BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bola voli adalah olahraga permainan yang dimainkan oleh dua grup berlawanan. Masing-masing grup memiliki enam orang pemain. Terdapat pula variasi permainan bola voli pantai yang masing-masing grup hanya memiliki dua orang pemain.
Pendidikan dasar bola voli merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritualsosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
Indonesia mengenal permainan bola voli sejak tahun 1982 pada zaman penjajahan Belanda.Guru-guru pendidikan jasmani didatangkan dari Negeri Belanda untuk mengembangkan olahraga umumnya dan bola voli khususnya.Di samping guru-guru pendidikan jasmani, tentara Belanda banyak andilnya dalam pengembangan permainan bola voli di Indonesia, terutama dengan bermain di asrama-asrama, dilapangan terbuka dan mengadakan pertandingan antar kompeni-kompeni Belandasendiri.
Permainan bola voli di Indonesia sangat pesat di seluruh lapisan mayarakat, sehingga timbul klub-klub di kota besar di seluruh Indonesia. Dengan dasar itulah maka pada tanggal 22 januari 1955 PBVSI (persatuan bola voli seluruh indonesia) didirikan di Jakarta bersamaan dengan kejuaraan nasional yang pertama.
B. Rumusan Masalah
Didalam makalah ini akan dipaparkan oleh penulis bagaimana sistem prtandingan bola voli dan bagaimana tekhnik permainan bola voli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pertandingan Bola Voli
Sistem pertandingan menggunakan sistem setengah kompetisi yang terdiri dari 8 tim dan akan disitribusikan ke dalam 2 (dua) group, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim.
Setiap tim terdiri dari 10 pemain meliputi 6 pemain inti yang bermain di lapangan dan 4 pemain cadangan.
Pergantian pemain inti dan cadangan pada saat pertandingan berlangsung tidak dibatasi.
Pertandingan tidak akan ditunda apabila salah satu atau lebih dari satu anggota tim sedang bermain untuk cabang olahraga yang lain.
Jumlah pemain minimum yang boleh bermain di lapangan adalah 4 orang.
Apabila di lapangan terdapat kurang dari 4 orang, maka tim yang bersangkutan akan dianggap kalah.
Setiap pertandingan berlangsung 3 babak (best of three), kecuali pada 2 babak sudah di pastikan pemenangnya maka babak ke tiga tidak perlu dilaksanakan.
Sistem hitungan yang digunakan adalah 25 rally point. Bila poin peserta seri (24-24) maka pertandingan akan ditambah 2 poin. Peserta yg pertama kali unggul dengan selisih 2 poin akan memenangi pertandingan.
Kemenangan dalam pertandingan penyisihan mendapat nilai 1. Apabila ada dua tim atau lebih mendapat nilai sama, maka penentuan juara group dan runner-up akan dilihat dari kualitas angka pada tiap-tiap set yang dimainkan.
Kesalahan meliputi:
1) Pemain menyentuh net atau melewati garis batas tengah lapangan lawan.
2) Tidak boleh melempar ataupun menangkap bola. Bola volley harus di pantulkan tanpa mengenai dasar lapangan.
3) Bola yang dipantulkan keluar dari lapangan belum dihitung sebagai out sebelum menyentuh permukaan lapangan.
4) Pada sat servis bola yang melewati lapangan dihitung sebagai poin bagi lawan, begitu juga sebaliknya penerima servis lawan yang membuat bola keluar dihitung sebagai poin bagi lawan.
5) Seluruh pemain harus berada di dalam lapangan pada saat serve dilakukan.
6) Pemain melakukan spike di atas lapangan lawan.
7) Seluruh bagian tubuh legal untuk memantulkan bola kecuali dengan cara menendang.
8) Para pemain dan lawan mengenai net 2 kali pada saat memainkan bola dihitung sebagai double faults.
Setiap team diwajibkan bertukar sisi lapangan pada saat setiap babak berakir. Dan apabila dilakukan babak penetuan (set ke 3) maka tim yang memiliki nilai terendah boleh meminta bertukar lapangan sesaat setelah tim lawan mencapai angka 13.
Time out dilakukan hanya 1 kali dalam setiap babak dan berlangsung hanya 1 menit.
Diluar dari aturan yang tertera disini, peraturan permainan mengikuti peraturan international.
Sistem pertandingan menggunakan sistem setengah kompetisi yang terdiri dari 8 tim dan akan disitribusikan ke dalam 2 (dua) group, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim.
B. Tekhnik Permainan Bola Voli
1. Service
Servis pada jaman sekarang bukan lagi sebagai awal dari suatu permainan atau sekedar menyajikan bola, tetapi sebagai suatu serangan pertama bagi regu yang melakukan servis. Servis terdiri dari servis tangan bawah dan servis tangan atas. Servis tangan atas dibedakan lagi atas tennis servis, floating dan cekis.
Service ada beberapa macam:
Service atas adalah service dengan awalan melemparkan bola ke atas seperlunya. Kemudian Server melompat untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari atas.
Service bawah adalah service dengan awalan bola berada di tangan yang tidak memukul bola. Tangan yang memukul bola bersiap dari belakang badan untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari bawah.
Service mengapung adalah service atas dengan awalan dan cara memukul yang hampir sama. Awalan service mengapung adalah melemparkan bola ke atas namun tidak terlalu tinggi (tidak terlalu tinggi dari kepala). Tangan yang akan memukul bola bersiap di dekat bola dengan ayunan yang sangat pendek.
Yang perlu diperhatikan dalam service
Sikap badan dan pandangan
Lambung keatas harus sesuai dengan kebutuhan.
Saat kapan harus memukul Bola.
Service dilakukan untuk mengawali suatu pertandingan voli
2. Passing
Passing Bawah (Pukulan/pengambilan tangan kebawah)
Sikap badan jongkok, lutut agak ditekuk.
tangan dirapatkan, satu dengan yang lain dirapatkan.
Gerakan tangan disesuaikan dengan keras/lemahnya kecepatan bola.
Passing Keatas (Pukulan/pengambilan tangan keatas)
Sikap badan jongkok, lutut agak ditekuk.
Badan sedikit condong kemuka, siku ditekuk jari-jari terbuka membentuk lengkungan setengah bola.
Ibu jari dan jari saling berdekatan membentuk segitiga.
Penyentuhan pada semua jari-jari dan gerakannya meluruskan kedua tangan
3. Smash (spike)
Dengan membentuk serangan pukulan yang keras waktu bola berada diatas jaring, untuk dimasukkan ke daerah lawan. Untuk melakukan dengan baik perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: awalan, tolakan, pukulan, dan pendaratan. Teknik smash Menurut Muhajir Teknik dalam permainan bola voli dapat diartikan sebagai cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku untuk mencapai suatu hasil yang optimal (2006,23). Menurut pendapat M. Mariyanto mengemukakan bahwa : “ Smash adalah suatu pukulan yang kuat dimana tangan kontak dengan bola secara penuh pada bagian atas , sehingga jalannya bola terjal dengan kecepatan yang tinggi, apabila pukulan bola lebih tinggi berada diatas net , maka bola dapat dipukul tajam ke bawah .” (2006 : 128 ) Menurut Iwan Kristianto mengemukakan bahwa , Smash adalah pukulan keras yang biasanya mematikan karena bola sulit diterima atau dikembalikan . “ (2003 : 143 ) . Spike adalah merupakan bentuk serangan yang paling banyak digunakan untuk menyerang dalam upaya memperoleh nilai suatu tim dalam permainan voli . Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Teknik Smash atau spike adalah cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan untuk mencapai pukulan keras yang biasanya mematikan ke daerah lawan. Tes smash Menurut Sandika mengemukakan bahwa tes smash adalah tolok ukur untuk mengukur kemampuan smash.
4. Membendung (blocking)
Dengan daya upaya di dekat jaring untuk mencoba menahan/menghalangi bola yang datang dari daerah lawan. Sikap memblok yang benar adalah:
Jongkok, bersiap untuk melompat.
Lompat dengan kedua tangan rapat dan lurus ke atas.
Saat mendarat hendaknya langsung menyingkir dan memberi kesempatan pada kawan satu regu untuk bergantian memblok.
5. Kedudukan pemain (posisi pemain)
Pada waktu service kedua regu harus berada dalam lapangan / didaerahnya masing-masing dalam 2 deret kesamping. Tiga deret ada di depan dan tiga deret ada di belakang. Pemain nomor satu dinamakan server, pemain kedua dinamakan spiker, pemain ketiga dinamakan set upper atau tosser,pemain nomor empat dinamakan blocker, pemain nomor lima dan enam dinamakan libero
C. Lapangan permainan
Ukuran lapangan bola voli
Ukuran lapangan bola voli yang umum adalah berukuran 9 meter x 18 meter. Ukuran tinggi net putra 2.43 meter dan untuk net putri 2.24 meter. Garis batas penyerangan untuk pemain belakang, jarak 3 meter dari garis tengah ( sejajar dengan net ). Untuk ukuran garis tepi lapangan adalah 5 cm
BAB III
PENTUP
A. Simpulan
Bola voli adalah olahraga permainan yang dimainkan oleh dua grup berlawanan. Masing-masing grup memiliki enam orang pemain. Terdapat pula variasi permainan bola voli pantai yang masing-masing grup hanya memiliki dua orang pemain.
Permainan bola voli terdiri dari sistem pertandingan dan tekhnik permainan bola voli. Sistem pertandingan menggunakan sistem setengah kompetisi yang terdiri dari 8 tim dan akan disitribusikan ke dalam 2 (dua) group, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim. Sedangkan tekhnik bola voli terdiri dari service, passing, smash, dan blocking.
B. Penutup
Semoga makalah ini sangat bermanfaat bagi para pembaca sekalian dan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam memberi pengajaran kepada para peserta didik sekaligus dapat membangun Indonesia yang tangguh dibidang ke Olahragaan terutama dibidang olahraga Bola voli.
Kamis, 16 Desember 2010
Sabtu, 11 Desember 2010
perceraian menurut hukum islam
PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1/1974
A. Pengertian
Perceraian menurut bahasa berasal dari kata dasar cerai yang berarti pisah, kemudian mendapat awalan per yang berfungsi penbentuk kata benda abstrak kemudian menjadi perceraian yang berarti hasil dari perbuatan cerai.
Perceraian dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian perkataan ini di jadikan istilah oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara suami istri.
Sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya.
Diantara para ulama’ ada yang member pengertian talaq ialah melepaskan ikatan nikah pada waktu sekarang dan yang akan datang dengan lafadz talaq atau denan lafadz yang semakna dengan itu.
Dalam istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah umum dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segla bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkanoleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinyaatau perceraian karena meninggalkan salah satupihak. Talaq dalam arti khusu ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.
Al Jaziri memberiakn definisi talaq sebagai berikut ;
الطلاق إن ألة النكاح أونقصان حاله بلفظ مخصوص
As Sayid Sabiq memberikan definisi talaq sebagai berikut ;
حل رابطة الزواج وإنها إلعلا قة الزوجية
Sedangkan Abu Zakaria memberikan definisi talak sebagai berikut
حل عقد النكاح بلفظ الطلاق ونحوه
Sebagaimana tersebut diatas talak mempunyai arti umum dan khusus, dan arti uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud mentalak atau menceraikan istri adalah melepaskan istri dari ikatan perkawinan yang mempunyai masa tunggu tertentu apabila dalam masa tunggu itu si suami tidak merujuknya sehingga habis masa iddahnya maka tidak halal lagi hubungan suami istri kecuali dengan akad nikah baru.
Jadi perceraian itu putusnya ikatan perkawinan akibat kesengajaan yang disengaja oleh suami atau istri dengan sadar atau tidak terpaksa. Dengan demikian kesimpulannya penyusun memakai kata perceraian disini dalam pengertian itu cerai talak dan cerai gugat dimana hal ini menjadi pembahasan selanjutnya.
Salah satu prinsip dalam hukum Perkawinan Nasional yang seirama dengan ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian ( cerai hidup ), karena perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera akibat perbuatan manusia yaitu menikah. Lain halnya terjadi putus perkawinan karena kematian yang merupakan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dielakkan manusia.
Didalam pasal (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, disebutkan bahwa :
Perkawina adalah ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi menurut perundangan perkawinan itu ialah ikatan antar seorang pria dengan wanita, berarti perkawinan itu sama dengan perikatan (verbindtenis).
Maka dapat disimpulkan dengan perkataan perkawinan adalah hubungan yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan yang diakui oleh negara dan berlangsung untuk selamanya, selama mereka masih hidup.
Dengan perkataan lain bawa pemutusan perkawinan adalah sesuatu yang tidak diinginkan terjadi apabila tidak ada alas an-alasan yang mendukung terjadinya perpisahan dalam perkawinan itu sendiribulanlah semata-mata sekedar hubungan suami istri tetapi juga merupakan hubungan keluarga pihak iistri dan hubugan keluarga pihak suami.
Maka jelaslah ynag tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 th 1974 pasal 1, pada prinsipnya mempersukar terjadinya serta melarang terjadinya perceraian. Didalam pasal 39 (2) Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahawa, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup sebagai suami istri. Konsekuensi logisnya perceraian bisa terjadi apabila dengan usaha dan upaya untuk mendamaikan keduanya tidak tercapai maka jalan perceraianlah yang paling baik dan dpat ditempuh dalam suatu penyelesaian perselisihan yang dapat menyelamatkan suatu perkawinan maka alternative tersebut dimungkinkan.
Salah satu tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah menegakkan agama, untuk mendapatkan keturunan, untuk mencegah terjadinya perzinaan, maksiat dan untuk membina rumah tangga yang damai dan tentram.antara lain seperti yang tercantum dalam firman Allah ;
رقصقغفتثلاءلايغ>>>>>>>>>
Selain itu langgengnya perkawinan juga merupakan suatu tujuan yang diinginkan oleh Islam. Perkawinan dimaksud untuk mengembangkan manusia sebagai kholifah dan hamba Allah dimuka bumi agar suami istri bersam-sama dapat mewujudkan rumah tangga yang bahagia, tempat peristirahatan jasmani dan rohani karena dalam perkawinan akan tercipta sebuah ketenangan bagi keduanya sehingga dapat membentuk kehidupan baru dlam sebuah generasi yang baru pula.
Perkawinan dapat menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral, Karena dengan perkawinanlah masyarakat akan mampu mengamankan individu dari kejahatan sosial karena tabiat manusia dengan lawan jenis telah tersalurkan melalui jalan perkawinan dan ikatan yang halal. Hal ini sesuai dengan sabda Rasululah SAW :
يسيبلالبسشسيبليسشسيبللبيسيبلالبيسضصثقفغعءؤرلاىةنمكجطحكمز
Begitu pula syari’at Islam sangant memperhatikan tujuan utama perkawinan yaitu stabilitas dan kontinuitas kehidupan suami istri. Akad nikah (perkawinan) dimaksudkan un tuk selama-lamanya agar suami menjadi kepala ruamh tangga untuk naungan kasih sayang sebagai tempat berteduh yang nyaman dan tetap agar keduanya dapat menciptakan iklim rumah tangga yang memungkinkan terwujud dan terpeliharanya anak-anak dan keturunan sebaik-baiknya.
Demikian agung tujuan perkawinan itu maka disyari’atkan menjadi pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh sebagaimana al Qur’an member istilah itu dengan istilah pertalian yang kokoh.
Dengan demikian suami istri wajib menjaga terpeliharanya tali suciperkawinan yang merupakan wadah untuk memperoleh keturuna biologis yang halal dan suci maka tidak patut suami berusaha memutus tali ikatan perkawinan, meski suami oleh hukum islam diberi ak untuk menjatuhkan talak bukan berarti boleh menggunakan hak dengan sewenang-wenang apabila menjatuhkan talak tanpa alas an dan sebab yang dibenarkan, sebagai mana tercantum dalam firman Allah :
لسبس
Dalam ketidak stabilan hubungan suami istri kadang-kadang karena keadaan atau kelakuan istri dan adakalanya timbul dari pihak suami, sedang istri tidak punya hak apapun tentang pemisahan perkawinan itu, maka demi keadilan isrti diberi hak khulu’ dan gugat cerai untuk menghindarkan hal-hal yang merugikan bahkan membahayakan dirinya yang datang dari pihak suaminya dan tentu saja dengan alas an yang sah. Dengan memperhatikan uraian diatas yaitu denga adanya beberapa sebab dan kondisi suami istri maka menimbukkan beberapa hukum perceraian.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukum asal perceraian, jumlah hukum dan alas an-alasan tertentu yang digunakan sebagai alas an perceraian. Di kalangan ulama Hanafiah ada dua pendapat mengenai hukum asal perceraian :
1. Jaiz, pandanagn ini dianggap lemah
2. Makruh tahrim, dikatakan bahwa ini adlah hukum yang benar.
Ulama maliki berpendapat, sesungguhnya hukum perceraian adalah makruh dan hukumnya haram apabila perceraian itu mengakibatkan perbuatan zina.
Sebagaimana didalam hadis juga menerangkan adanya laranagn dalam memutuskan tali perkawinan tersebut :
سيبلبيسشهثخغلالقرفص
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa sejauh penghargaan dan penyucian Islam terhadap sebuah perkawinan, serta tingkat kesungguhannya dalam menjauhkan ikatan tersebut dari segala sesuatu yang dapat merusaknya. Kadang-kadang diketahui bersama kadang dalam mengarungi kehidupan rumah tangga adalah wajar apabila tidak selamanya seperti yang diidamkan, kadang-kadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak dibayangkan sebelumnya. Misalnya pasangan suami istri yang sangat mengharapkan kehadiran seorang anak dalam perkawinannya, namun slah satu pihak suami atau istri ternyata mandul, terkadang pasangan suami istri tersebut dapat menerima kenyataan pasangannya yang mandul, tetapi ada juga yang tidak bia menerima akhirnya timbul percekcokan yang terus menerus dan sangant sulit dihindari. Dalam keadaan yang seperti ini kadang-kadang juga sampai berlarut-larut dan sulit untuk diatasi, ditakutkan perselisihan suami istri akan mengakibatkan permusuhan antara keluarga kedua belah pihak. Dengan demikian maka jalan satu-satunya untuk menciptakan kemaslahatan, Islam mensyari’atkan perceraiansebagai alternative terakhir.
Walaupun Islam menganjurkan perceraian bukan berarti boleh melakukan perceraian dengan semaunya, akan tetapi harus ada alas an-alaan yang sah dan dapat dibenarkan oleh syari’at Islam. Dari jenis alasan-alasan itu maka dijadikannya hukum perceraian itu berbeda-beda. Tentang hukum perceraian ini dapat digolongkan menjadi empat golongan:
1. Golongan yang menyatakan hukum asal perceraian itu makruh atau mendekati makruh. Pendapat ini dilegimitasi oleh Maliki.
2. Golongan yang menyatakan bahwa hukum asal perceraian dikategorikan sebagai jaiz dan haram, yaitu boleh dan terlarang. Pendapat ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi.
3. Gplongan yang menyatakan bahwa hukum asala perceraian adalah antara terlarang dan makruh. Pendapat ini dikemukan oleh al Kasani.
4. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa hukum asal perceraian adalah mubah.
Sedangkan apabila dilihat dari sudut latar belakang munculnya talak, maka talak terbagi dalam lima kategori :
1. Talak Wajib
Yakni talak yang dijatukan oleh hakam (penengah) karena perpecahan anatara suami istri yang sudah hebat, maka hakam berpendapat bahwa hanya talak yang merupakan jalan satu-satunya jalan untuk menghentikan adanya perpecahan itu.
2. Talak haram
Yakni apabial talak merugikan suami istri, dan apabila perbuatan talak itu tidak ada kemaslahatan yang hendak dicapai.
3. Talak sunnah
Yakni apabila talak dilakukan karena salah satu pihak melalaikan atau mengabaikan kewajiban untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa dan lain sebagainnya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istrinya menjalankan kewajiban tersebut atau istri tidak punya rasa malu.
