HUKUM ADAT PERORANGAN – PEREKONOMIAN
I. PENDAHULUAN
Menurut hukum adat seseorang dikatakan dewasa apabila seseorang itu telah menikah kemudian meninggalkan rumah orang tuanya atau mertuanya dan menjadi keluarga yang berdiri sendiri serta menghidupi keluarganya sendiri. Tetapi jika seorang itu telah menikah tetapi belum berpisah rumah dengan orang tuanya maka masih dianggap sebagai anak sirumah karena dia belum mampu untuk berdiri sendiri dam masih membutuhkan didikan kearah yang bakal berdirinya sendiri.
Orang yang telah berkeluarga sendiri dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang pasti berhubungan dengan perekonomian. didalam masyarakat hukum adat berlaku tentang hukum adat perorangan juga hukum adat perekonomian yang mengatur tentang hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan yang lain.
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Dari pengertian diatas timbul beberapa pertanyaan yaitu meliputi apa sajakah hubungan-hubungan masyarakat dalam hukum adat perekonomian dan perorangan?. Serta bagaimanakah hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan yang menganut hukum adat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian ?.
II. PEMBAHASAN
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara lain akan diuraikan secara singkat yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
A. Hak-hak kebendaan
Didalam masyarakat hukum adat yang diluar jawa, mengenal adanya hak milik bersama meskipun harta yang dimiliki tersebut dari hasil jerih payahnya sendiri, misalnya jika seorang itu ditanya rumah siapakah itu? Maka dijawabnya “rumah saya”. Padahal kenyataannya rumah itu milik kerabatnya atau orang tuanya. Pernyataan tersebut tidak langsung menunjukkan hak milik mutlak yang pemiliknya bebas melakukan apa saja terhadap harta tersebut tanpa berbicara atau meminta izin kepada kerabat yang lain apa bila ingin berbuat atas hak miliknya. Contohnya dalam kepemilikan rumah yang sifatnya milik bersama antara lain rumah gadang, rumah kerabat, rumah keluarga.
Begitu juga jika seseorang itu memiliki sawah, ia akan menganggap sawah itu milik bersama keluarganya. Sehingga jika ia ingin berbuat sesuatu terhadap rumah atau sawah tersebut misalnya ingin mentransaksikannya maka ia harus bermusyawarah dahulu dengan anggota keluarganya yang lain.
Hak atas bangunan, rumah atau juga tanam tumbuhan yang terletaj diatas sebidang tanah, tidak selamanya merupakan satu kesatuan. Oleh karena ada kemungkinan seseorang memiliki banguna atau tanam tumbuhan yang terletak diatas tanah milik orang lain atau milik kerabat atau milik desa. Jadi menurut huk adat hak atas tanah terpisah dari hak atas bangunan atau tanam tumbuhan.
B. Tolong menolong dan kerja sama
Dalam perekonomian masyarakat hukum adat, jika penduduk akan membuka tanah untuk peladangan maka mereka menebang pohon-pohon yang ada dihutan, menebas semak belukar, kemudian membakarnya inilah yang disebut pembukaan hutan. Mereka melakukannya bersama-sama saling tolong menolong dan bergotong royong, kemudian hasil dari pembukaan hutan tersebut ladangnya dibagi sesuai orang yang ikut bergotong royong, begitu dalam penanaman tumbuhanladang misalnya padi dilakukan oleh para wanita dan muda-mudi melakukannya secara bersam-sama danbergotong royong.
Contohnya dibali namanya nguopin, dalam sistem pertanian subak, para krama subak ( anggota-anggota pemilik sawah ) bekerja sama dan tolong menolong dalam memperbaikai saluran air dan lainnya dibawah pimpinan “Pekaseh” ( petugas pengatur air ) dijawa disebut ulu-ulu. begitu pula untuk menuai padi dilakukan oleh kumpulan kerjasama yang disebut “ Seka manyi ”.
