala desa atau kepala suku. Jika seseorang itu menemukan tanda larangan diatas tanah bahwa ada seseorang yang telah mendahuluinya untuk membuka tanah itu maka pengolah tanah meminta persetujuan pemerintah desanya, jika diperbolehkan melanjutkan pembukaan tanah barulah ia memulai usahanya. Sejak ia mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa ia telah mendapatkan hak wenang pilih, setelah ia mengolah tanahnya maka diperolehnya hak menarik hasil, jika sudah panen dan masih tetap digunakan kemudian ia mendapatkan hak milik.
Perbuatan yang seperti ini juga dinamakan perbuatan hukum sepihak. Dimana hanya seorang saja yang berhak atas tanah yang dimaksud

2. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak
Hukum tanah mengenal adanya perpindahan hak milik atas tanah. Disini akan dijelaskan bagaimana tanah tersebut dapat berpindah tangan atau hak milik diantaranya melalui Jual lepas, Jual gadai, dan Jual tahunan
a. Jual lepas
Jual lepas adalah dimana terjadi transaksi antara pemilik tanah sebaga penjual kepada orang lain sebagai pembeli dan tanah itu akan menjadi hak miliknya selamanya dengnan pembayaran tunai atau cicilan. Di jawa : adol plas, runtumurun, pati bagor, Kalimantan : menjual jaja, Jambi dan Riau : menjual lepas.
Dalam perjsnjisn jual beli biasanya dilakukan ijab-kabul dan jual beli dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak, pihak pembeli biasanya memberikan “panjer” atau “persekot” sebagai tanda jadi. Jika perjanjian batal karena kesalahan penjual maka penjual mangembalikan panjer dua kali lipat, sebaliknya jika perjanjian batal karena si pembeli maka panjer tidak dikembalikan.

b. Jual gadai atau penggadaian tanah
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan hargatertentu dan dengan haka menebusnya kembali.istilah ini di berbagai daerah berbeda-beda contohnya di Jawa : adol sende, Sunda : ngajual akad, gade. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
Dalam penjualan ini yang dijual bukanlah tanahnya melainkan hak penguasaan tanah, dimana pembeli dapat menggunakan, mengolah tanah itu sesuai keinginannya selama belum ditebus oleh penjual atau penggadai.
Menurut hukum adat pemegang gadai tidak dapat menuntut pemilik tanahh untuk menebus tanah gadainya. Karena jika pemegang gadai membutuhkan uang ia dapat menempuh dua jalan yaitu dengan mengalihkan gadai atau dengan menganakkan gadai.( Prof. H.Hilman Hadikusuma,S.H. 2003 : hal 226 )
Pemegang gadai tidak menjual lepas atau menjual tahunan tanah gadai tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian kedua belah pihak. Sebab kemungkinan tanah itu ditebus kembali oleh penjual gadai atau pemilik asli tanah tersebut. Sebaliknya jika penjual tidak mampu menebus dalam waktu yang ditentukan maka tanah menjadi hak milik pemegang gadai.

c. Jual tahunan atau sewa
Transaksi jual tahunan ialah apabila pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk beberapa waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah uang tunai. Sesudah habis waktu yang ditentukan tanah kembali menjadi hak milik pemilik tanah. Dibeberapa daerah pedesaan orang jawa hal ini dikenal dengan sebutan adol taunan, oyodan, trowongan, kemplongan atau sewa tahunan.
Dalam transaksi ini penyewa berhak mengolah tanah, dan mengambil hasil dari tanah tersebut, akan tetapi dia tidak boleh menjualnya danmenyewakan selanjutnya kepada orang lain tanpa seijin pemilik tanah.
Dikalangan masyarakat luar jawa jual tahunan ini disamakan dengan gadai tanah atau sewa tanah dengan pembayaran dimuka. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.

4. Transaksi – transaksi yang menyangkut tanah
Transaksi-transaksi menyangkut tanah berbeda dengan transaksi tanah. Transaksi tanah obyeknya adalah tanah itu sendiri sedangkan transaksi yang menyangkut tanah hanyalah hal-hal yang menyangkut atau didalam transaksi tanah misalnya perjanjian, lampiran-lampiran dari perjanjian pokok. Dalam hal ini akan dibahas yaitu perjanjian bagi hasil atau belah pinang atau maro, perjanjian sewa tanah, prejanjian terpadu, perjanjian semu
1. Perjanjian bagi hasil
Perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah member izin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian, bahwa yang mendapat izin itu harus memberikan sebagian hasil tanahnya. Ada yang di bagi menjadi dua di jawa : maro, Minagkabau : Memperduai, Periangan : Nengah, Sumatra : Perdua, Sulawesi selatan : Tesang, Minahasa : Toyo. Jika hasilnya dibagi menjadi tiga maka disebut pertiga, di Jawa : Mertelu, Periangan : jejuron.
Di jawa dalam suatu perjanjian bagi hasil berlaku ada kebiasaan dalam adat, bahwa permulaan transaksi dibayar srama atau mesi. Srama adalah pemberian uang sekadarnya oleh penggarap kepada pemilik tanah, sedangkan mesi adalah pemberian dari penggarap yang berarti tanda pengakuan kepada pemilik tanah.(Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH, 2003 : 228)
Di Bali dan Sulawesi Selatan transaksi ini kadang digabungkan dengan peminjaman uang tanpa bunga dari pemilik tanah dan penggarap tanah namanya balango di Sulawesi Selatan dan plais di Bali.
Perjanjian ini harus dilakukan dihadapan kepala desa dengan perjanjian tertulis dan disahkanoleh camat.
2. Perjanjian sewa
Perjanjian sewa tanah adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah member izin orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha dengan menerima uang sebagai sewa untuk waktu tertentu.
Dibebeapa daerah untuk transaksi demikian ini, dipergunakan istilah khusus seperti mengasidi : Tapanuli Selatan, sewa bumi : Sumatra Selatan, cukai : Kalimantan, ngupeteni : Bali.
3. Perjanjian terpadu atau perjanjian ganda
Transaksi demikian ini apabila terjadi perpaduan antara dua perjanjian yang berjalan bersama. Misalnya A penerima tanah gadai member ijin kepada B (orang yang menggadaikan tanahnya) untuk mengerjakan tananh itu dengan perjanjian memperduai atau maro. Transaksi seperti ini terdapat dua perjanjian antara jual gadai dan memperduai.
4. Perjanjian semu
Perjanjian ini tidak sesuai dengan perjanjian yang ditulis atau terjadi misalnya perjanjian jual-beli dengan sistem ijon namanya adalah melepas uang di Lampung namanya ngakuk anduk. Misalnya seseorang menjual hasil bumi tetapi hasil bumi tersebut belum diketahui yang uangnya dibayar dahulu sebelum panen dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran.

III. KESIMPULAN
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.

IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami paparkan. Pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kemajuan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan-kekurangan. Selanjutnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

V. REFERENSI
ü Prof. Bushar Muhammad, S.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Paradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 112
ü Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung 2003. Hal 218
ü Prof. Dr. R. Van Djik, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cv Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 67
[1] Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung 2003. Hal 218
[2] Ibid, hal 218
[3] Ibid, hal 219
[4] Ibid, hal 220
[5] Ibid, hal 221
[6] Prof. Dr. R. Van Djik, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cv Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 67
[7] Prof. Bushar Muhammad, S.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Paradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 112
[8] ibid, hal 112