4. Talak mubah
Karena adanya suatu sebab istri tidak dapat menjaga diri dan harta suaminya dikala tidak ada suaminya atau karena istri tidak baik akhlak dan budipekertinya.
5. Talak makruh
Yakni talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang saleh atau yang berbudi mulia.
B. Alasan Perceraian Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No 1/197
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat di ambil kesimpulam bahwa perceraian itu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang atau tanpa alas an yang kuat dan sah. Islam membolehkan perceraian dengan cara yang baik (ihsan) sebagaimana firman Allah :
ةىالثبسفثارصلاىتاثسلاصلثلبشاش
Al Qur’an tidak memberikan alasan perceraian secara rinci, ia hanya mengemukakan bahwa perkawinan bertujuan untuk membina hubungan suami istri dengan cinta kasih dan kebahagiaan. sedang kemadharatan atau masaqah merupakan kebolehan berpisah. hal ini ditandaskan oleh Jamil Latif yang mengemukakan tentang perceraian :
Al-Qur’an tidak member sesuatu ketentuan yang mengharuskan suami untuk mengemukakan suatu alas an untuk mempergunakan hanya menjatuhkan talak kepada istrinya, namun suatu alas an yang mungkin dikemukakan suami untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.
kepentingan adanya alasan yang kuat dan sah dalam perceraian tercermin pula dalam hadis nabi :
نتالبيسشسيبلاتعغفقبرلاالبر
As Sayyid Sabiq menyatakan :
هعغفبقيسشءؤرلايءسءئال
Sementara itu prof. Subekti berpendapat :
Undang-undang tidak membenarkan perceraian dengan jalan kemufakatan saja antara suami istri, tetapi harus ada alas an yang sah.
Adapun menurut KUH Perdata pasal 208 disebutkan bahwa perceraian tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. dasar-dasar yang berakibat perceraian perkawinan adalah sebagai berikut :
1. zina
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk
3. dikenakan penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi setelah dilangsungkan perkawinan.
4. pencederaan berat atau penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang suami atau istri terhadap orang lainnya sedemimian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mendatangkan luka-luka yang membahayakan.
Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Adapun alasan-alasan bagi suami untuk sampai pada ucapan talak adalah dikarenakan istri berbuat zina, nusyuz (suka kelaur rumah yang mencurigakan), suka mabuk, berjudi dan atau berbuat sesuatu yang ketentraman dalam rumah tangga atau sebab-sebab lain yang tidak memungkinkan pembinaan rumah tangga yang rukun dan damai.
Sementara itu alasan perceraian dapat ditemukan pula secara rinci dalam Undang-undang Perkawinan Indonesia no 1/1974. Kitab tersebut merupakan kompilasi pendapat para ulama yang sudah diakui oleh badan yang berwenang, begitu juga dengan PP Nomor 9 tahun 1975, dalam pasal 19 dikatakan bahwa perceaian dapat terjadi karena alas an-alasan sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya dan sukar di sembuhkan
2. Salah satu pihak meningalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau hal lain Karen adi luar kemampuannya
3. Salah satu puhak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat atau kekejaman yang membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihka mendapatkan ccad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri
6. Anatara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi berumah tangga.
Selain itu menurut Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen ( pasal 52 HOCI ) alas an-alasan adalah sebagai berikut :
1. zina
2. Meninggalkan istri atau suami dengan maksud jahat
3. Salah satu pihak dihukum dua tahaun atau lebih
4. penganiayaan salah satu pihak terhadap pihak lain sehingga membahayakan jiwa atau luka yang berbahaya.
5. cacad tubuh tau penyakit yang terjadi setelah perkawinan sehingga perkawinan itu tidak bermanfaat.
6. percekcokan terus menerus antara suami istri
Setelah membandingkan alasan-alasan tersebut diatas rupanya pasal 52 HOCI lah yang diambil oleh pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Pasal tersebut mungkin dipandang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia disbanding dengan pasal 209 BW. Selanjutnya menurut pasal 39 UU No. 1 tahun 1974, alasan-alasan perceraian tersebut haruslah bermuara pada ketidak mungkinan pasangan suami istri hidup bersama dalam satu rumah tangga. Terlepas dari penilaian apakah perceraian itu baik atau buruk, hal itu bagi hukum tidaklah begitu relevan untuk dipermasalahkan. akan tetapi semua aturan perceraian merupakan suatu tindakan yang kurang bijaksana. Oleh karena itu diberi penekanan agar pengadilan mendamaikan terlebih dahulu keduanya.
Kalau dilihat dari alasan-alasan perceraian seperti yang telah ditetapkan dalam PP. No. 9 Tahun 1974 didalamnya tidak disebutkan secara khusus adanya perceraian karena alas an tidak mempunyai keturunan. Akan tetapi kalau dilihat lebih jauh terutama dalam point (e) atau point ke (5) yang menyebutkan bahawa :
Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami atau istri.
Menurut asumsi penyusun tidak mempunyai keturunan merupakan suatu bukti ketidak mampuan suami atau istri untuk menjalankan fungsi dan kewajiban secara penuh.
Tanpa hadirnya seorang anak dalam rumah tangga akan mempengaruhi kebahagian dan keharmonisan keluarga tersbut. Anak merupakan tumpah kasih sayang suami istri dalam rumah tangga. Dalam kurun waktu tertentu suami istri mengharapakan hadirnya seorang anak dan ternyata mereka itu mandul, maka kondisi demikian akan mengakibatkan percekcokkan terus menerus dan goncangan jiwa bagi pasangan suami istri tersebut.
Pasangan suami istri dikatakan mandul apabila dalam waktu satu tahun atau lebih ia belum juga hamil, padahal apasangan suami istri tersebut mampu bersengggama dengan teratur dan tidak menggunakan alat kontarasepsi.
WHO memberiakn definisi infertilitas atau mandul sebagai berikut :
1. Infertilitas primer
pasangan suami istri belum pernah hamil meskipun senggama dilakukan tanpa perlindungan apapun untuk waktu sekurang-kurangnya 12 bulan
2. Infertilitas sekunder
pasangan suami istri pernah hamil tetapi kemudian tidak mampu hamil lagi dalam waktu 12 bulan meskipun senggama yang dilakukan tanpa perlindunganapapun.
3. Kehamilan-terbuang
pasangan suami istri mampu menjadi hamil tetapi tidak mampu menghasilkan kelahiran hidup-aterm ( termasuk didalamnya abortus spontan pada tiap saat dari kehamilan dan kelahiaran mati ).
4. Sub-fertilitas : sub-fekunditas
kesukaran untuk menjadi hamil yang mungkin disebabkan fekunditas yang menurun dari pasangan suami istri
5. Sterilita
ketidak mampuan yang lengkap dan permanen untuk menjadi hamil atau menghamili, meskipun telah diberikan terapi.
6. Tanpa anak
pasangan suami istri tidak pernah menghasilkan anak. dalam hal ini dimaksudkan ketidak mampuan istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup atau ketidak mampuan suami untuk menghamili istrinya.
Kalau sudah ada tanda-tanda demikian, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh pasangan suami istri tersebut segera menghubungi dokter ahli untuk berkonsultasi. Apabila permasalah tersebut tidak segera diatasi maka suasana damai dan sejahtera didalam rumah tangga tidak dapat ditemui lagi.
Timbulnya pertengkaran ini terkadang karena mandul, impoten, penyakit sosial, penyakit seksual, perbedaan tabiat dan tingkah laku atau akhlak kedua belah pihak sekalipun sewaktu meminang masing-masing telah berusaha sekuat tenaga untuk saling mengenal. Sering juga terjadinya tingkah laku tersebut karena situasi kondisi dan juga lingkungan.
Jika di lihat dalam PP No. 9 tahun 1975, pada pasal 19 poin (f) atau poin ke (6) disebutkan bahwa :
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Degan demikian pertengkaran-pertengkaran tersebut dapat dipakai untuk melengkapi alasan-alasan dalam mengajukan gugatan perceraian. Lebih jauh daripada itu setelah melihat kasus yang terjadi tersebut diataas adanya pertebgkaran karena ada efek psikologis dari tidak mempunyai keturunan, maka tidak mempunyai keturunan boleh dijadikan alas an perceraian sebab impotensi juga termasuk didalamnya.
C. Proses Terjadinya Perceraian Menurut UU No. 1 / 1974
Pada prinsipnya jaran Islam maupun hokum perkawinan nasional terdapat adanya suatu persamaan pandangan mengenai perceraian. Baik dalam hokum Islam maupun hokum perkawinan nasional sama-sama membenci terjadinya perceraian ( cerai hidup ). Kalau ditinjau dari tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yagn Maha Esa. Degan demikian perceraian merupakan kegagalan dalam mewujudkan cita-cita dalam berumah tangga tersebut.
Apabila dilihat dari tujuan yangsakral danagung tersebut, maka secara moral semua yang telah menikah mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan perkawinan dari kehancuran. Akan tetapi kesadaran yang demikian belum tentu dimiliki oleh semua pasangan suami istri sehingga masih banyak dari mereka yang menggunakan jalan perceraian dalam mengatasi masalah keluarga.
Dengan melihat kondisi masyarakat yang demikian maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk membentuk suatu aturan gar percerain dapat ditekan bahkan kalau mungkin dihindarkan sama sekali. Usaha-usaha tersebut dapat dilihat dari terbentuknya :
a. Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974
b. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
c. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983
Dengan terbentuknya UU Nomor 1 tahun 1974 maka segala permasalahan yang berkaitan dengan pernikahan harus dapat dipertanggung jawabkan dengan undang-undang terebut beserta peraturan-peraturan lain yang mendukungnya. Sebenarnya pemerintah juga menyadari bahwa pernikan dan perceraian adalah permasalahan pribadi, baik yang menyangkutkehendak bersama atau sepihak (perceraian). Akan tetapi pemerintah memandang perlu ikut campur tangan agar hubungan di antara keduanya mendapat kepastian hukum.
Berkenaan dengan maalah perceraian dalam UU No.1 tahun 1974 telah diatur sebagai berikut:
Pasal 38 :
Perkawinan dapat putus karena
a) Kematian
b) Perceraian dan
c) Atas keputusan pengadilan
Putusnya perkawinan karena kematian dari salah satu pihak tidak akan menimbulkan permasalahan, karena kematian sendiri bukan atas kehendak. Namun putusnya perkawinan karena perceraian maupun keputusan pengadilan perlu diatur lebih lanjut.
Pasal 39 ayat 1 :
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan yang bersangkutan dan berusaha dan tidakberhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian yang harus melalui sidang pengadilan mempunyai dampak yang positif bagi umat Islam. Memang syari’at Islam tidak menentukan bahwa kalau perceraian harus di depan sidang pengadilan. Namun karena hal ini lebih banyak mendatangkan keutamaan maka umat Islam wajib mengikutinya.
Meskipun undang-undang perkawinan mengatur adanya perceraian, namun apabila dipelajari dengan seksama dan sungguh-sungguh di dalamnya tersirat adanya suatu pesan perceraian tersebut merupkan suatu kegagalan dalam upaya untuk mendapatkan kebahagiaan. Untuk menghindarkan kesalah pahaman terhadap Undang-undang No.1 tahun 1974, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama telah membentuk suatubadan yang disebut BPPPP ( Badan Penasiahat Perkawinan dan Pencegahan Perceraian ). Badan tersebut berusaha mengharmoniskan hubungan antara suami dan istri agar suami tidak dengan mudah menjatuhkan talak dan istripun tidak mudahmintai cerai.
Dalam hal tata cara perceraian undang-undang tersebut menyebutkan :
Pasal 39 pasal 3
Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 40
1. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan
2. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peratursn perundang-undangan tersendiri.
Kalau melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur adanya perceraian, maka disini dpat ditarik kesimpulan bahwa perceraiann itu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Perceraian karena talak
b. Perceraian karena gugat
ad.a Perceraian karena talak, yang disebut perceraian karena talak ialah suatu bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami setelah mendapat keputusan hakim. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
Pasal 14 :
Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat ke pengadilan tempat tinggalnya, yangberisi pemberitahuan bahea ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 15 :
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud percerian itu.
Pasal 16 :
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud pasal 14 apabila terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud PP pasal 19 dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dlam rumah tangga.
Pasal 17 :
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian. Surat iru dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempatperceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatn perceraian.
Pasal 18 :
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan.
DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1/1974
A. Pengertian
Perceraian menurut bahasa berasal dari kata dasar cerai yang berarti pisah, kemudian mendapat awalan per yang berfungsi penbentuk kata benda abstrak kemudian menjadi perceraian yang berarti hasil dari perbuatan cerai.
Perceraian dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian perkataan ini di jadikan istilah oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara suami istri.
Sedangkan menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya.
Diantara para ulama’ ada yang member pengertian talaq ialah melepaskan ikatan nikah pada waktu sekarang dan yang akan datang dengan lafadz talaq atau denan lafadz yang semakna dengan itu.
Dalam istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah umum dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segla bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkanoleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinyaatau perceraian karena meninggalkan salah satupihak. Talaq dalam arti khusu ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.
Al Jaziri memberiakn definisi talaq sebagai berikut ;
الطلاق إن ألة النكاح أونقصان حاله بلفظ مخصوص
As Sayid Sabiq memberikan definisi talaq sebagai berikut ;
حل رابطة الزواج وإنها إلعلا قة الزوجية
Sedangkan Abu Zakaria memberikan definisi talak sebagai berikut
حل عقد النكاح بلفظ الطلاق ونحوه
Sebagaimana tersebut diatas talak mempunyai arti umum dan khusus, dan arti uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud mentalak atau menceraikan istri adalah melepaskan istri dari ikatan perkawinan yang mempunyai masa tunggu tertentu apabila dalam masa tunggu itu si suami tidak merujuknya sehingga habis masa iddahnya maka tidak halal lagi hubungan suami istri kecuali dengan akad nikah baru.
Jadi perceraian itu putusnya ikatan perkawinan akibat kesengajaan yang disengaja oleh suami atau istri dengan sadar atau tidak terpaksa. Dengan demikian kesimpulannya penyusun memakai kata perceraian disini dalam pengertian itu cerai talak dan cerai gugat dimana hal ini menjadi pembahasan selanjutnya.
Salah satu prinsip dalam hukum Perkawinan Nasional yang seirama dengan ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian ( cerai hidup ), karena perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera akibat perbuatan manusia yaitu menikah. Lain halnya terjadi putus perkawinan karena kematian yang merupakan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dielakkan manusia.
Didalam pasal (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, disebutkan bahwa :
Perkawina adalah ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi menurut perundangan perkawinan itu ialah ikatan antar seorang pria dengan wanita, berarti perkawinan itu sama dengan perikatan (verbindtenis).
Maka dapat disimpulkan dengan perkataan perkawinan adalah hubungan yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan yang diakui oleh negara dan berlangsung untuk selamanya, selama mereka masih hidup.
Dengan perkataan lain bawa pemutusan perkawinan adalah sesuatu yang tidak diinginkan terjadi apabila tidak ada alas an-alasan yang mendukung terjadinya perpisahan dalam perkawinan itu sendiribulanlah semata-mata sekedar hubungan suami istri tetapi juga merupakan hubungan keluarga pihak iistri dan hubugan keluarga pihak suami.
Maka jelaslah ynag tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 th 1974 pasal 1, pada prinsipnya mempersukar terjadinya serta melarang terjadinya perceraian. Didalam pasal 39 (2) Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahawa, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup sebagai suami istri. Konsekuensi logisnya perceraian bisa terjadi apabila dengan usaha dan upaya untuk mendamaikan keduanya tidak tercapai maka jalan perceraianlah yang paling baik dan dpat ditempuh dalam suatu penyelesaian perselisihan yang dapat menyelamatkan suatu perkawinan maka alternative tersebut dimungkinkan.
Salah satu tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah menegakkan agama, untuk mendapatkan keturunan, untuk mencegah terjadinya perzinaan, maksiat dan untuk membina rumah tangga yang damai dan tentram.antara lain seperti yang tercantum dalam firman Allah ;
رقصقغفتثلاءلايغ>>>>>>>>>
Selain itu langgengnya perkawinan juga merupakan suatu tujuan yang diinginkan oleh Islam. Perkawinan dimaksud untuk mengembangkan manusia sebagai kholifah dan hamba Allah dimuka bumi agar suami istri bersam-sama dapat mewujudkan rumah tangga yang bahagia, tempat peristirahatan jasmani dan rohani karena dalam perkawinan akan tercipta sebuah ketenangan bagi keduanya sehingga dapat membentuk kehidupan baru dlam sebuah generasi yang baru pula.
Perkawinan dapat menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral, Karena dengan perkawinanlah masyarakat akan mampu mengamankan individu dari kejahatan sosial karena tabiat manusia dengan lawan jenis telah tersalurkan melalui jalan perkawinan dan ikatan yang halal. Hal ini sesuai dengan sabda Rasululah SAW :
يسيبلالبسشسيبليسشسيبللبيسيبلالبيسضصثقفغعءؤرلاىةنمكجطحكمز
Begitu pula syari’at Islam sangant memperhatikan tujuan utama perkawinan yaitu stabilitas dan kontinuitas kehidupan suami istri. Akad nikah (perkawinan) dimaksudkan un tuk selama-lamanya agar suami menjadi kepala ruamh tangga untuk naungan kasih sayang sebagai tempat berteduh yang nyaman dan tetap agar keduanya dapat menciptakan iklim rumah tangga yang memungkinkan terwujud dan terpeliharanya anak-anak dan keturunan sebaik-baiknya.
Demikian agung tujuan perkawinan itu maka disyari’atkan menjadi pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh sebagaimana al Qur’an member istilah itu dengan istilah pertalian yang kokoh.
Dengan demikian suami istri wajib menjaga terpeliharanya tali suciperkawinan yang merupakan wadah untuk memperoleh keturuna biologis yang halal dan suci maka tidak patut suami berusaha memutus tali ikatan perkawinan, meski suami oleh hukum islam diberi ak untuk menjatuhkan talak bukan berarti boleh menggunakan hak dengan sewenang-wenang apabila menjatuhkan talak tanpa alas an dan sebab yang dibenarkan, sebagai mana tercantum dalam firman Allah :
لسبس
Dalam ketidak stabilan hubungan suami istri kadang-kadang karena keadaan atau kelakuan istri dan adakalanya timbul dari pihak suami, sedang istri tidak punya hak apapun tentang pemisahan perkawinan itu, maka demi keadilan isrti diberi hak khulu’ dan gugat cerai untuk menghindarkan hal-hal yang merugikan bahkan membahayakan dirinya yang datang dari pihak suaminya dan tentu saja dengan alas an yang sah. Dengan memperhatikan uraian diatas yaitu denga adanya beberapa sebab dan kondisi suami istri maka menimbukkan beberapa hukum perceraian.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukum asal perceraian, jumlah hukum dan alas an-alasan tertentu yang digunakan sebagai alas an perceraian. Di kalangan ulama Hanafiah ada dua pendapat mengenai hukum asal perceraian :
1. Jaiz, pandanagn ini dianggap lemah
2. Makruh tahrim, dikatakan bahwa ini adlah hukum yang benar.
Ulama maliki berpendapat, sesungguhnya hukum perceraian adalah makruh dan hukumnya haram apabila perceraian itu mengakibatkan perbuatan zina.
Sebagaimana didalam hadis juga menerangkan adanya laranagn dalam memutuskan tali perkawinan tersebut :
سيبلبيسشهثخغلالقرفص
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa sejauh penghargaan dan penyucian Islam terhadap sebuah perkawinan, serta tingkat kesungguhannya dalam menjauhkan ikatan tersebut dari segala sesuatu yang dapat merusaknya. Kadang-kadang diketahui bersama kadang dalam mengarungi kehidupan rumah tangga adalah wajar apabila tidak selamanya seperti yang diidamkan, kadang-kadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak dibayangkan sebelumnya. Misalnya pasangan suami istri yang sangat mengharapkan kehadiran seorang anak dalam perkawinannya, namun slah satu pihak suami atau istri ternyata mandul, terkadang pasangan suami istri tersebut dapat menerima kenyataan pasangannya yang mandul, tetapi ada juga yang tidak bia menerima akhirnya timbul percekcokan yang terus menerus dan sangant sulit dihindari. Dalam keadaan yang seperti ini kadang-kadang juga sampai berlarut-larut dan sulit untuk diatasi, ditakutkan perselisihan suami istri akan mengakibatkan permusuhan antara keluarga kedua belah pihak. Dengan demikian maka jalan satu-satunya untuk menciptakan kemaslahatan, Islam mensyari’atkan perceraiansebagai alternative terakhir.