Di Sumbawa berlaku adat kerjasama tolong menolong dalam usaha pertanian, yang disebut “nulong”, “saleng tulong” dan “basiru”. Nulong artinya kerjasam tolong menolong dengan balas jasa, misalnya dalam menuai padi, setelah selesai maka anggota peserta mendapat “segutes” padi atau sejumlah uang, dan para peserta yang menolong diberi mkan siang. Saleng tulong artinya kerjasama tolong menolong tanpa balas jasa. Sedangkan basiru adalah kerja sama dan tolong menolong dengan balas jasa yang masing-masing orang yang ikut mendapatka seikat padi atau uang namun mereka harus membawa makan sendiri.
Kerja sama tolong menolong yang sifatnya sosial keagamaan yang tujuannya membantu sanak saudara atau tetangga berlaku di semua daerah. Begitu pula pemberian sumbangan yan mengadakan hajatan di daerah-daerah tertentu namanya berbeda misalnya di Sunda : Penyambung, Bugis : passolok, Jakarta : paketan. Apabila kerjasama ditujukan untuk kepentingan umum yang dipimpin perangkat desa namanya gotong royong.
Kerja sama tolong menolong ini tidak hanya berlaku di acara keagamaan atau dalam pertanian saja tetapi juga dalm kegiatan budaya, misalnya diBali kumpulan keluarga para seniman disebut dadia mereka membuat gamelan dan alat-alat yang menyangkut budaya. Ada juga yang bersifat ketetanggaan disebut seka teruna (Kumpulan pemuda), seka daha (kumpulan gadis ), seka baris (kumpulan penari baris). Selain dibali didaerah lain yan serupa juga ada, di Lampung : mulei mengenai, Batak : naposo bulung, dan sebagainya.
C. Usaha perseorangan
Adapun yang dimaksud usaha perseorangan adalah seperti yang dikatakan Ter Haar “Individuele Crediet Haandelingen”, yang merupakan perbuatan menyerahkan atau mengerjakan sesuatu oleh satu orang yang satu dengan orang yang lain dan berlaku timbal balik. Antara lain yaitu :
1) Beri-memberi
Beri-memberi atau kirim-mengirim berupa uang atau barang bergerak yang terjadi diantara anggota keluarga, tetangga,kaum kerabat, atau teman sejawat bertujuan sebagai “tanda ingat”,”tanda hormat”, “tanda pengikat”(Jawa : paningset), “tanda jadi”(Jawa : Panjer), “tanda pengakuan” (Minahasa: lilikur), “tanda cinta”(Lampung : bejenuk, bekadu), dan sebagainya.
2) Jual beli
Jual beli terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar (Jual tunai), tetapi jika pembayaran dibayar kemudian namanya (jual hutang), jika pembayaran dibayar secara berangsur namanya (jual angsur atau jual kredit), jika barangnya sudah dibayar namun belum diterima namanya (jual pesan), jika barangnya dijual tetapi pembayarannya diangsur pada setiap waktu tertentu sampai lunas (jual sewa), jika barangnya dijual dengan perantara dan perantara memdapat komisi (jual komisi).
3) Pakai memakai atau pinjam meminjam
Pakai memakai inin ada yang berlaku tanpa imbalan dan ada juga yang menggunakan imbalan. Pakai memakai dengan tanpa imbalan namaya pinjam pakai, sedangkan yang dengan balas jasa namanya pinjam sewa, pinjam meminjam yang dengan pertukaran benda namanya pinjam tukar atau tukar pakai.. sedangkan yang dimaksud tukar menukar, jika pertukaran tanpa tambahan namanya tukar guling, jika tambah nilai namaya tukar tambah.
4) Titip menitip
Titip menitip kebanyakan dilakukan terhadap hasil bumi, jika barangnya dititipkan untuk dijual disebut jual titip. Tetapi jika barangnya dititipkan untuk dijual sambil menunggu harga yang baik dinamakan titip tetap, dan apabila barang yang dititipkan itu boleh disewakan namanya titip sewa. Dan sebagainya.
