HUKUM PIDANA ADAT
A. Pendahuluan
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Berdasarkan hal itu orang dapat mengetahui apa yang dia dapat harapkan dari orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan demikian mutlak perlu. Perilaku kita sehari-hari dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui oleh hukum dan bahkan tidak diungkapkan. Norma yang mengatur perilaku manusia adalah norma hukum.
Didalam hukum adat terdapat hukum dellik adat dan dapat juga disebut sebgai Hukum pidana adat, atau hukum pelanggaran adat. Hukum delik adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat, sehingga perlu diselesaikan agar keseimbangan masayarakat tidak terganggu. Dengan demikian yang diuraikan dalam hukum adat delik adalah tentang peristiwa dan perbuatan yang merupakan delik adat dan bagaimana cara menyelesaikan sehingga keseimbangan masyarakat tidak lagi merasa terganggu.
B. Permasalahan
1. Pengertian hukum pidana adat
2. Sifat sifat hukum pidana
3. Cara penyelesaian hukum adat
C. Pembahasan
1. Pengertian hukum pidana adat
Terhadap pengertian hukum pidana adat ditemukan dalam beberapa pandangan doktrina. Ter Haar BZN berasumsi bahwa yang dianggap suatu pelanggaran (delict) ialah setiap gangguan segi satu (eenzijding) terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang kehidupan materiil dan imateriil orang seorang atau dari orang-orang banyak yang merupakan suatu kesatuan (gerombolan). Tindakan sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar kecilnya ditetapkan oleh hukum adat (adat reactie), karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali (kebanyakan dengan jalan pembayaran pelanggaran berupa barang-barang atau uang). Konklusi dasar dari pendapat Ter Haar BZN menurut Nyoman Serikat Putra Jaya disebutkan bahwa untuk dapat disebut tindak pidana adat, perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Kegoncangan itu tidak hanya terdapat apabila peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar, tetapi juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar. Van Vollenhoven menyebutkan delik adat sebagai perbuatan yang tidak diperbolehkan. Hilman Hadikusuma menyebutkan hukum pidana adat adalah hukum yang hidup (living law) dan akan terus hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan perundang-undangan. Andaikata diadakan juga undang-undang yang menghapuskannya, akan percuma juga. Malahan, hukum pidana perundang-undangan akan kehilangan sumber kekayaannya oleh karena hukum pidana adat itu lebih erat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada perundang-undangan. I Made Widnyana menyebutkan hukum pidana adat adalah hukum yang hidup (the living law), diikuti dan ditaati oleh masyarakat adat secara terus menerus, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pelanggaran terhadap aturan tata tertib tersebut dipandang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat karena dianggap mengganggu keseimbangan kosmis masyarakat, oleh sebab itu, bagi si pelanggar diberikan reaksi adat, koreksi adat atau sanksi adat oleh masyarakat melalui pengurus adatnya.
Konklusi dasar dari apa yang telah diterangkan konteks di atas dapat disebutkan bahwa hukum pidana adat adalah perbuatan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga menimbulkan adanya gangguan ketentraman dan keseimbangan masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu, untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut terjadi reaksi-reaksi adat sebagai bentuk wujud mengembalikan ketentraman magis yang terganggu dengan maksud sebagai bentuk meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial akibat suatu pelanggaran adat.
2. Sifat sifat hukum pidana
5 (lima) sifat hukum pidana adat.[1]
1. menyeluruh dan menyatukan karena dijiwai oleh sifat kosmis yang saling berhubungan sehingga hukum pidana adat tidak membedakan pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata.
2. ketentuan yang terbuka karena didasarkan atas ketidakmampuan meramal apa yang akan terjadi sehingga tidak bersifat pasti sehingga ketentuannya selalu terbuka untuk segala peristiwa atau pebuatan yang mungkin terjadi.
3. membeda-bedakan permasalahan dimana bila terjadi peristiwa pelanggaran yang dilihat bukan semata-mata perbuatan dan akibatnya tetapi dilihat apa yang menjadi latar belakang dan siapa pelakunya. Oleh karena itu, dengan alam pikiran demikian maka dalam mencari penyelesaian dalam suatu peristiwa menjadi berbeda-beda.
4. peradilan dengan permintaan dimana menyelesaikan pelanggaran adat sebagian besar berdasarkan adanya permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil.
5. tindakan reaksi atau koreksi tidak hanya dapat dikenakan pada si pelaku tetapi dapat juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya bahkan mungkin juga dibebankan kepada masyarakat bersangkutan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu.
3. Cara penyelesaian hukum adat
Penyelesaian delik adat yang berakibat terganggunya keseimbangan keluarga atau masyarakat, walaupun adakalanya perkaranya sampai ditangani oleh alat negara, dapat ditempuh dengan cara melalui pribadi dan atau keluarga yang bersangkutan, atau ditangani kepala kerabat, kepala adat, kepala desa, ketua perkumpulan organisasi dan alat negara.[2]
D. Kesimpulan
Hukum pidana adat adalah perbuatan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga menimbulkan adanya gangguan ketentraman dan keseimbangan masyarakat bersangkutan
Penyelesaian delik adat yang berakibat terganggunya keseimbangan keluarga atau masyarakat, walaupun adakalanya perkaranya sampai ditangani oleh alat negara, dapat ditempuh dengan cara melalui pribadi dan atau keluarga yang bersangkutan, atau ditangani kepala kerabat, kepala adat, kepala desa, ketua perkumpulan organisasi dan alat negara
E. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami selaku pemakalah sadar bahwa makalah kami masih ada kesalahan baik dalam penulisan, kata-kata dan lain sebaginya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun, guna pembenahan kedepannya agar lebih baik-dan baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
F. Referensi
- Prof. Dr. D. Schaffmeister, Prof. Dr. N. Keijzer, dan Mr. E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995
- Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992
- Mr. B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
[1] Media Online Gagasan Hukum artikel, legal opinon
[2] Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992 hln 242
Tidak ada komentar:
Posting Komentar