Walaupun Islam menganjurkan perceraian bukan berarti boleh melakukan perceraian dengan semaunya, akan tetapi harus ada alas an-alaan yang sah dan dapat dibenarkan oleh syari’at Islam. Dari jenis alasan-alasan itu maka dijadikannya hukum perceraian itu berbeda-beda. Tentang hukum perceraian ini dapat digolongkan menjadi empat golongan:
1. Golongan yang menyatakan hukum asal perceraian itu makruh atau mendekati makruh. Pendapat ini dilegimitasi oleh Maliki.
2. Golongan yang menyatakan bahwa hukum asal perceraian dikategorikan sebagai jaiz dan haram, yaitu boleh dan terlarang. Pendapat ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi.
3. Gplongan yang menyatakan bahwa hukum asala perceraian adalah antara terlarang dan makruh. Pendapat ini dikemukan oleh al Kasani.
4. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa hukum asal perceraian adalah mubah.
Sedangkan apabila dilihat dari sudut latar belakang munculnya talak, maka talak terbagi dalam lima kategori :
1. Talak Wajib
Yakni talak yang dijatukan oleh hakam (penengah) karena perpecahan anatara suami istri yang sudah hebat, maka hakam berpendapat bahwa hanya talak yang merupakan jalan satu-satunya jalan untuk menghentikan adanya perpecahan itu.
2. Talak haram
Yakni apabial talak merugikan suami istri, dan apabila perbuatan talak itu tidak ada kemaslahatan yang hendak dicapai.
3. Talak sunnah
Yakni apabila talak dilakukan karena salah satu pihak melalaikan atau mengabaikan kewajiban untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa dan lain sebagainnya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istrinya menjalankan kewajiban tersebut atau istri tidak punya rasa malu.
4. Talak mubah
Karena adanya suatu sebab istri tidak dapat menjaga diri dan harta suaminya dikala tidak ada suaminya atau karena istri tidak baik akhlak dan budipekertinya.
5. Talak makruh
Yakni talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang saleh atau yang berbudi mulia.
B. Alasan Perceraian Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No 1/197
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat di ambil kesimpulam bahwa perceraian itu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang atau tanpa alas an yang kuat dan sah. Islam membolehkan perceraian dengan cara yang baik (ihsan) sebagaimana firman Allah :
ةىالثبسفثارصلاىتاثسلاصلثلبشاش
Al Qur’an tidak memberikan alasan perceraian secara rinci, ia hanya mengemukakan bahwa perkawinan bertujuan untuk membina hubungan suami istri dengan cinta kasih dan kebahagiaan. sedang kemadharatan atau masaqah merupakan kebolehan berpisah. hal ini ditandaskan oleh Jamil Latif yang mengemukakan tentang perceraian :
Al-Qur’an tidak member sesuatu ketentuan yang mengharuskan suami untuk mengemukakan suatu alas an untuk mempergunakan hanya menjatuhkan talak kepada istrinya, namun suatu alas an yang mungkin dikemukakan suami untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.
kepentingan adanya alasan yang kuat dan sah dalam perceraian tercermin pula dalam hadis nabi :
نتالبيسشسيبلاتعغفقبرلاالبر
As Sayyid Sabiq menyatakan :
هعغفبقيسشءؤرلايءسءئال
Sementara itu prof. Subekti berpendapat :
Undang-undang tidak membenarkan perceraian dengan jalan kemufakatan saja antara suami istri, tetapi harus ada alas an yang sah.
Adapun menurut KUH Perdata pasal 208 disebutkan bahwa perceraian tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. dasar-dasar yang berakibat perceraian perkawinan adalah sebagai berikut :
1. zina
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk
3. dikenakan penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi setelah dilangsungkan perkawinan.
4. pencederaan berat atau penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang suami atau istri terhadap orang lainnya sedemimian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mendatangkan luka-luka yang membahayakan.
Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Adapun alasan-alasan bagi suami untuk sampai pada ucapan talak adalah dikarenakan istri berbuat zina, nusyuz (suka kelaur rumah yang mencurigakan), suka mabuk, berjudi dan atau berbuat sesuatu yang ketentraman dalam rumah tangga atau sebab-sebab lain yang tidak memungkinkan pembinaan rumah tangga yang rukun dan damai.
Sementara itu alasan perceraian dapat ditemukan pula secara rinci dalam Undang-undang Perkawinan Indonesia no 1/1974. Kitab tersebut merupakan kompilasi pendapat para ulama yang sudah diakui oleh badan yang berwenang, begitu juga dengan PP Nomor 9 tahun 1975, dalam pasal 19 dikatakan bahwa perceaian dapat terjadi karena alas an-alasan sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya dan sukar di sembuhkan
2. Salah satu pihak meningalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau hal lain Karen adi luar kemampuannya
3. Salah satu puhak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat atau kekejaman yang membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihka mendapatkan ccad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri
6. Anatara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi berumah tangga.
Selain itu menurut Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen ( pasal 52 HOCI ) alas an-alasan adalah sebagai berikut :
1. zina
2. Meninggalkan istri atau suami dengan maksud jahat
3. Salah satu pihak dihukum dua tahaun atau lebih
4. penganiayaan salah satu pihak terhadap pihak lain sehingga membahayakan jiwa atau luka yang berbahaya.
5. cacad tubuh tau penyakit yang terjadi setelah perkawinan sehingga perkawinan itu tidak bermanfaat.
6. percekcokan terus menerus antara suami istri
Setelah membandingkan alasan-alasan tersebut diatas rupanya pasal 52 HOCI lah yang diambil oleh pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Pasal tersebut mungkin dipandang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia disbanding dengan pasal 209 BW. Selanjutnya menurut pasal 39 UU No. 1 tahun 1974, alasan-alasan perceraian tersebut haruslah bermuara pada ketidak mungkinan pasangan suami istri hidup bersama dalam satu rumah tangga. Terlepas dari penilaian apakah perceraian itu baik atau buruk, hal itu bagi hukum tidaklah begitu relevan untuk dipermasalahkan. akan tetapi semua aturan perceraian merupakan suatu tindakan yang kurang bijaksana. Oleh karena itu diberi penekanan agar pengadilan mendamaikan terlebih dahulu keduanya.
Kalau dilihat dari alasan-alasan perceraian seperti yang telah ditetapkan dalam PP. No. 9 Tahun 1974 didalamnya tidak disebutkan secara khusus adanya perceraian karena alas an tidak mempunyai keturunan. Akan tetapi kalau dilihat lebih jauh terutama dalam point (e) atau point ke (5) yang menyebutkan bahawa :
Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban suami atau istri.
Menurut asumsi penyusun tidak mempunyai keturunan merupakan suatu bukti ketidak mampuan suami atau istri untuk menjalankan fungsi dan kewajiban secara penuh.
Tanpa hadirnya seorang anak dalam rumah tangga akan mempengaruhi kebahagian dan keharmonisan keluarga tersbut. Anak merupakan tumpah kasih sayang suami istri dalam rumah tangga. Dalam kurun waktu tertentu suami istri mengharapakan hadirnya seorang anak dan ternyata mereka itu mandul, maka kondisi demikian akan mengakibatkan percekcokkan terus menerus dan goncangan jiwa bagi pasangan suami istri tersebut.
Pasangan suami istri dikatakan mandul apabila dalam waktu satu tahun atau lebih ia belum juga hamil, padahal apasangan suami istri tersebut mampu bersengggama dengan teratur dan tidak menggunakan alat kontarasepsi.
WHO memberiakn definisi infertilitas atau mandul sebagai berikut :
1. Infertilitas primer
pasangan suami istri belum pernah hamil meskipun senggama dilakukan tanpa perlindungan apapun untuk waktu sekurang-kurangnya 12 bulan
2. Infertilitas sekunder
pasangan suami istri pernah hamil tetapi kemudian tidak mampu hamil lagi dalam waktu 12 bulan meskipun senggama yang dilakukan tanpa perlindunganapapun.
3. Kehamilan-terbuang
pasangan suami istri mampu menjadi hamil tetapi tidak mampu menghasilkan kelahiran hidup-aterm ( termasuk didalamnya abortus spontan pada tiap saat dari kehamilan dan kelahiaran mati ).
4. Sub-fertilitas : sub-fekunditas
kesukaran untuk menjadi hamil yang mungkin disebabkan fekunditas yang menurun dari pasangan suami istri
5. Sterilita
ketidak mampuan yang lengkap dan permanen untuk menjadi hamil atau menghamili, meskipun telah diberikan terapi.
6. Tanpa anak
pasangan suami istri tidak pernah menghasilkan anak. dalam hal ini dimaksudkan ketidak mampuan istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup atau ketidak mampuan suami untuk menghamili istrinya.
Kalau sudah ada tanda-tanda demikian, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh pasangan suami istri tersebut segera menghubungi dokter ahli untuk berkonsultasi. Apabila permasalah tersebut tidak segera diatasi maka suasana damai dan sejahtera didalam rumah tangga tidak dapat ditemui lagi.
Timbulnya pertengkaran ini terkadang karena mandul, impoten, penyakit sosial, penyakit seksual, perbedaan tabiat dan tingkah laku atau akhlak kedua belah pihak sekalipun sewaktu meminang masing-masing telah berusaha sekuat tenaga untuk saling mengenal. Sering juga terjadinya tingkah laku tersebut karena situasi kondisi dan juga lingkungan.
Jika di lihat dalam PP No. 9 tahun 1975, pada pasal 19 poin (f) atau poin ke (6) disebutkan bahwa :
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Degan demikian pertengkaran-pertengkaran tersebut dapat dipakai untuk melengkapi alasan-alasan dalam mengajukan gugatan perceraian. Lebih jauh daripada itu setelah melihat kasus yang terjadi tersebut diataas adanya pertebgkaran karena ada efek psikologis dari tidak mempunyai keturunan, maka tidak mempunyai keturunan boleh dijadikan alas an perceraian sebab impotensi juga termasuk didalamnya.
C. Proses Terjadinya Perceraian Menurut UU No. 1 / 1974
Pada prinsipnya jaran Islam maupun hokum perkawinan nasional terdapat adanya suatu persamaan pandangan mengenai perceraian. Baik dalam hokum Islam maupun hokum perkawinan nasional sama-sama membenci terjadinya perceraian ( cerai hidup ). Kalau ditinjau dari tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yagn Maha Esa. Degan demikian perceraian merupakan kegagalan dalam mewujudkan cita-cita dalam berumah tangga tersebut.
Apabila dilihat dari tujuan yangsakral danagung tersebut, maka secara moral semua yang telah menikah mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan perkawinan dari kehancuran. Akan tetapi kesadaran yang demikian belum tentu dimiliki oleh semua pasangan suami istri sehingga masih banyak dari mereka yang menggunakan jalan perceraian dalam mengatasi masalah keluarga.
Dengan melihat kondisi masyarakat yang demikian maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk membentuk suatu aturan gar percerain dapat ditekan bahkan kalau mungkin dihindarkan sama sekali. Usaha-usaha tersebut dapat dilihat dari terbentuknya :
a. Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974
b. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
c. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983
Dengan terbentuknya UU Nomor 1 tahun 1974 maka segala permasalahan yang berkaitan dengan pernikahan harus dapat dipertanggung jawabkan dengan undang-undang terebut beserta peraturan-peraturan lain yang mendukungnya. Sebenarnya pemerintah juga menyadari bahwa pernikan dan perceraian adalah permasalahan pribadi, baik yang menyangkutkehendak bersama atau sepihak (perceraian). Akan tetapi pemerintah memandang perlu ikut campur tangan agar hubungan di antara keduanya mendapat kepastian hukum.
Berkenaan dengan maalah perceraian dalam UU No.1 tahun 1974 telah diatur sebagai berikut:
Pasal 38 :
Perkawinan dapat putus karena
a) Kematian
b) Perceraian dan
c) Atas keputusan pengadilan
Putusnya perkawinan karena kematian dari salah satu pihak tidak akan menimbulkan permasalahan, karena kematian sendiri bukan atas kehendak. Namun putusnya perkawinan karena perceraian maupun keputusan pengadilan perlu diatur lebih lanjut.
Pasal 39 ayat 1 :
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan yang bersangkutan dan berusaha dan tidakberhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian yang harus melalui sidang pengadilan mempunyai dampak yang positif bagi umat Islam. Memang syari’at Islam tidak menentukan bahwa kalau perceraian harus di depan sidang pengadilan. Namun karena hal ini lebih banyak mendatangkan keutamaan maka umat Islam wajib mengikutinya.
Meskipun undang-undang perkawinan mengatur adanya perceraian, namun apabila dipelajari dengan seksama dan sungguh-sungguh di dalamnya tersirat adanya suatu pesan perceraian tersebut merupkan suatu kegagalan dalam upaya untuk mendapatkan kebahagiaan. Untuk menghindarkan kesalah pahaman terhadap Undang-undang No.1 tahun 1974, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama telah membentuk suatubadan yang disebut BPPPP ( Badan Penasiahat Perkawinan dan Pencegahan Perceraian ). Badan tersebut berusaha mengharmoniskan hubungan antara suami dan istri agar suami tidak dengan mudah menjatuhkan talak dan istripun tidak mudahmintai cerai.
Dalam hal tata cara perceraian undang-undang tersebut menyebutkan :
Pasal 39 pasal 3
Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 40
1. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan
2. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peratursn perundang-undangan tersendiri.
Kalau melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur adanya perceraian, maka disini dpat ditarik kesimpulan bahwa perceraiann itu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Perceraian karena talak
b. Perceraian karena gugat
ad.a Perceraian karena talak, yang disebut perceraian karena talak ialah suatu bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami setelah mendapat keputusan hakim. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
Pasal 14 :
Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat ke pengadilan tempat tinggalnya, yangberisi pemberitahuan bahea ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 15 :
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud percerian itu.
Pasal 16 :
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud pasal 14 apabila terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud PP pasal 19 dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dlam rumah tangga.
Pasal 17 :
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian. Surat iru dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempatperceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatn perceraian.
Pasal 18 :
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan.
qowaid fiqih
kesalahan adalah dengan bertaubat kepada ALLAH.
jika ada benarnya itu datangnya dari ALLAH semata sebagiamana firmaNya :
الحق من ربــك فلا تكونن من الممترين
Sesungguhnya kebenaran itu datang dari ALLAH maka janganlah engkau bimbang & ragu
Sebelumnya sedikit kita nukilkan penjelasan makna qowaidul fiqhiyyah secara ringkas..
Makna al qowai'd
لغـــة
القواعد عرَّفها أهل العلم بأنها جمع قاعدة، والقاعدة ما يُبنى عليها غيرها، قاعدة الشيء ما يبنى عليها غيرها. بمعنى : (و زيادة مني ) الاساس مثلا قاعدة العمارة أو القانون أو المبداء مثلا : قاعدة البلاد أو الحكومـــة
Arti Secara bahasa :
Kata :"qawa'id" sebagaimana dijelaskan oleh ahlul ilmi " dia adalah jama dari kata"qaidah " dan maknanya adalah : apa-apa yang dibangun diatasnya sesuatu yang lain ( lihat qowaidul qowaid hal : 4 ) adapun tambahan dari saya sendiri: artinya pondasi / dasar misal jika dikatakan قاعدة العمارة / qoidatul imaroh artinya pondasi bagunan, bisa juga bermakna : prinsip dan asas ( metode/peraturan) , misal قاعدة البلاد أو الحكومــة / qoidatul bilad au hukumah artinya prinsip /peraturan negara atau pemerintah.
اصطلاحا
ولهذا قالوا إنّ تعريف القاعدة عند أهل الاصطلاح: أنها أمر كليّ ترجع إليه فروع كثيرة.
وقال بعضهم: إنّ القاعدة أمر أغلبيّ ترجع إليه فروع كثيرة.
ونفهم من هذا التعريف أنّ القاعدة عبارةٌ تجمع قلة في الألفاظ لكن يدخل تحتها صور كثيرة؛ لأنّ القاعدة موضوعة لجمع الفروع المختلفة.
Arti Secara Istilah:
Untuk itu berkata ahlul ilmi adapun qaidah secara istilah syar'ii adalah : perkara yang menyeluruh ( universal ) yang di kembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak.Dan berkata sebagian yang lain : qoidah adakah perkara yang menyeluruh dikembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak,
maka dari uraian tersebut bahwasanya makna qaidah adalah : sebuah ungkapan yang terdiri dari beberapa kata akan tetapi masuk didalamnya pembahasan yang luas, karena sesunggunya pembahasan inti dari qaidah adalah untuk mengumpulkan cabang-cabang yang berbeda-beda.( ibid 4 )
Makna fiqh
Secara bahasa : dari kata : فَقِهَ – يفقه – فقها artinya : mengerti, memahami, pemahaman maka jika dikatakan :
فقِّهَــهُ و أَفـقـــهَهٌ أي ذكَّّره artinya : memahamkannya / mengajarkan dan mengigatkannya , pegetahuan & pengertian & kepandaian ( الفطنــة )
sebagaiman doa nabi kepada ibnu abbas :
الهــم فقِّهـــهٌ فــي الديــــن
" ya allah pahamkanlah dia kepada ilmu agama "
maka jika dikatakan : تَفَـــقّه : تعلم الفقـــه tafaqqahu = mempelajari ilmu fiqh
atau الفقـــه : علــم احــكام الشــرعيـــة fiqh adalah = ilmu hukum syariat ( istilahnya)
Maka orang yang pinter dan mendalami hukum syariat di sebut :
الفَــقُــهُ و الفـقيـــــه و جمعــه : فُــقــهــاء أي من كان شديـــد الفهــــم
Al faquh atau al faqih dan jamaknya ; fuqoha' artinya orang yang sangat cerdas dalam pemahaman.
وَالْفِقْهَ: مَعْرِفَةُ اَلْأَحْكَامِ اَلشَّرْعِيَّةِ اَلْفَرْعِيَّةِ بِأَدِلَّتِهَا مِنْ اَلْكِتَابِ، وَالسُّنَّةِ، وَالْإِجْمَاعِ، وَالْقِيَاسِ اَلصَّحِيحِ ِ ( ) .مقدمة مَنْهَـــجُ اَلسَّالِكِــــينَ
adapun mana fiqh secara istilahi adalah : mengetahui hukum-hukum syari'at serta cabangya dengan dalil dari kitab dan sunnah dan ijma' serta qiyas yang shohih.[/b]
و جاء الإمام العز بن عبد السلام -رحمه الله- المتوفى سنة ست وستمائة، فألف كتابه: "قواعد الأحكام في مصالح الأنام"، وكان من أوائل الكتب المؤلفة في القواعد الفقهية، فاحتذى العلماء بعده حذوه، فألفوا مؤلفات عديدة في هذه القواعد
Dan adalah al imam al izzi bin abdus salam – semoga allah merahmatinya- bwliau wafat thn 606 H dan beliau mengarang kitab " qowaidul ahkam fi masolohil anam " dan kitab ini termasuk salah satu kitab yang pertama di tulis tentang qowaidul fiqhiyyah, maka setelah itu para ulama mengikuti jejak beliau dan mulailah mereka mengarang kutub dalam masalah qiwaidul fiqhiyyah.
jika ada benarnya itu datangnya dari ALLAH semata sebagiamana firmaNya :
الحق من ربــك فلا تكونن من الممترين
Sesungguhnya kebenaran itu datang dari ALLAH maka janganlah engkau bimbang & ragu
Sebelumnya sedikit kita nukilkan penjelasan makna qowaidul fiqhiyyah secara ringkas..