5) Hutang piutang
Biasanya hutang piutang ini hanya berlaku terhadap uang saja. Didalam hukum adat tidak mengenal bunga kelalaian atau bunga pembayaran tidak baik, tetapi mengenak sistem tanggung menanggung, misalnya seseorang ikut menanggung hutang orang lain, atau ikut menanggung dengan jaminan pribadi atau jaminan benda.
6) Kerja mengerjakan
Hubungan kerja mengerjakan sesuatu, ada yang berdasarkan dengan persetujuan pembayaran upah dan ada yang tanpa perjanjian upah tertentu. Hubungan upah mengupah dapat bersifat upah pekerjaan sampai selesai, upah harian, atau dengan upah borongan (dengan pemborong). Keja mengerjakan tanpa upah berlaku dalam hubungan yang bersifat kekeluargaan dimana antara majikan dan pekerja sebagaimana orang tua dengan anaknya.
Kebanyakan dalam pelaksanaan usaha perorangan tersebut terjadi dengan kesepakatan tanpa pembuktian tertulis dan tidak menggunakan saksi-saksi, melainkan berlaku atas dasar saling percaya-mempercayai saja.
D. Hukum tanah
Di beberapa daerah orang yang akan membuka tanah dimulai dengan memberi tanda “mabali” tanda itu biasanya berupa tanda silang atau sebagainya. Dengan member tanda pada tanah itu timbullah hak membuka tanah.
Apabila tanah tersebut dibuka kemudian ditanami pala wija atau yang lainnya maka timbullah hak pakai atau hak mengusahakan tanah. Agar tanah itu menjadi nhak milik tetap, pemilik tanah dapat menanaminya dengan tumbuhan yang keras misalnya pala wija, pohon karet atau sejenisnya sehingga menjadi tanah kebun. Dengan demikian pemilik tetap atas tanah dapat mewariskannya kepada keturunannya atau dapat mentransaksikannya. Jika tanah itu tidak digunakan terus menerus dan kemudian memjadi semak belukar maka kembali menjadi hak ulayat
Didalam hukum adat tanah mempunyai hubungan yang erat dengan pemiliknya karena tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan apapun akan tetap kepada aslanya. Kecuali tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, dan lainnya.
Agar menjadi jelas hukum tanah ini akan dibahas mulai dari hak persekutuan atas tanah sampai kepada hak perorangan atas tanah juga transaksi-transaksi yang menyangkut tanah.
1. Hak persekutuan atas tanah
Hak persekutuan dinamakn oleh prof. mr. R. Supomo menamakannya : hak pertuan.
Hak pertuanan ini berakibat kedalam dan keluar. Berakibat kedalam karena persekutuan sebagai suatu persekutuan yang berati semua warga bersama-sama sebagai satu keseluruhan melakukan hak ulayat atas tanah tersebut. Berakibat keluar karena orang luar persekutuan tidak diperbolehkan memanfaatkan dan mengambil dari hasil tanah tersebut kecuali dengan izin pemmilik persekutuan, jika telah di izinkan maka orang luar harus membayar pancang, uang pemasukan (Aceh), mesi (Jawa).
2. Hak perorangan atas tanah
Hak milik peroranagan atas tanah ini artinya pemilik tanaha berhak sepenuhnya atas tanah yang bersangkutan seperti halnya ia menguasai rumah, ternak, sepeda atau lainnya benda yang menjadi miliknya.
Tanah-tanah ini biasanya berupa sawah atau ladang. Sawah-sawah hak milik seseorang di jawa barat disebut sawah yasa atau sawah pusaka. Mereka yang memiliki tanah sebagai milik tetap dapat mewariskan atau menghibahkannya kepada ahli warisnya.
3. Transaksi – transaksi Tanah
Dalam hukum adat mengenai hukum tanah ini mengenal adanya perpindahan hak milik atau transaksi tanah. Terdapat dua macam yaitu perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum dua pihak.
1. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak
a. Pendirian suatu desa
Sekelompok orang-orang mendiami suatu tempat tertentu dan membuat perkampungan di atas tanah yang telah dibukanya, sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa, dengan tanah tersebut tumbuh suatu hubungan hokum antara desa dan tanah yangdimaksud, tumbuh suatu hak atas tanha itu bagi persekutuan yang sebut hak ulayat.
b. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
Pembukaan lahan ini masih sering dilakukn di daerah pedalaman misalnya di desa Dayak Kalimantan dilakukan oleh warga secara bersama-sama dibawah pimpinan kepala desa atau kepala suku. Jika seseorang itu menemukan tanda larangan diatas tanah bahwa ada seseorang yang telah mendahuluinya untuk membuka tanah itu maka pengolah tanah meminta persetujuan pemerintah desanya, jika diperbolehkan melanjutkan pembukaan tanah barulah ia memulai usahanya. Sejak ia mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa ia telah mendapatkan hak wenang pilih, setelah ia mengolah tanahnya maka diperolehnya hak menarik hasil, jika sudah panen dan masih tetap digunakan kemudian ia mendapatkan hak milik.
Perbuatan yang seperti ini juga dinamakan perbuatan hukum sepihak. Dimana hanya seorang saja yang berhak atas tanah yang dimaksud
2. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak
Hukum tanah mengenal adanya perpindahan hak milik atas tanah. Disini akan dijelaskan bagaimana tanah tersebut dapat berpindah tangan atau hak milik diantaranya melalui Jual lepas, Jual gadai, dan Jual tahunan
a. Jual lepas
Jual lepas adalah dimana terjadi transaksi antara pemilik tanah sebaga penjual kepada orang lain sebagai pembeli dan tanah itu akan menjadi hak miliknya selamanya dengnan pembayaran tunai atau cicilan. Di jawa : adol plas, runtumurun, pati bagor, Kalimantan : menjual jaja, Jambi dan Riau : menjual lepas.
Dalam perjsnjisn jual beli biasanya dilakukan ijab-kabul dan jual beli dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak, pihak pembeli biasanya memberikan “panjer” atau “persekot” sebagai tanda jadi. Jika perjanjian batal karena kesalahan penjual maka penjual mangembalikan panjer dua kali lipat, sebaliknya jika perjanjian batal karena si pembeli maka panjer tidak dikembalikan.
b. Jual gadai atau penggadaian tanah
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan hargatertentu dan dengan haka menebusnya kembali.istilah ini di berbagai daerah berbeda-beda contohnya di Jawa : adol sende, Sunda : ngajual akad, gade. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
Dalam penjualan ini yang dijual bukanlah tanahnya melainkan hak penguasaan tanah, dimana pembeli dapat menggunakan, mengolah tanah itu sesuai keinginannya selama belum ditebus oleh penjual atau penggadai.
Menurut hukum adat pemegang gadai tidak dapat menuntut pemilik tanahh untuk menebus tanah gadainya. Karena jika pemegang gadai membutuhkan uang ia dapat menempuh dua jalan yaitu dengan mengalihkan gadai atau dengan menganakkan gadai.( Prof. H.Hilman Hadikusuma,S.H. 2003 : hal 226 )
Pemegang gadai tidak menjual lepas atau menjual tahunan tanah gadai tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian kedua belah pihak. Sebab kemungkinan tanah itu ditebus kembali oleh penjual gadai atau pemilik asli tanah tersebut. Sebaliknya jika penjual tidak mampu menebus dalam waktu yang ditentukan maka tanah menjadi hak milik pemegang gadai.
c. Jual tahunan atau sewa
Transaksi jual tahunan ialah apabila pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk beberapa waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah uang tunai. Sesudah habis waktu yang ditentukan tanah kembali menjadi hak milik pemilik tanah. Dibeberapa daerah pedesaan orang jawa hal ini dikenal dengan sebutan adol taunan, oyodan, trowongan, kemplongan atau sewa tahunan.