Makna al qowai'd
لغـــة
القواعد عرَّفها أهل العلم بأنها جمع قاعدة، والقاعدة ما يُبنى عليها غيرها، قاعدة الشيء ما يبنى عليها غيرها. بمعنى : (و زيادة مني ) الاساس مثلا قاعدة العمارة أو القانون أو المبداء مثلا : قاعدة البلاد أو الحكومـــة
Arti Secara bahasa :
Kata :"qawa'id" sebagaimana dijelaskan oleh ahlul ilmi " dia adalah jama dari kata"qaidah " dan maknanya adalah : apa-apa yang dibangun diatasnya sesuatu yang lain ( lihat qowaidul qowaid hal : 4 ) adapun tambahan dari saya sendiri: artinya pondasi / dasar misal jika dikatakan قاعدة العمارة / qoidatul imaroh artinya pondasi bagunan, bisa juga bermakna : prinsip dan asas ( metode/peraturan) , misal قاعدة البلاد أو الحكومــة / qoidatul bilad au hukumah artinya prinsip /peraturan negara atau pemerintah.
اصطلاحا
ولهذا قالوا إنّ تعريف القاعدة عند أهل الاصطلاح: أنها أمر كليّ ترجع إليه فروع كثيرة.
وقال بعضهم: إنّ القاعدة أمر أغلبيّ ترجع إليه فروع كثيرة.
ونفهم من هذا التعريف أنّ القاعدة عبارةٌ تجمع قلة في الألفاظ لكن يدخل تحتها صور كثيرة؛ لأنّ القاعدة موضوعة لجمع الفروع المختلفة.
Arti Secara Istilah:
Untuk itu berkata ahlul ilmi adapun qaidah secara istilah syar'ii adalah : perkara yang menyeluruh ( universal ) yang di kembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak.Dan berkata sebagian yang lain : qoidah adakah perkara yang menyeluruh dikembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak,
maka dari uraian tersebut bahwasanya makna qaidah adalah : sebuah ungkapan yang terdiri dari beberapa kata akan tetapi masuk didalamnya pembahasan yang luas, karena sesunggunya pembahasan inti dari qaidah adalah untuk mengumpulkan cabang-cabang yang berbeda-beda.( ibid 4 )
Makna fiqh
Secara bahasa : dari kata : فَقِهَ – يفقه – فقها artinya : mengerti, memahami, pemahaman maka jika dikatakan :
فقِّهَــهُ و أَفـقـــهَهٌ أي ذكَّّره artinya : memahamkannya / mengajarkan dan mengigatkannya , pegetahuan & pengertian & kepandaian ( الفطنــة )
sebagaiman doa nabi kepada ibnu abbas :
الهــم فقِّهـــهٌ فــي الديــــن
" ya allah pahamkanlah dia kepada ilmu agama "
maka jika dikatakan : تَفَـــقّه : تعلم الفقـــه tafaqqahu = mempelajari ilmu fiqh
atau الفقـــه : علــم احــكام الشــرعيـــة fiqh adalah = ilmu hukum syariat ( istilahnya)
Maka orang yang pinter dan mendalami hukum syariat di sebut :
الفَــقُــهُ و الفـقيـــــه و جمعــه : فُــقــهــاء أي من كان شديـــد الفهــــم
Al faquh atau al faqih dan jamaknya ; fuqoha' artinya orang yang sangat cerdas dalam pemahaman.
وَالْفِقْهَ: مَعْرِفَةُ اَلْأَحْكَامِ اَلشَّرْعِيَّةِ اَلْفَرْعِيَّةِ بِأَدِلَّتِهَا مِنْ اَلْكِتَابِ، وَالسُّنَّةِ، وَالْإِجْمَاعِ، وَالْقِيَاسِ اَلصَّحِيحِ ِ ( ) .مقدمة مَنْهَـــجُ اَلسَّالِكِــــينَ
adapun mana fiqh secara istilahi adalah : mengetahui hukum-hukum syari'at serta cabangya dengan dalil dari kitab dan sunnah dan ijma' serta qiyas yang shohih.[/b]
و جاء الإمام العز بن عبد السلام -رحمه الله- المتوفى سنة ست وستمائة، فألف كتابه: "قواعد الأحكام في مصالح الأنام"، وكان من أوائل الكتب المؤلفة في القواعد الفقهية، فاحتذى العلماء بعده حذوه، فألفوا مؤلفات عديدة في هذه القواعد
Dan adalah al imam al izzi bin abdus salam – semoga allah merahmatinya- bwliau wafat thn 606 H dan beliau mengarang kitab " qowaidul ahkam fi masolohil anam " dan kitab ini termasuk salah satu kitab yang pertama di tulis tentang qowaidul fiqhiyyah, maka setelah itu para ulama mengikuti jejak beliau dan mulailah mereka mengarang kutub dalam masalah qiwaidul fiqhiyyah.
Kamis, 02 Desember 2010
perkawinan beda agama
PERKAWINAN BEDA AGAMA
DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk - Nya baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk - Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan Pernikahan sendiri. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
ياايّها النّاس اتّقوارّبكم الّذي خلقكم من نفس وحدة وخلق منها زوجها وبثّ
منهما رجالا كثيرا ونساء ........ ( النساء : ۱ )
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak……. (Q.S. An – Nisa’ 1)
Dalam hukum Islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah, menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti juga melakukan ajaran agama “Barang siapa yang kawin berarti ia telah melaksanakan sebagaian (ajaran) agamanya, yang sebagaian lagi, hendaklah Ia bertaqwa kepada Allah” demikian sunnah Qouliyah (sunnah dalam bentuk perkataan ) Rasulullah SAW.
Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai kesanggupan, kawin, hidup berumah tangga karena perkawinan akan memelihara dari (melakukan) perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah. Bahwa agama Islam menganjurkan bahkan mewajibkan seseorang ( kalau sudah memenuhi illat atau alasannya) untuk segera menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menjaga dari kemaksiatan. Seperti yang dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits :
عن ابن مسعود قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلمّ :يامعشرالشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانّه اغض للبصر واحصن للفرج ومن لم يسنطع فعليه بالصّوم فانّه له وجاء. (متفق عليه )
Dari Abdullah bin Mas’ud, “ sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “ wahai kaum muda ! barang siapa yang sudah mampu memberi nafkah, maka nikahlah, karena sesunguhya pernikahan itu dapat menjaga mata dan kehormatan farj. Barang siapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa merupakan benteng baginya”.
Pernikahan merupakan sebuah institusi mulia yang mengikat-erat dua manusia lawan jenis dalam suatu ikatan yang bernama keluarga. Al-Qur’an menyebutkan ikatan tersebut sebagai mitsaqan ghalizhan, perjanjian kokoh yang di ikat dengan sumpah. Pernikahan merupakan pilihan hidup, dan sebagai pilihan hidup bagi setiap orang yang memilihnya, dapat dipastikan mengharapkan kebahagiaan dan keharmonisan terjalin dan terbina di dalamnya. Namun, sebelum membuat ikatan tersebut, kita harus memantapkan diri supaya diri dengan segenap varian persiapan, baik fisik maupun psikologis, atau memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami maupun istri. Agar pernikahan menjadi wahana pelindungan kedamaian dan ketentraman bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Kompilasi Hukum Islam menyatakan pernikahan miitsaqan menurut hukum Islam yaitu akad yang sangat kekal atau ghalidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah serta bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal ini sesuai dengan pasal 2 dan 3.
Sedangkan menurut undang-undang perkawinan pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan pria dan wanita yang sama aqidah, akhlak dan tujuan, di samping cinta dan ketulusan hati. Di bawah naungan keterpaduan itu, kehidupan suami istri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang, keluarga akan bahagia dan anak-anak akan sejahtera.
Dalam pandangan Islam, kehidupan seperti itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali jika suami istri berpegang kepada agama yamg sama. Keduanya beragama Islam dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga, dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan dan lain-lain.
Islam dengan tegas melarang perkawinan antara wanita Muslimah kawin dengan pria non muslim, baik musyrik maupun ahlul kitab. Dan pria Islam secara pasti dilarang menikah dengan wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan.
Yang menjadi persolan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah perkawinan antara pria Islam dengan wanita ahlul kitab atau kitabiyah. Berdasar dzahir ayat 221 surat Al-Baqarah. Menurut pandangan ulama pada umumnya, pernikahan seorang muslim dengan kitabiyah dibolehkan. Sebagaian ulama mengharamkanya atas dasar sikap musyrik kitabiyah. Dan banyak sekali Ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali timbul.
Islam melarang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik dalam pengertian yang luas itu, terutama sekali dimaksudkan agar keselamatan keyakinan agama suami dan anak-anaknya benar-benar terjamin, demikian pula keserasian hidup rumah tangga benar-benar dapat tercapai. Lebih jelas lagi bila ditekankan kepada keselamatan pendidikan agama anak-anak yang bagian terbesar peranannya berada ditangan Ibu. Dapat kita bayangkan betapa sukarnya menanamkan pendidikan agama Islam kepada anak-anak yang ayahnya beragama Islam sedangkan Ibunya non muslim, misalnya yang sama sekali tidak mempunyai titik-titik pertemuan dengan keyakinan Islam.
Membiarkan terjadinya perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik dalam waktu dekat akan berakibat hilangnya eksistensi Islam dalam kehidupan masyarakat. Dimulai dengan hilangya rasa gairah terhadap Islam sebagai agama yang wajib di tegakkan di tengah-tengah kehidupan umat manusia.
Menurut Islam perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan, sedangkan perkawinan antara orang yang berlainan agama dianggap tidak sah menurut islam. Dan untuk menentukan sah tidaknya perkawinan beda agama harus diserahkan sepenuhnya kepada hukum agama.
Orang yang telah melaksanaan perkawinan beda agama maka pelakunya akan menghadapi beberapa resiko baik secara hokum maupun sosial kemasyarakatan, bahkan akan menimbulkan berbagai konflik atau pertentangan dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga, serta akan menimbulkan kesulitan hubungan suami istri dan pendidikan anak-anak, lebih jika mereka berbeda tanah air, bahasa, kebudayaan, dan tradisi.
Namun demikian orang yang berprilaku tidak perlu ditambah tiadanya hidayah dari Allah, penjelasan perkawinan akibat beda agama tidaklah berarti, maka masih tidak bisa kita fahami bagaimana seorang muslim, apalagi muslimah bisa melakukan ibadah dengan benar dan lurus sementara mereka beda agama.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dianggap relevan dan perlu pengkajian mendalam pada penelitian penulisan ini adalah
1. Bagaimana hukumnya Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam?
2. Bagaimanakah akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penulis mempunyai berbagai macam tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus, lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui hukum Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam.
2) Untuk mengetahui akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam.
1.4. Manfaat Penelitian
dalam penelitian ini bermanfa’at sebagai:
1. Dengan memahami hukum Perkawinan Beda Agama Perspektif hukum Islam, maka diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi yang berkepentingan.
2. Dengan memahami akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama, maka diharapkan dapat membuka motivasi intelektual terhadap pihak-pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik untuk penulis maupun bagi si pembaca.
DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk - Nya baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk - Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan Pernikahan sendiri. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
ياايّها النّاس اتّقوارّبكم الّذي خلقكم من نفس وحدة وخلق منها زوجها وبثّ
منهما رجالا كثيرا ونساء ........ ( النساء : ۱ )
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak……. (Q.S. An – Nisa’ 1)
Dalam hukum Islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah, menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti juga melakukan ajaran agama “Barang siapa yang kawin berarti ia telah melaksanakan sebagaian (ajaran) agamanya, yang sebagaian lagi, hendaklah Ia bertaqwa kepada Allah” demikian sunnah Qouliyah (sunnah dalam bentuk perkataan ) Rasulullah SAW.
Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai kesanggupan, kawin, hidup berumah tangga karena perkawinan akan memelihara dari (melakukan) perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah. Bahwa agama Islam menganjurkan bahkan mewajibkan seseorang ( kalau sudah memenuhi illat atau alasannya) untuk segera menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menjaga dari kemaksiatan. Seperti yang dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits :
عن ابن مسعود قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلمّ :يامعشرالشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانّه اغض للبصر واحصن للفرج ومن لم يسنطع فعليه بالصّوم فانّه له وجاء. (متفق عليه )
Dari Abdullah bin Mas’ud, “ sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “ wahai kaum muda ! barang siapa yang sudah mampu memberi nafkah, maka nikahlah, karena sesunguhya pernikahan itu dapat menjaga mata dan kehormatan farj. Barang siapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa merupakan benteng baginya”.
Pernikahan merupakan sebuah institusi mulia yang mengikat-erat dua manusia lawan jenis dalam suatu ikatan yang bernama keluarga. Al-Qur’an menyebutkan ikatan tersebut sebagai mitsaqan ghalizhan, perjanjian kokoh yang di ikat dengan sumpah. Pernikahan merupakan pilihan hidup, dan sebagai pilihan hidup bagi setiap orang yang memilihnya, dapat dipastikan mengharapkan kebahagiaan dan keharmonisan terjalin dan terbina di dalamnya. Namun, sebelum membuat ikatan tersebut, kita harus memantapkan diri supaya diri dengan segenap varian persiapan, baik fisik maupun psikologis, atau memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami maupun istri. Agar pernikahan menjadi wahana pelindungan kedamaian dan ketentraman bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Kompilasi Hukum Islam menyatakan pernikahan miitsaqan menurut hukum Islam yaitu akad yang sangat kekal atau ghalidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah serta bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal ini sesuai dengan pasal 2 dan 3.
Sedangkan menurut undang-undang perkawinan pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan pria dan wanita yang sama aqidah, akhlak dan tujuan, di samping cinta dan ketulusan hati. Di bawah naungan keterpaduan itu, kehidupan suami istri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang, keluarga akan bahagia dan anak-anak akan sejahtera.
Dalam pandangan Islam, kehidupan seperti itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali jika suami istri berpegang kepada agama yamg sama. Keduanya beragama Islam dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga, dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan dan lain-lain.
Islam dengan tegas melarang perkawinan antara wanita Muslimah kawin dengan pria non muslim, baik musyrik maupun ahlul kitab. Dan pria Islam secara pasti dilarang menikah dengan wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan.
Yang menjadi persolan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah perkawinan antara pria Islam dengan wanita ahlul kitab atau kitabiyah. Berdasar dzahir ayat 221 surat Al-Baqarah. Menurut pandangan ulama pada umumnya, pernikahan seorang muslim dengan kitabiyah dibolehkan. Sebagaian ulama mengharamkanya atas dasar sikap musyrik kitabiyah. Dan banyak sekali Ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali timbul.
Islam melarang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik dalam pengertian yang luas itu, terutama sekali dimaksudkan agar keselamatan keyakinan agama suami dan anak-anaknya benar-benar terjamin, demikian pula keserasian hidup rumah tangga benar-benar dapat tercapai. Lebih jelas lagi bila ditekankan kepada keselamatan pendidikan agama anak-anak yang bagian terbesar peranannya berada ditangan Ibu. Dapat kita bayangkan betapa sukarnya menanamkan pendidikan agama Islam kepada anak-anak yang ayahnya beragama Islam sedangkan Ibunya non muslim, misalnya yang sama sekali tidak mempunyai titik-titik pertemuan dengan keyakinan Islam.
Membiarkan terjadinya perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik dalam waktu dekat akan berakibat hilangnya eksistensi Islam dalam kehidupan masyarakat. Dimulai dengan hilangya rasa gairah terhadap Islam sebagai agama yang wajib di tegakkan di tengah-tengah kehidupan umat manusia.
Menurut Islam perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan, sedangkan perkawinan antara orang yang berlainan agama dianggap tidak sah menurut islam. Dan untuk menentukan sah tidaknya perkawinan beda agama harus diserahkan sepenuhnya kepada hukum agama.
Orang yang telah melaksanaan perkawinan beda agama maka pelakunya akan menghadapi beberapa resiko baik secara hokum maupun sosial kemasyarakatan, bahkan akan menimbulkan berbagai konflik atau pertentangan dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga, serta akan menimbulkan kesulitan hubungan suami istri dan pendidikan anak-anak, lebih jika mereka berbeda tanah air, bahasa, kebudayaan, dan tradisi.
Namun demikian orang yang berprilaku tidak perlu ditambah tiadanya hidayah dari Allah, penjelasan perkawinan akibat beda agama tidaklah berarti, maka masih tidak bisa kita fahami bagaimana seorang muslim, apalagi muslimah bisa melakukan ibadah dengan benar dan lurus sementara mereka beda agama.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dianggap relevan dan perlu pengkajian mendalam pada penelitian penulisan ini adalah
1. Bagaimana hukumnya Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam?
2. Bagaimanakah akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penulis mempunyai berbagai macam tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus, lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui hukum Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam.
2) Untuk mengetahui akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama perspektif hukum Islam.
1.4. Manfaat Penelitian
dalam penelitian ini bermanfa’at sebagai:
1. Dengan memahami hukum Perkawinan Beda Agama Perspektif hukum Islam, maka diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi yang berkepentingan.
2. Dengan memahami akibat hukumnya terhadap Perkawinan Beda Agama, maka diharapkan dapat membuka motivasi intelektual terhadap pihak-pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik untuk penulis maupun bagi si pembaca.
pemeriksaan dalam sidang
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sosial lazimnya manusia tak jarang menimbulkan konflik antar sesama mulai dari konflik keluarga, konflik masyarakat, bahkan tindakan kriminal sehingga ada pihak yang dirugikan. Disinilah peradilan dibutuhkan.
Eksistensi dunia peradilan pada esensinya adalah bersifat fungsional yaitu mengfasilitasi masyarakat dengan memberikan solusi suatu perkara yang dianggap tidak adil. Melihat peradapan manusia yang semakin maju tentunya keteraturan sangatlah dibutuhkan. Untuk itulah suatu negara mempunyai sarana berupa badan hukum sebagai solusi yang dapat memecahkan suatu masalah agar Setiap perkara ditangani secara sistematika sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Tahapan-tahapan harus ditempuh untuk mengidentifikasi perkara. Dan kali ini pemakalah akan memaparkan tahapan pemeriksaan dalam sidang yang akan dipaparkan dibawah ini
II. PEMBAHASAN
A. SIDANG PERTAMA dan PENGERTIANNYA
Sidang pertama bagi pengadian mempunyai arti yang sangat penting dan menentukan dalam berbagai hal misalnya :
1. Jika tergugat sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuaasa sahnya tidak datang menghadap pada sidang pertama, ia akan diputus verstek.
2. Jika penggugat sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuasa sahnya tidak datang menghadap pada sidang pertama . ia akan diputus dengan digugurkan perkaranya.
3. Sanggahan relative hanya boleh diajukan pada sidang pertama. Kalau diajukan sesudah waktu itu, tidak akan diperhatikan lagi.
4. Gugat balik hanya boleh diajukan pada sidang pertama.
Sidang pertama ialah sidang yang ditetapkan menurut yang tertera dalam Penetapan Hari Sidang (PHS) yang ditetapkan Ketua Majelis, diartikan juga dengan sidang yang dimulai pertama kali menurut panggilan yang disampaikan kepada penggugat/tergugat. Sebagaimana contoh:
Tergugat Andre dipanggil untuk hadir sidang tanggal 24 maret 2010 atas penggugat Salma dan Salma juga dipanggil sama. Pada tanggal tersebut, penggugat hadir tetapi tergugat tidak. Untuk itu pengadilan masih dapat (kalau mau) untuk memanggil lagi terhadap tergugat untuk kali yang lain, misalnya untuk tanggal 29 maret 2010. Jika tergugat tidak hadir, ia atau kuasa sahnya pada tanggal 29 maret 2010 tersebut maka ia diputus dengan verstek.
B. JALANNYA SIDANG PERTAMA
1. Tugas Panitera Sesaat Sebelum Sidang
Panitera sidang,menetapkan hari, tanggal dan jam sidang, mempersiapkan dan men-check segala sesuatu untuk sidang. Setelah semuanya siap panitera melaporkan kepada ketua majlis.
Selanjutnya majlis hakim memasuki ruang sidang dalam keadaan sudah berpakaian toga hakim. Begitu majlis hakim memasuki ruang sidang, Panitera mempersilahkan hadirin berdiri dan setelah hakim duduk, mempersiapkan kembali hadirin untuk duduk. Tugas ini bukan hanya untuk sidang pertama tetapi berlaku dalam segala sidang
2. Ketua Majlis Membuka Sidang
Ketua majlis membuka sidang dengan ketokan palu 1 atau 3 kali. Khusus peradilan agama islam sebaiknya dibuka dengan membaca basmalah.
3. Ketua Majlis Menanyakan Identitas Pihak-pihak
Perlu dikemukakan dua hal di sini:
a. Menanyakan identitas pihak-pihak, saksi-saksi atau lain-lain yang bersifat kebijaksanaan umum dalam persidangan selalu oleh ketua majlis, sebab ketua majlislah yang bertanggung jawab akan arahnya pemeriksaan/sidang.
b. Hakim yang baik dan manusiawi, apalagi sebagai Hakim Agama, hendaklah selalu berusaha menggugah hati para pihak sehingga mereka tidak merasa gentar yang akhinya terbukalah tabir persoalan yang sebenarnya.
4. Anjuran Damai
Anjuran damai sebenarnya dapat dilakukan kapan saja sepanjang perkara belum dihapus, tetapi anjuran damai pada permulaan sidang pertama adalah bersifat mutlak/wajib dilakukan dan dicantumkan dalam berita acara sidang karena ada keharusan yang menyatakan demikian, walaupun mungkin menurut logika , kecil sekali kemungkinannya.
Kalau terjadi perdamaian maka dibuatlah akta perdamaian dimuka pengadilan dan kekuatannya sama dengan putusan. Terhadap perkara yang sudah terjadi perdamaian tidak boleh lagi diajukan perkara, kecuali tentang hal-hal baru diluar itu.akta perdamaian tidak berlaku banding sebab akta perdamaian bukan keputusan pengadilan.
Bila tidak terjadi perdamaian, hal itu harus dicantumkan dalam berita acara sidang, sidang akan dilanjutkan.
5. Pembacaan Surat gugatan
Pembacaan Surat gugatan ini, dilakukan mendahului anjuran damai dan pembacaan surat gugatan selalu oleh penggugat atau oleh kuasa sahnya, kecuali kalau penggugat buta huruf atau menyerahkan kepada panitera sidang.
Selesai gugatan dibacakan, majlis menganjurkan damai dan kalau tidak tercapai, ketua majlis melnjutkan dengan menanyakan kepada tergugat, apakah ia akan menjawab lisan atau tertulis dan kalau menjawab tertulis apakah sudah siap atau memerlukan waktu berapa lama untuk itu. Bila keadaannya seperti terakhir ini, tentu saja sidang kali itu akan ditutup, akan dilanjutkan dikali yang lain.
Jika tergugat akan menjawab lisan atau akan menjawab tertulis tapi sudah siap ditulisnya, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan jawaban tersebut.
C. TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA
1. Tahap Sidang Pertama Sampai Anjuran Damai
Hal-hal yang perlu penekanan di sini ialah:
a. Sekalipun menurut HIR anjuran damai disini didahukan dari pembacaan surat gugatan/permohonan, sebaiknya kita mendahulukan membacakan surat gugatan/permohonan daripada anjuran damai.
b. Anjuran damai sekalipun baik dilakukan kapan saja didalam sidang tetapi anjuran damai di tahap kali ini adalah wajib serta mutlak perlu dicantumkan dalam berita acara sidang,terlepas daripada tercapai perdamaian atau tidaknya.
c. Pada sidang pertama ini, ada hal-hal penting yang mungkin terjadi dan sangat berpengaruh terhadap proses perkara, seperti eksepsi, reconventie, intervensi dan sebagainya, bahkan mungkin juga tergugat/ termohon tidak hadir tanpa alas an.
1. Tahap Jawab-Berjawab (Replik-Duplik)
Hal yang perlu diingat disini:
a. Tergugat/termohon selalu mempunyai hak bicara terkhir
b. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak
c. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui dan izin dari ketua majlis.
d. Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum atau policy arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis.
Bilamana pihak-pihak dn hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.
2. Tahap pembuktian
Hal-hal yang perlu ditekankan disini adalah:
a. Setiap pihak mengajukan bukti, hakim perlu menanyakan kepada pihak lawannya, apakah ia keberatan/ tidak. Jika alat bukti saksi yang dikemukakan, hakim juga harus member kesempatan kepada pihak lawannya kalau-kalau ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh pihak lawan tersebut kepada saksi.
b. Semua alat bukti yang disodorkan oleh pihak, harus disampaikan kepada ketua majlis lalu ketua majlis memperlihatkannya kepada para hakim dan pihak lawan dari yang mengajukan bukti.
c. Keaktifan mencari dan menghadirkan bukti di muka sidang adalah tugas pihak itu sendiri dan hakim hanya membantu kalau diminta tolong oleh pihak, seperti memanggil saksi.
3. Tahap penyusunan konklusi
Setelah tahap pembuktian berakhir, sebelum musyawarah majlis hakim, pihak-pihak boleh mengajukan konklusi ( kesimpulan-kesimpulan dari sidang-sidang menurut pihak yang bersangkutan ). Karena konklusi ini sifatnya membantu majlis, pada umumnya konklusi tidak diperlukan bagi perkara-perkara yang simpel, sehingga hakim boleh meniadakannya.
Kita ingat bahwa hakim juga manusia yang kemampuan ingatnya terbatas,di samping mungkin ada diantara sidang-sidang yang hakim anggotanya berganti dan itulah perlunya konklusi. Pihak yang sudah biasa berperkara, biasanya selalu membuat catatan-catatan penting setiap suatu sidang berakhir, dan itulah nanti yang akan diajukannya sebagai konklusi terakhir.
4. Musyawarah majelis hakim
Menurut undang-undang, musyawarah majlis hakim dilakukan secara rahasia, tertutup untuk umum. Semua pihak maupun hadirin disuruh meninggalkan ruang sidang. Panitera sidang sendiri, kehadirannya dalam musyawarah majlisw hakim adalah atas izin majelis.
Dikatakan rahasia artinya, baik dikala musyawarah maupun sesudahnya, kapan dan dimana saja, hasil musyawarah majelis tersebut tidak boleh dibocorkan sampai ia diucapkan dalam keputusan yang terbuka untuk umum.
5. Pengucapan keputusan
Pengucapan keputusan hanya boleh dilakukan setelah keputusan selesai terkonsep rapi yang sudah ditanda tangani oleh hakim dan panitera sidang.
Selesai keputusan diucapkan, hakim ketua majelis akan menanyakan kepada pihak, baik tergugat ataupun penggugat, apakah mereka menerima keputusan ataukah tidak. Bagi pihak yang hadir dan menyatakan menerima keputusan maka baginya tertutup upaya hukum banding, bagi pihak yang tidak menerima dan fikir-fikir dahulu baginya masih terbuka.
III. KESIMPULAN
Dalam sidang apabila tergugat/termohon sudah dipanggil dan ternyata tidak datang maka ia akan diputus verstek.jika penggugat/pemohon sudah dipanggil dalam sidang ternyata tidak hadir maka ia akan diputus degen digugurkan perkaranya.
Panitera mempersiapkan dan mengechek segala sesuatu yang diperlukan setelah siap, panitera melapor kepada majlis hakim memasuki ruang sidang. dan ketua majelis dalam membuka sidang sebaikknya dibuka dengan diawali dengan membaca basmalah terlebih dahulu.
Dalam kehidupan sosial lazimnya manusia tak jarang menimbulkan konflik antar sesama mulai dari konflik keluarga, konflik masyarakat, bahkan tindakan kriminal sehingga ada pihak yang dirugikan. Disinilah peradilan dibutuhkan.
Eksistensi dunia peradilan pada esensinya adalah bersifat fungsional yaitu mengfasilitasi masyarakat dengan memberikan solusi suatu perkara yang dianggap tidak adil. Melihat peradapan manusia yang semakin maju tentunya keteraturan sangatlah dibutuhkan. Untuk itulah suatu negara mempunyai sarana berupa badan hukum sebagai solusi yang dapat memecahkan suatu masalah agar Setiap perkara ditangani secara sistematika sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Tahapan-tahapan harus ditempuh untuk mengidentifikasi perkara. Dan kali ini pemakalah akan memaparkan tahapan pemeriksaan dalam sidang yang akan dipaparkan dibawah ini
II. PEMBAHASAN
A. SIDANG PERTAMA dan PENGERTIANNYA
Sidang pertama bagi pengadian mempunyai arti yang sangat penting dan menentukan dalam berbagai hal misalnya :
1. Jika tergugat sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuaasa sahnya tidak datang menghadap pada sidang pertama, ia akan diputus verstek.
2. Jika penggugat sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuasa sahnya tidak datang menghadap pada sidang pertama . ia akan diputus dengan digugurkan perkaranya.
3. Sanggahan relative hanya boleh diajukan pada sidang pertama. Kalau diajukan sesudah waktu itu, tidak akan diperhatikan lagi.
4. Gugat balik hanya boleh diajukan pada sidang pertama.
Sidang pertama ialah sidang yang ditetapkan menurut yang tertera dalam Penetapan Hari Sidang (PHS) yang ditetapkan Ketua Majelis, diartikan juga dengan sidang yang dimulai pertama kali menurut panggilan yang disampaikan kepada penggugat/tergugat. Sebagaimana contoh:
Tergugat Andre dipanggil untuk hadir sidang tanggal 24 maret 2010 atas penggugat Salma dan Salma juga dipanggil sama. Pada tanggal tersebut, penggugat hadir tetapi tergugat tidak. Untuk itu pengadilan masih dapat (kalau mau) untuk memanggil lagi terhadap tergugat untuk kali yang lain, misalnya untuk tanggal 29 maret 2010. Jika tergugat tidak hadir, ia atau kuasa sahnya pada tanggal 29 maret 2010 tersebut maka ia diputus dengan verstek.
B. JALANNYA SIDANG PERTAMA
1. Tugas Panitera Sesaat Sebelum Sidang
Panitera sidang,menetapkan hari, tanggal dan jam sidang, mempersiapkan dan men-check segala sesuatu untuk sidang. Setelah semuanya siap panitera melaporkan kepada ketua majlis.
Selanjutnya majlis hakim memasuki ruang sidang dalam keadaan sudah berpakaian toga hakim. Begitu majlis hakim memasuki ruang sidang, Panitera mempersilahkan hadirin berdiri dan setelah hakim duduk, mempersiapkan kembali hadirin untuk duduk. Tugas ini bukan hanya untuk sidang pertama tetapi berlaku dalam segala sidang
2. Ketua Majlis Membuka Sidang
Ketua majlis membuka sidang dengan ketokan palu 1 atau 3 kali. Khusus peradilan agama islam sebaiknya dibuka dengan membaca basmalah.
3. Ketua Majlis Menanyakan Identitas Pihak-pihak
Perlu dikemukakan dua hal di sini:
a. Menanyakan identitas pihak-pihak, saksi-saksi atau lain-lain yang bersifat kebijaksanaan umum dalam persidangan selalu oleh ketua majlis, sebab ketua majlislah yang bertanggung jawab akan arahnya pemeriksaan/sidang.
b. Hakim yang baik dan manusiawi, apalagi sebagai Hakim Agama, hendaklah selalu berusaha menggugah hati para pihak sehingga mereka tidak merasa gentar yang akhinya terbukalah tabir persoalan yang sebenarnya.
4. Anjuran Damai
Anjuran damai sebenarnya dapat dilakukan kapan saja sepanjang perkara belum dihapus, tetapi anjuran damai pada permulaan sidang pertama adalah bersifat mutlak/wajib dilakukan dan dicantumkan dalam berita acara sidang karena ada keharusan yang menyatakan demikian, walaupun mungkin menurut logika , kecil sekali kemungkinannya.
Kalau terjadi perdamaian maka dibuatlah akta perdamaian dimuka pengadilan dan kekuatannya sama dengan putusan. Terhadap perkara yang sudah terjadi perdamaian tidak boleh lagi diajukan perkara, kecuali tentang hal-hal baru diluar itu.akta perdamaian tidak berlaku banding sebab akta perdamaian bukan keputusan pengadilan.
Bila tidak terjadi perdamaian, hal itu harus dicantumkan dalam berita acara sidang, sidang akan dilanjutkan.
5. Pembacaan Surat gugatan
Pembacaan Surat gugatan ini, dilakukan mendahului anjuran damai dan pembacaan surat gugatan selalu oleh penggugat atau oleh kuasa sahnya, kecuali kalau penggugat buta huruf atau menyerahkan kepada panitera sidang.
Selesai gugatan dibacakan, majlis menganjurkan damai dan kalau tidak tercapai, ketua majlis melnjutkan dengan menanyakan kepada tergugat, apakah ia akan menjawab lisan atau tertulis dan kalau menjawab tertulis apakah sudah siap atau memerlukan waktu berapa lama untuk itu. Bila keadaannya seperti terakhir ini, tentu saja sidang kali itu akan ditutup, akan dilanjutkan dikali yang lain.
Jika tergugat akan menjawab lisan atau akan menjawab tertulis tapi sudah siap ditulisnya, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan jawaban tersebut.
C. TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA
1. Tahap Sidang Pertama Sampai Anjuran Damai
Hal-hal yang perlu penekanan di sini ialah:
a. Sekalipun menurut HIR anjuran damai disini didahukan dari pembacaan surat gugatan/permohonan, sebaiknya kita mendahulukan membacakan surat gugatan/permohonan daripada anjuran damai.
b. Anjuran damai sekalipun baik dilakukan kapan saja didalam sidang tetapi anjuran damai di tahap kali ini adalah wajib serta mutlak perlu dicantumkan dalam berita acara sidang,terlepas daripada tercapai perdamaian atau tidaknya.
c. Pada sidang pertama ini, ada hal-hal penting yang mungkin terjadi dan sangat berpengaruh terhadap proses perkara, seperti eksepsi, reconventie, intervensi dan sebagainya, bahkan mungkin juga tergugat/ termohon tidak hadir tanpa alas an.
1. Tahap Jawab-Berjawab (Replik-Duplik)
Hal yang perlu diingat disini:
a. Tergugat/termohon selalu mempunyai hak bicara terkhir
b. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak
c. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui dan izin dari ketua majlis.
d. Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum atau policy arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis.
Bilamana pihak-pihak dn hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.
2. Tahap pembuktian
Hal-hal yang perlu ditekankan disini adalah:
a. Setiap pihak mengajukan bukti, hakim perlu menanyakan kepada pihak lawannya, apakah ia keberatan/ tidak. Jika alat bukti saksi yang dikemukakan, hakim juga harus member kesempatan kepada pihak lawannya kalau-kalau ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh pihak lawan tersebut kepada saksi.
b. Semua alat bukti yang disodorkan oleh pihak, harus disampaikan kepada ketua majlis lalu ketua majlis memperlihatkannya kepada para hakim dan pihak lawan dari yang mengajukan bukti.
c. Keaktifan mencari dan menghadirkan bukti di muka sidang adalah tugas pihak itu sendiri dan hakim hanya membantu kalau diminta tolong oleh pihak, seperti memanggil saksi.
3. Tahap penyusunan konklusi
Setelah tahap pembuktian berakhir, sebelum musyawarah majlis hakim, pihak-pihak boleh mengajukan konklusi ( kesimpulan-kesimpulan dari sidang-sidang menurut pihak yang bersangkutan ). Karena konklusi ini sifatnya membantu majlis, pada umumnya konklusi tidak diperlukan bagi perkara-perkara yang simpel, sehingga hakim boleh meniadakannya.
Kita ingat bahwa hakim juga manusia yang kemampuan ingatnya terbatas,di samping mungkin ada diantara sidang-sidang yang hakim anggotanya berganti dan itulah perlunya konklusi. Pihak yang sudah biasa berperkara, biasanya selalu membuat catatan-catatan penting setiap suatu sidang berakhir, dan itulah nanti yang akan diajukannya sebagai konklusi terakhir.
4. Musyawarah majelis hakim
Menurut undang-undang, musyawarah majlis hakim dilakukan secara rahasia, tertutup untuk umum. Semua pihak maupun hadirin disuruh meninggalkan ruang sidang. Panitera sidang sendiri, kehadirannya dalam musyawarah majlisw hakim adalah atas izin majelis.
Dikatakan rahasia artinya, baik dikala musyawarah maupun sesudahnya, kapan dan dimana saja, hasil musyawarah majelis tersebut tidak boleh dibocorkan sampai ia diucapkan dalam keputusan yang terbuka untuk umum.
5. Pengucapan keputusan
Pengucapan keputusan hanya boleh dilakukan setelah keputusan selesai terkonsep rapi yang sudah ditanda tangani oleh hakim dan panitera sidang.
Selesai keputusan diucapkan, hakim ketua majelis akan menanyakan kepada pihak, baik tergugat ataupun penggugat, apakah mereka menerima keputusan ataukah tidak. Bagi pihak yang hadir dan menyatakan menerima keputusan maka baginya tertutup upaya hukum banding, bagi pihak yang tidak menerima dan fikir-fikir dahulu baginya masih terbuka.
III. KESIMPULAN
Dalam sidang apabila tergugat/termohon sudah dipanggil dan ternyata tidak datang maka ia akan diputus verstek.jika penggugat/pemohon sudah dipanggil dalam sidang ternyata tidak hadir maka ia akan diputus degen digugurkan perkaranya.
Panitera mempersiapkan dan mengechek segala sesuatu yang diperlukan setelah siap, panitera melapor kepada majlis hakim memasuki ruang sidang. dan ketua majelis dalam membuka sidang sebaikknya dibuka dengan diawali dengan membaca basmalah terlebih dahulu.
Tasyri' periode ahli hadits dan ra'yi
I. PENDAHULUAN
Syariat hukum islam (fiqh) merupakan hasil karya fuqoha yang menyangkut kemaslahatan masyarakat. Fiqih diamblkan dari sumber-sumber yang masih global, yang masih membutuhkan penjabaran nash yang masih global ketika dikaitkan dengan kemaslahatan membutuhkan kesungguhan dalam memutuskan suatu hukum yang kita kenal dengan istilah ijtihad.
Dari ijtihad tersebut kita akan mengetahui orang-orang yang melakukannya, sekaligus sejarah terbentuknya fiqih tersebut. Perkembangan fiqih baru menemui titik keemasannya ketika kedaulatan islam berpindah tangan dari tambuk kepemimpinan umayyah ketangan abbasiyah. Fiqih tesebut merupakan jelmaan dari syariat yang mengalami metemorfiosis dari nash yang utuh menjadi sebuah fatwa-fatwa yang nantinya bisa jadi pedoman untuk memecahkan permasalahan yang disesuaikan dengan problematika yang ada sesuai dengan daerahnya masing-masing.
II. PERMASALAHAN
1. Faktor-faktor yang mendukung munculnya fiqih (syariat hukum islam) pada masa ahli hadis dan ahli ra`yu.
2. Faktor-faktor yang mendasari ahli kadis dan ahli ra`yu.
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
III. PEMBAHASAN
1. Faktor-Faktor Yang Mendukung Munculnya Fiqih
Setelah Nabi SAW meninggal (wafat) dunia islam bukannya menurun akan tetapi terus melebarkan sayapnya bahkan sampai keluar jazirah arab.Meluasanya penyebaran islam, maka hukum islam yang dibawa akan mengalami perubahan, karena hal tersebut merupakan suatu tuntunan bagi pemegang tambuk kekuasaan. Maka lahirnya fiqih (syariat yang sudah mengalami pembaruan) dengan usaha para fuqoha untuk menggali aturan-aturan umum, guna menghadapi persoalan yang terjadi dalam lapangan hukum bahkan kegiatan tersebut bukan hanya menyangkut permasalahan yang kontekstual, akan tetapi sudah sampai pada tahapan khayalan yang kemungkianan akan terjadi. Adapun faktor-faktor lahirnya masa keemasan fiqih anrtara lain:
a. Meluasnya daerah kekuasaan
b. Karya-karya terdahulu
c. Munculnya tokoh-tokoh besar.(Ahmad Hanafi, 1986: 199)
d. Menurut Abdul Wahab Khallaf,
Lahirnya madhab fiqih dipengaruhi oleh 3 faktor berikut ini:
Perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyrikh, perbedaan ini terlihat dalam hal
a). perbedaan dalam ketsiqohan terhadap suatu hadits dan perbedaan pertimbanagn yang digunakan dalam mentarjih (menguatkan) suatu riwayat atas riwayat yang lain. Ketsiqohan para ulama terhadap hadis didasarkan pada: kepercayaan para rowi-rowinya (periwayat hadis), kepercayaan pada teknis (kaifiyat) periwayatannya.