Dalam transaksi ini penyewa berhak mengolah tanah, dan mengambil hasil dari tanah tersebut, akan tetapi dia tidak boleh menjualnya danmenyewakan selanjutnya kepada orang lain tanpa seijin pemilik tanah.
Dikalangan masyarakat luar jawa jual tahunan ini disamakan dengan gadai tanah atau sewa tanah dengan pembayaran dimuka. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
4. Transaksi – transaksi yang menyangkut tanah
Transaksi-transaksi menyangkut tanah berbeda dengan transaksi tanah. Transaksi tanah obyeknya adalah tanah itu sendiri sedangkan transaksi yang menyangkut tanah hanyalah hal-hal yang menyangkut atau didalam transaksi tanah misalnya perjanjian, lampiran-lampiran dari perjanjian pokok. Dalam hal ini akan dibahas yaitu perjanjian bagi hasil atau belah pinang atau maro, perjanjian sewa tanah, prejanjian terpadu, perjanjian semu
1. Perjanjian bagi hasil
Perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah member izin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian, bahwa yang mendapat izin itu harus memberikan sebagian hasil tanahnya. Ada yang di bagi menjadi dua di jawa : maro, Minagkabau : Memperduai, Periangan : Nengah, Sumatra : Perdua, Sulawesi selatan : Tesang, Minahasa : Toyo. Jika hasilnya dibagi menjadi tiga maka disebut pertiga, di Jawa : Mertelu, Periangan : jejuron.
Di jawa dalam suatu perjanjian bagi hasil berlaku ada kebiasaan dalam adat, bahwa permulaan transaksi dibayar srama atau mesi. Srama adalah pemberian uang sekadarnya oleh penggarap kepada pemilik tanah, sedangkan mesi adalah pemberian dari penggarap yang berarti tanda pengakuan kepada pemilik tanah.(Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH, 2003 : 228)
Di Bali dan Sulawesi Selatan transaksi ini kadang digabungkan dengan peminjaman uang tanpa bunga dari pemilik tanah dan penggarap tanah namanya balango di Sulawesi Selatan dan plais di Bali.
Perjanjian ini harus dilakukan dihadapan kepala desa dengan perjanjian tertulis dan disahkanoleh camat.
2. Perjanjian sewa
Perjanjian sewa tanah adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah member izin orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha dengan menerima uang sebagai sewa untuk waktu tertentu.
Dibebeapa daerah untuk transaksi demikian ini, dipergunakan istilah khusus seperti mengasidi : Tapanuli Selatan, sewa bumi : Sumatra Selatan, cukai : Kalimantan, ngupeteni : Bali.
3. Perjanjian terpadu atau perjanjian ganda
Transaksi demikian ini apabila terjadi perpaduan antara dua perjanjian yang berjalan bersama. Misalnya A penerima tanah gadai member ijin kepada B (orang yang menggadaikan tanahnya) untuk mengerjakan tananh itu dengan perjanjian memperduai atau maro. Transaksi seperti ini terdapat dua perjanjian antara jual gadai dan memperduai.
4. Perjanjian semu
Perjanjian ini tidak sesuai dengan perjanjian yang ditulis atau terjadi misalnya perjanjian jual-beli dengan sistem ijon namanya adalah melepas uang di Lampung namanya ngakuk anduk. Misalnya seseorang menjual hasil bumi tetapi hasil bumi tersebut belum diketahui yang uangnya dibayar dahulu sebelum panen dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran.
III. KESIMPULAN
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami paparkan. Pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kemajuan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan-kekurangan. Selanjutnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
V. REFERENSI
Prof. Bushar Muhammad, S.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Paradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 112
Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung 2003. Hal 218
Prof. Dr. R. Van Djik, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cv Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 67
Tidak ada komentar:
Posting Komentar