Contoh: Mujtahid Irak, yakni Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, berhujjah dengan hadis- hadis mutawatir dan masyhur, serta merajihkan hadis –hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang terpercaya dari kalangan ahli fiqih.
Mujtahid Madinah yakni Imam Malik dan sahabat-sahabatnya merajihkan apa yang menjadi pendapat penduduk madinah dan meninggalakan semua hadis Ahad yang berbeda dengannya sementara mujtahid yang lain berhujjah denaan segala macam hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil dan terpercaya, baik dari kalangan ahli fiqih atau yang lainnya.
b). Perbedaan dalam menilai fatwa-fatwa sahabat.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berpedoman pada fatwa-fatwa sahabat secara keseluruhan sedangkan As syafi`i berpedoman pada fatwa-fatrwa sahabat tersebut adalah produk ijtihad yang tidak maksum (terpelihara dari kekeliruan). Maka boleh mengambilnya atau berbeda pada fatwa-fatwa mereka.
c). Perbedaan dalam masalah qiyas sebagai tasyrik
kalangan syiah dan dhohiriyah tidak membenarkan berhhujjah denagn qiyas, dan tidak menganggap qiyas sebagai sumber tasyrik. Sedangakan mayoritas mijtahid berpendapat sebaliknya.
e. Perbedaan dalam pembentukan hukum
Para mujtahid terbagi menjadi dua kelompok
1) Ahli hadis yang termasuk kedalam kelompok ini adalah ulama hijaz, merka mencurahkan diri untuk menghafal hadis dan fatwa-fatwa sahabat,kemudian mengalahkan pembentukan hukum atas dasar pemahaman terhadap hadits-hadits dan fatwa-fatwa tersebut. Mereka menjauhi larangan berijtihad dengan pendapat dan tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan yang sangat darurat.
2) Ahli Ra’yi termasuk dalam kelompok iini adalah mujtahid-mujtahid irak. Mereka memiliki pandangan yang jauh tentangb maksud-maksud syari’at. Mereka tidak mau menjauhi pendapat kerena pertimbangan keluasan ijtihad, dan mereka menjadikan pendapat sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pebahasan-pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum dll.
f. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash alquran. (http//harakasura.word press.com)
Masa keemasan islam ditandai dengan munculnya dua fakultas atau aliran yaitu ahli hadis dan ahli ra`yu. Dari dua aliran tersebut maka akan menghasilkan hukum syariat yang dikodofikasi yang bisa dinikmati sampai sekarang. Ahli ra`yu kebanyakan dianut oleh ahli irak yang menggunakan rasio dalam skala besar dan menganggap hukum syariat sebagai suatu takaran rasio.hukum syariat yang dirasiokan adalah illat dan tujuan moral yang ada dibalik hukum yang nampak, serta menyelami keadaan masyarakat. Mereka beranggapan bahwa syariat setelah wafatnya rasul SAW sudah sempurna, yang harus dipahami atau adanya penjabaran adalah illat-illat yang terkandung didalamnya.
Adapun kata ra`yu menurut bahasa adalah pemikiran adapun menurut istilah disamakan dengan ijtihad., ijtihad sendiri adalah qiyas. (M Ali Hasan, 1996: 160)
Dasar ra`yu adalah hadis nabi SAW terhadap Muadz “aku akan bersungguh-sungguh dengan ra`yu dan tidak akan membiarkannya, ketika dia ditanaya dengan apa ia akan memutuskan sesuatu bila tidak terdapat dalam Al qur`an dan hadis.”
Ahli hadis kebanyakan dianut oleh orang hijaz dan madinah. Mereka membatasi diri sekedar apa yang ada didalam nash baik Al qur`an dan sunnah selain itu, mereka juga menggunakan fatwa-fatwa sahabat sebagai sumber hukum. Semua pendapat-pendapat mereka terikat pada kata-kata hadis (dhohirnya) tanpa mencari illat hukum yang terdapat didalamya dan juga aturan-aturan dasr syariat. Mereka akan menggunakan rasionya apabila keadaan sudah mendesak (darurat).
2. Faktor-faktor yang mendasari ahli kadis dan ahli ra`yu.
Munculnya dua fakultas atau aliran tersebut (ahli hadis dan ahli ra`yu) lebih disebabkan adanya desakan-desakan warisan struktural dan kultural sekaligus. Dimensi struktural yang mengakibatkan lahirnya dua aliran yaitu (M Ali Hasan, 1996: 163)
a. Pengaruh metodologi para sahabat
Metodologi yang dipakai oleh ahli hadis adalah sikap mereka yang mempertahankan ketentuan nash yang dhohiriyah sekalipun, tidak mau melakuakan intervensi terhadap hadis atau nash kecuali dalam keadaaan terdesak. Mereka tidak menghendaki rasionalisasi hukum. Adapun orang-orang yang termasuk ahli hadis yaitu Zubair, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Ash.
Sedangkan metodologi yang dipakai oleh ahli ra`yu adalah rasio (pemikiran) yang dipelopori oleh Ibnu Mas`ud. Dia sangat terpengaruh oleh pemikiran Umar bin Khattab. Ibnu Mas`ud sangat menagagumi kecemerlangan pemikiran Umar, sebagaimana janji dia yang akan tetap membela Umar walaupun semua orang di bumi menentangnya. Ibnu Mas`ud berkata: “jika semua orang memilih jalan dan Umar memilih jalan yang lain niscaya saya akan memilih jalan Umar.”(Abdullah Fatah,1981:240)
b. Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik, banyak munculnya penyelewengan hadis dan kebohongan periwayatannya, sedangkan di Hijaz dan Madinah masih banyak hadis dan fatwa sahabat, sehingg mereka tidak perlu melakukan ijtihad dan menggunakan rasio.
Dimensi kulturalyang mengakibatkan lahirnya dua aliran adalah:
a) Irak jauh dari bumi nabi dan hadis, irak merupakan negara yang terbuka untuk semua kebudayaan dan peradaban lain. Dengan adanya alasan tersebut maka para fuqoha yang dihadapkan pada problematika permasalahan hukum dituntut untuk menyelesaikannya secara cepat, maka secara terpaksa mereka mengkerahkan kemampuan yang mereka miliki dengan pemilahan mereka sendiri yang dasarnya bersumber pada al- qur`an dan hadis. Dengan selalu menggunakan rasionya fuqoha irak mendapatkan keistimewaan sendiri, yaitu mereka bisa memprediksiakn suatu peristiwa yang akan terjadi sekaliagus menetapkan hukumnya. Contohnya pada zaman itu belum ada yang namanya memindah anggota tubuh (diantaranya cangkok paru-paru atau yang lainnya) tapi mereka suadah memberikan rambu-rambu hukum terntang permasalahan tersebut.
b) Madinah dan Hijaz adalh gudang ilmu islam, disana banayak para ulama. Madinah dan hijaz juga suasana wilayahnya sama seperti pada masa nabi SAW. Jadi untuk mengatasinya permasalahan cukup permasalahan dengan mengandalkan literatur Al qur`an dan hadis serta ijma` sahabat. (Ahmad Hanafi.1986: 205)
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
Dengan adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut maka dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuquha Irak tidak mangguanakan hadis dalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuwoha hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadis adalah hujjah syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad denagn ra`yu yakni dengan qiyas, adalah juga hujjah syariyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
Contoh perbedaan pendapat ahli hadis dan ahli ra`yi:
a. Kasus: zakat 40 ekor kambing adalah 1 ekor kambing
Pendapat ahli hadis:
-(fuqoha Hijaz) harus membayar zakatnya dengan wujud 2 ekor kambing sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabial dibayar dengan haraga yang senilai.
Pendapat Ahli Hadis
-(Fuquha Irak) muzakki wajib mebayar zakatnya itu denagn 1 ekor kambing atau dengan harag yang senilai dengan seeekor kambing.
b. Kasus: zakat fitrah itu 1 sha` tamar (kurma) atau syair (gandum)
Pendapat ahli hadis
-(fuqoha hijaz) harus membayar zakatnya dengan 1 sha` tamar sesuai yang diterangkan hadis dn dianggap belum menjalankan kewajiban apabiala dibayar dengan harga yang senilai.
Pendapat ahli ra`yi
-(fuqoha iarak) muzakki wajib mwmbayar zakat fitrah itu dengan 1 sha` tam,ar atau denagn haraga senilai 1 sha` tamar tersebut.
c. Mengembalikan kambing yang terlanjur diperas air susunya harus dikembalikan dengan 1 sha` tamar.
Pendapat ahli hadis (fuquha hijaz) harus menggantinya dengan membayar 1 sha` tamar sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai.
Pendapat ahli ra`yi (fuqoha irak) menggantinya dengan harag yang senilai dengan ukuran air susu yang diperas berati telah menunaikan kewajiban.
Dari contoh diatas kita dapat mengetahui ahli hadis dari nash-nash ini menurut apa yang ditunjuk oleh ibarat-ibaratnya secara lahiri, dan mereka tidak membahas illat tasyrik (sebab disyariatkan). Sedangkan ahli ra`yi memahami nas-nash tersebut menurut maknanya dan maksud disyariatkan oleh sang pembuat syariat, Allah SWT.
Sebab terpenting yang membawa ikhtilaf dua pengaruh kelompok tersebut adalah:
1. Realita yang dikadapi ahli hadis
a. memiliki kekayaan atsar-atsar (hadis dan fatwa sahabat)yang dapat digunakan dalam membentuk hukum-hukum dn dijadikan sandaran.
b. Menghadapi realita masyarakat yang cenderung homogen tanpa terjadinya hal-hal yang berpengaruh pada sumber-sumber tasyrik.
c. Muamalat. Aturan, dan tata tertib yang berada di hijaz sangat dipengaruhi oleh generasi-generasi islam yang memang tinggal di daerah tersebut.
2. Realita yang dihadapi ahli ra`yi
a. Tidak memiliki kekayaan atsar sehingga berpegangan atas akal mereka, berijtihad memahami untuk memahami ma`kulnya nash dan sebab- sebab pembentukan hukum. Dalam hal ini mereka mengikuti guru mereka Abdullah Ibnu Mas`ud ra.
b. Menghadapi realita terjadinya fitnah yang membawa pada pemalsuan dan pengubahan hadis hadis. Karenanya mereka sangat hati-hati dalam menerima riwayat hadis. Mereka menetapakan bahwa hadis haruslah masyhur dikalangan fuqoha`.
c. Kekuasaan persia banyak meninggalkan aneka ragam bentuk muamalat dan adat istiadat, serta aturan tata tertib, maka lapangan ijtihad menjadi demikian luas di irak. Para ulama bisa melakukan pembahasan dan menuangkan pemikiran.(http//harakasura.word press.com)
IV. KESIMPULAN
1. Faktor-Faktor Yang Mendukung Munculnya Fiqih
a. Meluasnya daerah kekuasaan
b. Karya-karya terdahulu
c. Munculnya tokoh-tokoh besar.
d. Menurut Abdul Wahab Khallaf, lahirnya madhab fiqih dipengaruhi oleh 3 faktor berikut ini:
perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyrikh
e. Perbedaan dalam pembentukan hukum.
f. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash alquran
2. faktor-faktor yang mendasari ahli hadis dan ahli ra`yu.
a. Pengaruh metodologi para sahabat.
b. Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut mak dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuquha Irak tidak mangguanakan hadis adalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqoha hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadis adalah hujjah syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad denagn ra`yu yakni dengan qiyas, adalah juga hujjah syariyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
Syariat hukum islam (fiqh) merupakan hasil karya fuqoha yang menyangkut kemaslahatan masyarakat. Fiqih diamblkan dari sumber-sumber yang masih global, yang masih membutuhkan penjabaran nash yang masih global ketika dikaitkan dengan kemaslahatan membutuhkan kesungguhan dalam memutuskan suatu hukum yang kita kenal dengan istilah ijtihad.
Dari ijtihad tersebut kita akan mengetahui orang-orang yang melakukannya, sekaligus sejarah terbentuknya fiqih tersebut. Perkembangan fiqih baru menemui titik keemasannya ketika kedaulatan islam berpindah tangan dari tambuk kepemimpinan umayyah ketangan abbasiyah. Fiqih tesebut merupakan jelmaan dari syariat yang mengalami metemorfiosis dari nash yang utuh menjadi sebuah fatwa-fatwa yang nantinya bisa jadi pedoman untuk memecahkan permasalahan yang disesuaikan dengan problematika yang ada sesuai dengan daerahnya masing-masing.
II. PERMASALAHAN
1. Faktor-faktor yang mendukung munculnya fiqih (syariat hukum islam) pada masa ahli hadis dan ahli ra`yu.
2. Faktor-faktor yang mendasari ahli kadis dan ahli ra`yu.
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
III. PEMBAHASAN
1. Faktor-Faktor Yang Mendukung Munculnya Fiqih
Setelah Nabi SAW meninggal (wafat) dunia islam bukannya menurun akan tetapi terus melebarkan sayapnya bahkan sampai keluar jazirah arab.Meluasanya penyebaran islam, maka hukum islam yang dibawa akan mengalami perubahan, karena hal tersebut merupakan suatu tuntunan bagi pemegang tambuk kekuasaan. Maka lahirnya fiqih (syariat yang sudah mengalami pembaruan) dengan usaha para fuqoha untuk menggali aturan-aturan umum, guna menghadapi persoalan yang terjadi dalam lapangan hukum bahkan kegiatan tersebut bukan hanya menyangkut permasalahan yang kontekstual, akan tetapi sudah sampai pada tahapan khayalan yang kemungkianan akan terjadi. Adapun faktor-faktor lahirnya masa keemasan fiqih anrtara lain:
a. Meluasnya daerah kekuasaan
b. Karya-karya terdahulu
c. Munculnya tokoh-tokoh besar.(Ahmad Hanafi, 1986: 199)
d. Menurut Abdul Wahab Khallaf,
Lahirnya madhab fiqih dipengaruhi oleh 3 faktor berikut ini:
Perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyrikh, perbedaan ini terlihat dalam hal
a). perbedaan dalam ketsiqohan terhadap suatu hadits dan perbedaan pertimbanagn yang digunakan dalam mentarjih (menguatkan) suatu riwayat atas riwayat yang lain. Ketsiqohan para ulama terhadap hadis didasarkan pada: kepercayaan para rowi-rowinya (periwayat hadis), kepercayaan pada teknis (kaifiyat) periwayatannya.
Contoh: Mujtahid Irak, yakni Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, berhujjah dengan hadis- hadis mutawatir dan masyhur, serta merajihkan hadis –hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang terpercaya dari kalangan ahli fiqih.
Mujtahid Madinah yakni Imam Malik dan sahabat-sahabatnya merajihkan apa yang menjadi pendapat penduduk madinah dan meninggalakan semua hadis Ahad yang berbeda dengannya sementara mujtahid yang lain berhujjah denaan segala macam hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil dan terpercaya, baik dari kalangan ahli fiqih atau yang lainnya.
b). Perbedaan dalam menilai fatwa-fatwa sahabat.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berpedoman pada fatwa-fatwa sahabat secara keseluruhan sedangkan As syafi`i berpedoman pada fatwa-fatrwa sahabat tersebut adalah produk ijtihad yang tidak maksum (terpelihara dari kekeliruan). Maka boleh mengambilnya atau berbeda pada fatwa-fatwa mereka.
c). Perbedaan dalam masalah qiyas sebagai tasyrik
kalangan syiah dan dhohiriyah tidak membenarkan berhhujjah denagn qiyas, dan tidak menganggap qiyas sebagai sumber tasyrik. Sedangakan mayoritas mijtahid berpendapat sebaliknya.
e. Perbedaan dalam pembentukan hukum
Para mujtahid terbagi menjadi dua kelompok
1) Ahli hadis yang termasuk kedalam kelompok ini adalah ulama hijaz, merka mencurahkan diri untuk menghafal hadis dan fatwa-fatwa sahabat,kemudian mengalahkan pembentukan hukum atas dasar pemahaman terhadap hadits-hadits dan fatwa-fatwa tersebut. Mereka menjauhi larangan berijtihad dengan pendapat dan tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan yang sangat darurat.
2) Ahli Ra’yi termasuk dalam kelompok iini adalah mujtahid-mujtahid irak. Mereka memiliki pandangan yang jauh tentangb maksud-maksud syari’at. Mereka tidak mau menjauhi pendapat kerena pertimbangan keluasan ijtihad, dan mereka menjadikan pendapat sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pebahasan-pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum dll.
f. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash alquran. (http//harakasura.word press.com)
Masa keemasan islam ditandai dengan munculnya dua fakultas atau aliran yaitu ahli hadis dan ahli ra`yu. Dari dua aliran tersebut maka akan menghasilkan hukum syariat yang dikodofikasi yang bisa dinikmati sampai sekarang. Ahli ra`yu kebanyakan dianut oleh ahli irak yang menggunakan rasio dalam skala besar dan menganggap hukum syariat sebagai suatu takaran rasio.hukum syariat yang dirasiokan adalah illat dan tujuan moral yang ada dibalik hukum yang nampak, serta menyelami keadaan masyarakat. Mereka beranggapan bahwa syariat setelah wafatnya rasul SAW sudah sempurna, yang harus dipahami atau adanya penjabaran adalah illat-illat yang terkandung didalamnya.
Adapun kata ra`yu menurut bahasa adalah pemikiran adapun menurut istilah disamakan dengan ijtihad., ijtihad sendiri adalah qiyas. (M Ali Hasan, 1996: 160)
Dasar ra`yu adalah hadis nabi SAW terhadap Muadz “aku akan bersungguh-sungguh dengan ra`yu dan tidak akan membiarkannya, ketika dia ditanaya dengan apa ia akan memutuskan sesuatu bila tidak terdapat dalam Al qur`an dan hadis.”
Ahli hadis kebanyakan dianut oleh orang hijaz dan madinah. Mereka membatasi diri sekedar apa yang ada didalam nash baik Al qur`an dan sunnah selain itu, mereka juga menggunakan fatwa-fatwa sahabat sebagai sumber hukum. Semua pendapat-pendapat mereka terikat pada kata-kata hadis (dhohirnya) tanpa mencari illat hukum yang terdapat didalamya dan juga aturan-aturan dasr syariat. Mereka akan menggunakan rasionya apabila keadaan sudah mendesak (darurat).
2. Faktor-faktor yang mendasari ahli kadis dan ahli ra`yu.
Munculnya dua fakultas atau aliran tersebut (ahli hadis dan ahli ra`yu) lebih disebabkan adanya desakan-desakan warisan struktural dan kultural sekaligus. Dimensi struktural yang mengakibatkan lahirnya dua aliran yaitu (M Ali Hasan, 1996: 163)
a. Pengaruh metodologi para sahabat
Metodologi yang dipakai oleh ahli hadis adalah sikap mereka yang mempertahankan ketentuan nash yang dhohiriyah sekalipun, tidak mau melakuakan intervensi terhadap hadis atau nash kecuali dalam keadaaan terdesak. Mereka tidak menghendaki rasionalisasi hukum. Adapun orang-orang yang termasuk ahli hadis yaitu Zubair, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Ash.
Sedangkan metodologi yang dipakai oleh ahli ra`yu adalah rasio (pemikiran) yang dipelopori oleh Ibnu Mas`ud. Dia sangat terpengaruh oleh pemikiran Umar bin Khattab. Ibnu Mas`ud sangat menagagumi kecemerlangan pemikiran Umar, sebagaimana janji dia yang akan tetap membela Umar walaupun semua orang di bumi menentangnya. Ibnu Mas`ud berkata: “jika semua orang memilih jalan dan Umar memilih jalan yang lain niscaya saya akan memilih jalan Umar.”(Abdullah Fatah,1981:240)
b. Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik, banyak munculnya penyelewengan hadis dan kebohongan periwayatannya, sedangkan di Hijaz dan Madinah masih banyak hadis dan fatwa sahabat, sehingg mereka tidak perlu melakukan ijtihad dan menggunakan rasio.
Dimensi kulturalyang mengakibatkan lahirnya dua aliran adalah:
a) Irak jauh dari bumi nabi dan hadis, irak merupakan negara yang terbuka untuk semua kebudayaan dan peradaban lain. Dengan adanya alasan tersebut maka para fuqoha yang dihadapkan pada problematika permasalahan hukum dituntut untuk menyelesaikannya secara cepat, maka secara terpaksa mereka mengkerahkan kemampuan yang mereka miliki dengan pemilahan mereka sendiri yang dasarnya bersumber pada al- qur`an dan hadis. Dengan selalu menggunakan rasionya fuqoha irak mendapatkan keistimewaan sendiri, yaitu mereka bisa memprediksiakn suatu peristiwa yang akan terjadi sekaliagus menetapkan hukumnya. Contohnya pada zaman itu belum ada yang namanya memindah anggota tubuh (diantaranya cangkok paru-paru atau yang lainnya) tapi mereka suadah memberikan rambu-rambu hukum terntang permasalahan tersebut.
b) Madinah dan Hijaz adalh gudang ilmu islam, disana banayak para ulama. Madinah dan hijaz juga suasana wilayahnya sama seperti pada masa nabi SAW. Jadi untuk mengatasinya permasalahan cukup permasalahan dengan mengandalkan literatur Al qur`an dan hadis serta ijma` sahabat. (Ahmad Hanafi.1986: 205)
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
Dengan adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut maka dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuquha Irak tidak mangguanakan hadis dalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuwoha hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadis adalah hujjah syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad denagn ra`yu yakni dengan qiyas, adalah juga hujjah syariyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
Contoh perbedaan pendapat ahli hadis dan ahli ra`yi:
a. Kasus: zakat 40 ekor kambing adalah 1 ekor kambing
Pendapat ahli hadis:
-(fuqoha Hijaz) harus membayar zakatnya dengan wujud 2 ekor kambing sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabial dibayar dengan haraga yang senilai.
Pendapat Ahli Hadis
-(Fuquha Irak) muzakki wajib mebayar zakatnya itu denagn 1 ekor kambing atau dengan harag yang senilai dengan seeekor kambing.
b. Kasus: zakat fitrah itu 1 sha` tamar (kurma) atau syair (gandum)
Pendapat ahli hadis
-(fuqoha hijaz) harus membayar zakatnya dengan 1 sha` tamar sesuai yang diterangkan hadis dn dianggap belum menjalankan kewajiban apabiala dibayar dengan harga yang senilai.
Pendapat ahli ra`yi
-(fuqoha iarak) muzakki wajib mwmbayar zakat fitrah itu dengan 1 sha` tam,ar atau denagn haraga senilai 1 sha` tamar tersebut.
c. Mengembalikan kambing yang terlanjur diperas air susunya harus dikembalikan dengan 1 sha` tamar.
Pendapat ahli hadis (fuquha hijaz) harus menggantinya dengan membayar 1 sha` tamar sesuai yang diterangka hadis dan dianggap belum menjalankan kewajiban apabila dibayar dengan harga yang senilai.
Pendapat ahli ra`yi (fuqoha irak) menggantinya dengan harag yang senilai dengan ukuran air susu yang diperas berati telah menunaikan kewajiban.
Dari contoh diatas kita dapat mengetahui ahli hadis dari nash-nash ini menurut apa yang ditunjuk oleh ibarat-ibaratnya secara lahiri, dan mereka tidak membahas illat tasyrik (sebab disyariatkan). Sedangkan ahli ra`yi memahami nas-nash tersebut menurut maknanya dan maksud disyariatkan oleh sang pembuat syariat, Allah SWT.
Sebab terpenting yang membawa ikhtilaf dua pengaruh kelompok tersebut adalah:
1. Realita yang dikadapi ahli hadis
a. memiliki kekayaan atsar-atsar (hadis dan fatwa sahabat)yang dapat digunakan dalam membentuk hukum-hukum dn dijadikan sandaran.
b. Menghadapi realita masyarakat yang cenderung homogen tanpa terjadinya hal-hal yang berpengaruh pada sumber-sumber tasyrik.
c. Muamalat. Aturan, dan tata tertib yang berada di hijaz sangat dipengaruhi oleh generasi-generasi islam yang memang tinggal di daerah tersebut.
2. Realita yang dihadapi ahli ra`yi
a. Tidak memiliki kekayaan atsar sehingga berpegangan atas akal mereka, berijtihad memahami untuk memahami ma`kulnya nash dan sebab- sebab pembentukan hukum. Dalam hal ini mereka mengikuti guru mereka Abdullah Ibnu Mas`ud ra.
b. Menghadapi realita terjadinya fitnah yang membawa pada pemalsuan dan pengubahan hadis hadis. Karenanya mereka sangat hati-hati dalam menerima riwayat hadis. Mereka menetapakan bahwa hadis haruslah masyhur dikalangan fuqoha`.
c. Kekuasaan persia banyak meninggalkan aneka ragam bentuk muamalat dan adat istiadat, serta aturan tata tertib, maka lapangan ijtihad menjadi demikian luas di irak. Para ulama bisa melakukan pembahasan dan menuangkan pemikiran.(http//harakasura.word press.com)
IV. KESIMPULAN
1. Faktor-Faktor Yang Mendukung Munculnya Fiqih
a. Meluasnya daerah kekuasaan
b. Karya-karya terdahulu
c. Munculnya tokoh-tokoh besar.
d. Menurut Abdul Wahab Khallaf, lahirnya madhab fiqih dipengaruhi oleh 3 faktor berikut ini:
perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyrikh
e. Perbedaan dalam pembentukan hukum.
f. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash alquran
2. faktor-faktor yang mendasari ahli hadis dan ahli ra`yu.
a. Pengaruh metodologi para sahabat.
b. Irak notabene wilayahnya merupakan wilayah yang sering terjadi konflik
3. Perbedaan yang ada antara ahli hadis dan ahli ra`yu.
adanya perbedaan faktor yang memunculkan dua alirannya tersebut mak dalam memutuskan hukumnya akan sangat berbeda akan tetapi pada dasarnya tidak berarti bahwa fuquha Irak tidak mangguanakan hadis adalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqoha hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra`yu karena kedua kelompok ini Rahimmahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadis adalah hujjah syar`iyyah yang menentukan dan ijtihad denagn ra`yu yakni dengan qiyas, adalah juga hujjah syariyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya.
Jumat, 15 Oktober 2010
HUDUD dan TA’ZIR
I. PENDAHULUAN
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.
Ulama membagi tindak pidana ( Jarimah) dalam lima katagori. 1. Katagori berat- ringannya hukuman, terdiri dari tiga jenis; Jarimah Hudud, Jariman Qishash, dan Jarimah Ta`zir. 2. Menurut niat pelaku. 3. Berdasarkan sikap berbuat. 4. Siapa yang menjadi korban. 5. Berkaitan dengan kepentingan umum.
Untuk mempersempit pembahasan maka disisni pemakalah hanya akan membahas masalah yang berkenan dengan hudud dan ta’zir saja.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela orang, menjadi saksi palsu dan suap.
II. PERMASALAHAN
1. Bagaimana perbuatan itu dikatakan sebagai jarimah ?
2. Apa yang dimaksud jarimah hudud dan ta’zir?
3. Macam-macam jarimah hudud dan ta’zir
4. Perbedan sanksi hudud dan Ta’zir
III. PEMBAHASAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Adapun aturan hukum maupun unsur-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah. Unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas. Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya. Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang dari ajaran Rasul.
Unsur materiil, yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.
Unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.
A. Jarimah Hudud
1. Pengertian
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Asy-Syafi’i rahimahullahu ta’ala berkata : “Hukuman had itu ada dua macam salah satunya adalah hukuman had yang Allah subhanahu wa ta’ala (Hak Allah) untuk sesuatu yang diininkan Allah dari penolakan sumpah oleh orang-orang yamg menipu dari padanya dan apa yang dilihat Allah dari mensucikannya dengannya atau lain demikian dimana Allah sendiri lebih mengetahui dengannya dan tidak ada bagi anak adam hak pada ini. Kedua hukuman had yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala kepada orang yang melaksanakannya dari anak adam. Yang demikian itu adalah ahak mereka. Dan kedua hak itu ada dasar dari kitab Allah Azza wa jalla. ”
Yang dimaksud hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Adapun dalil bahwa Allah memiliki hukuman had atau hak Allah terdapat dalam Al-Maidah, 33-34 yang artinya :
“ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnua dan membuat kerusakan dimuka bumi hanyalah mereka itu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai penghinaan bagi mereka didunia dan diakhirat mereka itu memperoleh siksaa yang besar. Kecuali orang-orang yang taubat diantara mereka sebelum kamu dapat menguasai (menangkap mereka), maka ketahuilah Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang.”(al-Maidah : 33-34 )
Terdapat juga dalam al-Nur : 2 yang artinya
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari mereka seratus kalli dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beiman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Nur : 2 ).
2. Macam-macam jarimah Hudud
Pada hakikatnya, ada kebebasan untuk menetapkan hukum, akan tetapi hukum Allah swt. tetap dijadikan rambu dalam menegakkan keadilan, maka pemahaman jarimah hudud harus disikapi sebagai sebuah ijtihad Ulama terdahulu. Adapun macam-macam hukuman Hudud adalah sebagai berikut :
Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal, adalah alternatif hukuman terberat dan bersifat insidentil. Penerapannya lebih bersifat kasuistik, karena hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu dan masyarakat.
Qazf adalah menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan. Jika tidak terbukti maka penuduh dikenai dera 80 kali. Dalam Islam, kehormatan, pencemaran nama baik adalah hak yang harus dilindungi, bukan sekedar karena kebohongan.
Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan. Dalam ijtihad, potong-tangan diberlakukan untuk pencuri professional. Dalam teori halah al-had al-a`la, hukum potong tangan dalam kejadian tertentu dapat digantikan dengan hukuman lain yang lebih rendah, tetapi tidak boleh diganti dengan yang lebih tinggi.
Hirabah adalah sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah hukuman bertingkat. Potong tangan karena mencuri, potong kaki karena mengacau, qishash karena membunuh, disalib karena membunuh dan mengacau, dan dipenjara bila mengacau tanpa membunuh dan mengambil harta.
Baghy adalah pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Imam yang sah tanpa alasan. Pemberontakan merupakan upaya melakukan kerusakan. Islam memerintahkan Pemerintah untuk berunding, dan diperangi apabila tidak bersedia kembali bergabung dalam masyarakat. Bahkan mayatnya tidak perlu dishalati seperti yang lakukan oeh Ali bin Abi Thalib.
Khamar (minuman memabukkan), diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan lainnya. Islam sangat memperhatikan kesehatan badan, jiwa dan kemanfaatan harta benda. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir .
Riddah, orang yang menyatakan kafir setelah beriman dalam Islam, baik dilakukan dengan; 1. perbuatan menyembah berhala, 2. dengan ucapan bahwa Allah mempunyai anak, atau 3. dengan keyakinan bahwa Allah sama dengan makhluk. Dalam Hadis, hukumnya dibunuh. Namun dalam pemahaman kontektual bahwa murtad, hanya dihukumi ta`zir, karena sanksinya bersifat Akhirat, murtad hanya dihukum jika mencaci maki agama, akan tetapi bisa dikenai hukuman mati dengan ta`zir jika terbukti melakukan desersi sedang Negara dalam keadaan perang.
B. Jarimah Ta’zir
1. Pengertian
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.
Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) dari ’azzara yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dengan tujuan membuatnya jera. Dan hukuman tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba atau sesama manusia.
Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
2. Macam-macam jarimah Ta’zir
a. Sanksi yang berkaitan dengan badan. Danksi ini ada dua yaitu hukuman mati danhukuman jilid.
1. Hukuman Mati
Madzhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati dengan syarat bila perbuatan tersebut berulang-ulang contohnya mencuri yang dilakukan berulang-ulang. Syarat lainnya jika hukuman itu membawa maslahat bagi masyarakat.
Madzhab maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwa hukuman mati adalah sanksi tertinggi. Contohnya kepada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, dan jika tidak dibunuh maka akan merusak bumi.
Seseorang yang melakukan jarimah jika sanksinya tidak berdampak apa-apa maka dapat dijatuhi hukuman mati. Penjatuhan hukuan mati juga harus dipertimbangkan betul-betul membawa kemaslahatan dan mencegah kerusakan yang menyebar di muka bumi.
2. Hukuman Jilid
Hadist yang menunjukkan bolehnya ta’zir dengan jilid adalah hadits abu Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi SAW. Berkata ” Seseorang tidak boleh dijilidlebih dari sepuluh kali cambukan kecuali dalam salah satu dari had Allah SWT”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Burdah).
Jarimah yang dikenai hukuman ta’zir misalnya : percobaan Zina, orang-orang yang membantu perampokan, jarimah yang dijatuhi dengan had jilid tetapi terdapat syubhat.
Adapun jumlah jilid maksimal menurut madzhab Hanafi tidak boleh melebihi hukuman jilid had. Misalnya peminum khamar yang jilid hanya 40 kali maka jika di jatuhi ta’zir jilidnya 39 kali. Begitu juga pada kalanga madzhab syafi’i dan hanbali hukuman ta’zir dengan jilid tidak boleh lenih dari jilid had.
Sedangkan batas terendah dari hukuman ta’zir yang berupa jilid para ulam’ berbeda pendapat dalam menentuknnya, hal ini dikembalikan kepada ulil amri yang menentukan berapa kali jilidan yang harus dikenakan. Dan minimal memberi dampak preventif dan represif bagi umat.
b. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang. Dalam sanksi ini terdapat dua hukuman yaitu hukuman penjara dan pengasingan atau dibuang.
1. Hukuman Penjara
Hukuman penjara adalah berupa kurungan baik dirumah, di mesjid dan tenpat khusus yang disediakan. Hukuman penjara ini boleh dilakukan dengan dasar dalil dengan firman Allah yang artinya ” dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantra kamu yag menyaksikannya. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian , maka kurunglah mereka dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS.an-Nisa’ : 15).
Hukuman penjara ada dua macam yaitu hukuman penjara yang dibatasi waktunya dan yang tidak dibatasi waktunya. Hukuman penjara yang dibatasi waktunya tidak ada kesepakatan dikalangan ulama’ karena hal ini dilihat dari jarimah yang dilakukan. Ada sebagian ulam’ yang berpendapat lamanya penjara adalah dua atau tiga bulan, ada juga yang berpendapat satu tahun. Dan tentang penjara yang tidak ditentukan lamanya para ulama ada yang berpendapat bisa berupa kurungan seumur hidup, bisa juga sampai orang yan dikurung sungguh-sungguh bertaubat.
2. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan ini diberlakukan kepada orang yan perbuatan jarimahnya membahayakan dan dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain, sehingga pelakunya harus dibuang atau diasingkan. Misalnya orang yang melakukan pemalsuan.
c. Sanksi berkaitan dengan harta
Menurut jumhur ulama’ ta’zir dengan harta ini boleh dilakukan tetapi dikalangan mereka berbeda-beda mengartikan diperbolehkannya ta’zir dengan harta. Ada yang berpendapat bahwa dibolehkannya menyita harta terhukum selama waktu tertentu, bukan dengan merampas atau menghancurkannya alasannya mereka berprinsip tidak boleh mengambil harta seseorang tanpa ada alasan hukum yang membolehkannya.
Ibnu Taimiyah membagi sanksi ta’zir yang berupa harta ini menjadi tiga bagian, yaitu menghancurkannya, mengubahnya dan memilikinya. Contoh sanksi ta’zir berupa penghancuran patung-patung milik orang islam yang membawa kemadharatan baginya atau alat-alat permainan dan tempat khamr. Contoh sanksi ta’zir yang berupa mengubah milik penjahat yaitu mengibah patung menjadi tempat bunga dengan cara kepalanya dihilangkan. Contoh sanksi ta’zir yang berupa pemilikan harta adalah keputusan Rasulullah melipat gandakan harta buah-buahan yang di curi oleh seorang pencuri sebagai denda.
d. Sanksi – sanksi ta’zir yang lainnya
Diantara sanksi-sanksi ta’zir yang tidak termasuk ke dalam ketiga kategori yang telah dikemukakan diatas adalah anatara lain :
1. Peringatan keras dan dihadirkan dihadapan sidang
2. Dicela
3. Dikucilkan
4. Dinasihati
5. Dipecat dari jabatannya
6. Diumumkan kesalahnnya
C. Perbedaan hudud dengan Ta’zir
a. Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.
b. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.
c. Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
d. Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.
IV. KESIMPULAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Yang berhubungan dengan hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.
Ulama membagi tindak pidana ( Jarimah) dalam lima katagori. 1. Katagori berat- ringannya hukuman, terdiri dari tiga jenis; Jarimah Hudud, Jariman Qishash, dan Jarimah Ta`zir. 2. Menurut niat pelaku. 3. Berdasarkan sikap berbuat. 4. Siapa yang menjadi korban. 5. Berkaitan dengan kepentingan umum.
Untuk mempersempit pembahasan maka disisni pemakalah hanya akan membahas masalah yang berkenan dengan hudud dan ta’zir saja.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela orang, menjadi saksi palsu dan suap.
II. PERMASALAHAN
1. Bagaimana perbuatan itu dikatakan sebagai jarimah ?
2. Apa yang dimaksud jarimah hudud dan ta’zir?
3. Macam-macam jarimah hudud dan ta’zir
4. Perbedan sanksi hudud dan Ta’zir
III. PEMBAHASAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Adapun aturan hukum maupun unsur-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah. Unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas. Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya. Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang dari ajaran Rasul.
Unsur materiil, yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.
Unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.
A. Jarimah Hudud
1. Pengertian
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Asy-Syafi’i rahimahullahu ta’ala berkata : “Hukuman had itu ada dua macam salah satunya adalah hukuman had yang Allah subhanahu wa ta’ala (Hak Allah) untuk sesuatu yang diininkan Allah dari penolakan sumpah oleh orang-orang yamg menipu dari padanya dan apa yang dilihat Allah dari mensucikannya dengannya atau lain demikian dimana Allah sendiri lebih mengetahui dengannya dan tidak ada bagi anak adam hak pada ini. Kedua hukuman had yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala kepada orang yang melaksanakannya dari anak adam. Yang demikian itu adalah ahak mereka. Dan kedua hak itu ada dasar dari kitab Allah Azza wa jalla. ”
Yang dimaksud hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Adapun dalil bahwa Allah memiliki hukuman had atau hak Allah terdapat dalam Al-Maidah, 33-34 yang artinya :
“ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnua dan membuat kerusakan dimuka bumi hanyalah mereka itu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai penghinaan bagi mereka didunia dan diakhirat mereka itu memperoleh siksaa yang besar. Kecuali orang-orang yang taubat diantara mereka sebelum kamu dapat menguasai (menangkap mereka), maka ketahuilah Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang.”(al-Maidah : 33-34 )
Terdapat juga dalam al-Nur : 2 yang artinya
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari mereka seratus kalli dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beiman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Nur : 2 ).
2. Macam-macam jarimah Hudud
Pada hakikatnya, ada kebebasan untuk menetapkan hukum, akan tetapi hukum Allah swt. tetap dijadikan rambu dalam menegakkan keadilan, maka pemahaman jarimah hudud harus disikapi sebagai sebuah ijtihad Ulama terdahulu. Adapun macam-macam hukuman Hudud adalah sebagai berikut :
Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal, adalah alternatif hukuman terberat dan bersifat insidentil. Penerapannya lebih bersifat kasuistik, karena hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu dan masyarakat.
Qazf adalah menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan. Jika tidak terbukti maka penuduh dikenai dera 80 kali. Dalam Islam, kehormatan, pencemaran nama baik adalah hak yang harus dilindungi, bukan sekedar karena kebohongan.
Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan. Dalam ijtihad, potong-tangan diberlakukan untuk pencuri professional. Dalam teori halah al-had al-a`la, hukum potong tangan dalam kejadian tertentu dapat digantikan dengan hukuman lain yang lebih rendah, tetapi tidak boleh diganti dengan yang lebih tinggi.
Hirabah adalah sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah hukuman bertingkat. Potong tangan karena mencuri, potong kaki karena mengacau, qishash karena membunuh, disalib karena membunuh dan mengacau, dan dipenjara bila mengacau tanpa membunuh dan mengambil harta.
Baghy adalah pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Imam yang sah tanpa alasan. Pemberontakan merupakan upaya melakukan kerusakan. Islam memerintahkan Pemerintah untuk berunding, dan diperangi apabila tidak bersedia kembali bergabung dalam masyarakat. Bahkan mayatnya tidak perlu dishalati seperti yang lakukan oeh Ali bin Abi Thalib.
Khamar (minuman memabukkan), diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan lainnya. Islam sangat memperhatikan kesehatan badan, jiwa dan kemanfaatan harta benda. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir .
Riddah, orang yang menyatakan kafir setelah beriman dalam Islam, baik dilakukan dengan; 1. perbuatan menyembah berhala, 2. dengan ucapan bahwa Allah mempunyai anak, atau 3. dengan keyakinan bahwa Allah sama dengan makhluk. Dalam Hadis, hukumnya dibunuh. Namun dalam pemahaman kontektual bahwa murtad, hanya dihukumi ta`zir, karena sanksinya bersifat Akhirat, murtad hanya dihukum jika mencaci maki agama, akan tetapi bisa dikenai hukuman mati dengan ta`zir jika terbukti melakukan desersi sedang Negara dalam keadaan perang.
B. Jarimah Ta’zir
1. Pengertian
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.
Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) dari ’azzara yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dengan tujuan membuatnya jera. Dan hukuman tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba atau sesama manusia.
Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
2. Macam-macam jarimah Ta’zir
a. Sanksi yang berkaitan dengan badan. Danksi ini ada dua yaitu hukuman mati danhukuman jilid.
1. Hukuman Mati
Madzhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati dengan syarat bila perbuatan tersebut berulang-ulang contohnya mencuri yang dilakukan berulang-ulang. Syarat lainnya jika hukuman itu membawa maslahat bagi masyarakat.
Madzhab maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwa hukuman mati adalah sanksi tertinggi. Contohnya kepada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, dan jika tidak dibunuh maka akan merusak bumi.
Seseorang yang melakukan jarimah jika sanksinya tidak berdampak apa-apa maka dapat dijatuhi hukuman mati. Penjatuhan hukuan mati juga harus dipertimbangkan betul-betul membawa kemaslahatan dan mencegah kerusakan yang menyebar di muka bumi.
2. Hukuman Jilid
Hadist yang menunjukkan bolehnya ta’zir dengan jilid adalah hadits abu Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi SAW. Berkata ” Seseorang tidak boleh dijilidlebih dari sepuluh kali cambukan kecuali dalam salah satu dari had Allah SWT”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Burdah).
Jarimah yang dikenai hukuman ta’zir misalnya : percobaan Zina, orang-orang yang membantu perampokan, jarimah yang dijatuhi dengan had jilid tetapi terdapat syubhat.
Adapun jumlah jilid maksimal menurut madzhab Hanafi tidak boleh melebihi hukuman jilid had. Misalnya peminum khamar yang jilid hanya 40 kali maka jika di jatuhi ta’zir jilidnya 39 kali. Begitu juga pada kalanga madzhab syafi’i dan hanbali hukuman ta’zir dengan jilid tidak boleh lenih dari jilid had.
Sedangkan batas terendah dari hukuman ta’zir yang berupa jilid para ulam’ berbeda pendapat dalam menentuknnya, hal ini dikembalikan kepada ulil amri yang menentukan berapa kali jilidan yang harus dikenakan. Dan minimal memberi dampak preventif dan represif bagi umat.
b. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang. Dalam sanksi ini terdapat dua hukuman yaitu hukuman penjara dan pengasingan atau dibuang.
1. Hukuman Penjara
Hukuman penjara adalah berupa kurungan baik dirumah, di mesjid dan tenpat khusus yang disediakan. Hukuman penjara ini boleh dilakukan dengan dasar dalil dengan firman Allah yang artinya ” dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantra kamu yag menyaksikannya. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian , maka kurunglah mereka dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS.an-Nisa’ : 15).
Hukuman penjara ada dua macam yaitu hukuman penjara yang dibatasi waktunya dan yang tidak dibatasi waktunya. Hukuman penjara yang dibatasi waktunya tidak ada kesepakatan dikalangan ulama’ karena hal ini dilihat dari jarimah yang dilakukan. Ada sebagian ulam’ yang berpendapat lamanya penjara adalah dua atau tiga bulan, ada juga yang berpendapat satu tahun. Dan tentang penjara yang tidak ditentukan lamanya para ulama ada yang berpendapat bisa berupa kurungan seumur hidup, bisa juga sampai orang yan dikurung sungguh-sungguh bertaubat.
2. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan ini diberlakukan kepada orang yan perbuatan jarimahnya membahayakan dan dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain, sehingga pelakunya harus dibuang atau diasingkan. Misalnya orang yang melakukan pemalsuan.
c. Sanksi berkaitan dengan harta
Menurut jumhur ulama’ ta’zir dengan harta ini boleh dilakukan tetapi dikalangan mereka berbeda-beda mengartikan diperbolehkannya ta’zir dengan harta. Ada yang berpendapat bahwa dibolehkannya menyita harta terhukum selama waktu tertentu, bukan dengan merampas atau menghancurkannya alasannya mereka berprinsip tidak boleh mengambil harta seseorang tanpa ada alasan hukum yang membolehkannya.
Ibnu Taimiyah membagi sanksi ta’zir yang berupa harta ini menjadi tiga bagian, yaitu menghancurkannya, mengubahnya dan memilikinya. Contoh sanksi ta’zir berupa penghancuran patung-patung milik orang islam yang membawa kemadharatan baginya atau alat-alat permainan dan tempat khamr. Contoh sanksi ta’zir yang berupa mengubah milik penjahat yaitu mengibah patung menjadi tempat bunga dengan cara kepalanya dihilangkan. Contoh sanksi ta’zir yang berupa pemilikan harta adalah keputusan Rasulullah melipat gandakan harta buah-buahan yang di curi oleh seorang pencuri sebagai denda.
d. Sanksi – sanksi ta’zir yang lainnya
Diantara sanksi-sanksi ta’zir yang tidak termasuk ke dalam ketiga kategori yang telah dikemukakan diatas adalah anatara lain :
1. Peringatan keras dan dihadirkan dihadapan sidang
2. Dicela
3. Dikucilkan
4. Dinasihati
5. Dipecat dari jabatannya
6. Diumumkan kesalahnnya
C. Perbedaan hudud dengan Ta’zir
a. Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.
b. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.
c. Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
d. Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.
IV. KESIMPULAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Yang berhubungan dengan hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.
PERLINDUNGAN ALLAH PERLINDUNGAN TERKUAT
Manusia khususnya umat islam apabila terjadi sesuatu pada dirinya dan ingain berlindung dari godaan setan, jin dan setan manusia hendaklah berlindung serta bergantung hanya kepada Allah yang dapat melindungi makhluknya dari berbagai macam bahaya. Hanya Allah tempat yang pantas untuk berlindung dan memohon. Sesungguhnya Allah yang maha kuat dan maha segalanya.
Allah sangat senang sekali jika hambanya bersungguh-sungguh dalam berdo’a sampai merengek-rengek dan banyak bergantung serta berserah diri kepadanya tetapi manusia juga harus berikhtiar , tanpa ikhtiar manusia tidak akan mendapatkan apa yang di inginkannya.
Kita dapat berlindung kepada Allah dengan beribadah salah satunya membaca Al-Qur’an khususnya pada surat Al-Ikhlas dan Mu’awwidzatin (Al-Falaq dan An-nnas) yang terdapat di akjir Al-Qur’an. Seperti dalam sebuah hadis “ Ketiga surat ini terkumpul dalam satu hadis dari Uqbah bin Amir Al-Juhani, ia berkata, ‘Rasululloh berkata kepadaku, Ucapkanlah! ‘ saya bertanya, ‘ apa yang harus saya ucapkan?’. Belaiau menjawab: ucapkanlah Qul Huwallahu ahad, Qul Audzu birabbil falaq, Qul Audzu birabbinnas”.
Rasululloh membacanya, kemudian beliau berkata, “ Belum ada manusia yang berlindung dengan yang seperti ketiganya”. Al – Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dalam As-Shahih bahwa Aisyah mengisahkan tentang Nabi, “ Jika mengeluh beliau membaca Al-Mu’wwidzatin untuk dirinya kemudian meniupkannya”.
Nabi juga berwasiat agar kita membaca ketiga surat tersebut pada pagi,sore, dan menjelang tidur. Karena gangguan itu bias berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia. Dengan membaca ketiga surat tersebut Insyaallah kita dapat membentengi diri dari segala yang mengganggu.
Mengapa berlindung kepada Allah menggunkan ketiga surat yakni Al- Ikhlas, Al-Falaq dan An-nnas ?.
Sesungguhnya surat Al- Ikhlas mengandung sepertiga dari Al-Qur’an. Didalamnya menyebutkan bahwa Allah maha Esa, tempat bergantung dan berlindung. Artinya Bahwa Allah yang maha dari maha – maha lainnya, hanya dia yang mampu melindungi dari berbagai godaan yang datang dari setan terkutuk.
Godaan atau gangguan yang paling berbahaya adalah bisikan-bisikan setan dari pada gangguan dunia, dengan itu Allah menyuruh kita untuk berlindung kepadanya dengan tiga sifat yang dimiliki Allah yaitu: Yang maha memelihara, yang maha menguasai, dan yang maha memiliki.
Diteragkan juga dalam surat An-nnas Allah berfirman pada ayat empat, lima dan enam memiliki arti“ Dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi. Yang membisikkan keburukan kedalam dada manusia. Dari jin dan manusia”. Jelaslah ayat tersebut bisikan setan awal mula manusia berbuat keburukan, serta kefasikan. Melalui dada bisikan-bisikan tersebut masuk kedalam fikiran manusia sehingga menjadikan ragu dengan jalan yang lurus dan akhirnya membelok kearah tidak di ridhoi Allah.
Manusia harus yakin dengan apa yang dijalaninya sekarang bahwa Allah selalu melindungi kebaikan dari godaan setan. Hendaknya berhati-hati juga dalam setiap langkah yang akan ditempuh serta menjauhi kemunafikan sehingga menjadikan ragu-ragu dalam mengamalkan suatu kebaikan, karena hal semacam itu merupakan bisikan dari setan.
Selanjutnya dalam surat Al-Falaq (Pembuka) yakni membuka waktu malam dengan datangnya waktu subuh dengan cahaya terang sehingga menjadikan petunjuk dalam kegelapan. Hal ini terjadi pada waktu pergantian malam yang gelap dimana biasanya krjahatan sering terjadi berganti menjadi siang yang terang benderang yang berisi petunjuk. Dalam surat AL-Falaq juga dijelaskan berlindung kepada Allah dari wanita-wanita tukang sihir serta dari kejahatan orang-orang yang dengki. Hanya Allahlah yang berkuasa atas semua itu dan layaklah bagi manusia meminta pertolongan dari segala yang membahayakan.Kepadanyalah kita memohon kenikmatan dan keselamatan sehingga segala marabahaya akan di jauhkan dari kita.
Mengenai surat Al-Mu’awwidzatin bahwa manusia meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan makhluk yang akan menghalanginya untuk beribadah serta dari jin dan bisikakn-bisikan setan yang ada dalam diri membuat ragu dalam menjalankan kebaikan.
Bisa jadi kejahatan itu dapat dilihat, kejahatan yang sperti ini dapat dicegah maupun diselamatkan, akan tetapi kejahatan melalui dari bisikakan-bisikan setan dalam diri manusia yang menjadikan fiqiran kacau dan berkecamuk, dalam keadaan seperti ini setan dapat leluasa mempengaruhi manusia untuk melakukan perbuatan dosa. Hal ini tidak bisa diselamatkn kecuali dengan berlindung kepada Allah.
Terkadang bisikan setan mengingatkan tentang masa lalu yang menyedihkan dan juga setan membisikkan angan-angan tentang masa depan terkait dengan masalah-maslah yang menimpa diri manusia dengan kehendak Allah, sehingga manusia itu mengerjakan sesuatu. Seperti firman Allah dalam surat ibrahim ayat 22 yang mempunyai arti “ Dan berkatalah setan tatkala perkara hisab telah di selesaikan, sesungguhnya Allah menjanjikan kepadamu yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menghalanginya”. Terdapat pada surat An-Nisa’ : 120 yang artinya “ Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan memberikan angan-angan kosong kepada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”. Serta terdapat dalam Al-baqarah : 268 “ Setan menjanjikan (menakutimu) dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat khianat (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu apapun darinya dan karunia.
Setan dapat melihat kita namun kita tudak dapat melihat mereka. Nyatalah bahwa setan yang memicu semua kejahatan baik langsung maupun tidak langsung. Mereka dengan mudah mempengaruhi manusi ketika dalam keadaan ragu-ragu. Hal ini dimulai sejak Allah menciptakan Nabi Adam di surga dan Allah menyuruh agar semua malaikat tunduk kepadanya, setelah itu Allah menciptakan Hawa sebagai pendampingnya. Ereka boleh memakan apa saja yang ada di surga kecuali buah khuldi,akan tetapi setan iri terhadap mereka kemudian setan membisikkan kepada Adam dan Hawa untuk memakan buah Khuldi, dengan tipu dayanya merekapun terjebak bisikan setan tersebut yang akhirnya mereka diturunkan oleh Allah dari surga dan menjadi kholifah di bumi.Mulai dari itulah setan berjanji kepada Allah akan selalu menggangu anak cucu adam sampai hari akhir.
Seperti inilah Allah menerangkan tentang godaan setan dalam firmannya Al-Qur’an. Setan akan lebih bersemangat untuk menggoda ketika manusi akan atau sedang menjalankan kebikan maka harus berhati-hati dengan bisikan setan, sesungguhnya setan musuh yang nyata bagi manusia dan juga lupa mohon perlindungan kepada Allah. Tiada yang dapat mencegah godaan setan kecuali Allah dzat yang maha kuasa. Allah memerintah manusia untuk bersikap baik kepada setan manusia agar tabiatnya pulih dari gangguan yang ada dan memerangi musuh-musuh yang menghadang dari kebaikan dengan cara beribadah kepada Allah. Keselamatan seseorang tergantung seberapa besar ia berserah diri dan meminta perlindungan kepada Allah
Allah sangat senang sekali jika hambanya bersungguh-sungguh dalam berdo’a sampai merengek-rengek dan banyak bergantung serta berserah diri kepadanya tetapi manusia juga harus berikhtiar , tanpa ikhtiar manusia tidak akan mendapatkan apa yang di inginkannya.
Kita dapat berlindung kepada Allah dengan beribadah salah satunya membaca Al-Qur’an khususnya pada surat Al-Ikhlas dan Mu’awwidzatin (Al-Falaq dan An-nnas) yang terdapat di akjir Al-Qur’an. Seperti dalam sebuah hadis “ Ketiga surat ini terkumpul dalam satu hadis dari Uqbah bin Amir Al-Juhani, ia berkata, ‘Rasululloh berkata kepadaku, Ucapkanlah! ‘ saya bertanya, ‘ apa yang harus saya ucapkan?’. Belaiau menjawab: ucapkanlah Qul Huwallahu ahad, Qul Audzu birabbil falaq, Qul Audzu birabbinnas”.
Rasululloh membacanya, kemudian beliau berkata, “ Belum ada manusia yang berlindung dengan yang seperti ketiganya”. Al – Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dalam As-Shahih bahwa Aisyah mengisahkan tentang Nabi, “ Jika mengeluh beliau membaca Al-Mu’wwidzatin untuk dirinya kemudian meniupkannya”.
Nabi juga berwasiat agar kita membaca ketiga surat tersebut pada pagi,sore, dan menjelang tidur. Karena gangguan itu bias berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia. Dengan membaca ketiga surat tersebut Insyaallah kita dapat membentengi diri dari segala yang mengganggu.
Mengapa berlindung kepada Allah menggunkan ketiga surat yakni Al- Ikhlas, Al-Falaq dan An-nnas ?.
Sesungguhnya surat Al- Ikhlas mengandung sepertiga dari Al-Qur’an. Didalamnya menyebutkan bahwa Allah maha Esa, tempat bergantung dan berlindung. Artinya Bahwa Allah yang maha dari maha – maha lainnya, hanya dia yang mampu melindungi dari berbagai godaan yang datang dari setan terkutuk.
Godaan atau gangguan yang paling berbahaya adalah bisikan-bisikan setan dari pada gangguan dunia, dengan itu Allah menyuruh kita untuk berlindung kepadanya dengan tiga sifat yang dimiliki Allah yaitu: Yang maha memelihara, yang maha menguasai, dan yang maha memiliki.
Diteragkan juga dalam surat An-nnas Allah berfirman pada ayat empat, lima dan enam memiliki arti“ Dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi. Yang membisikkan keburukan kedalam dada manusia. Dari jin dan manusia”. Jelaslah ayat tersebut bisikan setan awal mula manusia berbuat keburukan, serta kefasikan. Melalui dada bisikan-bisikan tersebut masuk kedalam fikiran manusia sehingga menjadikan ragu dengan jalan yang lurus dan akhirnya membelok kearah tidak di ridhoi Allah.
Manusia harus yakin dengan apa yang dijalaninya sekarang bahwa Allah selalu melindungi kebaikan dari godaan setan. Hendaknya berhati-hati juga dalam setiap langkah yang akan ditempuh serta menjauhi kemunafikan sehingga menjadikan ragu-ragu dalam mengamalkan suatu kebaikan, karena hal semacam itu merupakan bisikan dari setan.
Selanjutnya dalam surat Al-Falaq (Pembuka) yakni membuka waktu malam dengan datangnya waktu subuh dengan cahaya terang sehingga menjadikan petunjuk dalam kegelapan. Hal ini terjadi pada waktu pergantian malam yang gelap dimana biasanya krjahatan sering terjadi berganti menjadi siang yang terang benderang yang berisi petunjuk. Dalam surat AL-Falaq juga dijelaskan berlindung kepada Allah dari wanita-wanita tukang sihir serta dari kejahatan orang-orang yang dengki. Hanya Allahlah yang berkuasa atas semua itu dan layaklah bagi manusia meminta pertolongan dari segala yang membahayakan.Kepadanyalah kita memohon kenikmatan dan keselamatan sehingga segala marabahaya akan di jauhkan dari kita.
Mengenai surat Al-Mu’awwidzatin bahwa manusia meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan makhluk yang akan menghalanginya untuk beribadah serta dari jin dan bisikakn-bisikan setan yang ada dalam diri membuat ragu dalam menjalankan kebaikan.
Bisa jadi kejahatan itu dapat dilihat, kejahatan yang sperti ini dapat dicegah maupun diselamatkan, akan tetapi kejahatan melalui dari bisikakan-bisikan setan dalam diri manusia yang menjadikan fiqiran kacau dan berkecamuk, dalam keadaan seperti ini setan dapat leluasa mempengaruhi manusia untuk melakukan perbuatan dosa. Hal ini tidak bisa diselamatkn kecuali dengan berlindung kepada Allah.
Terkadang bisikan setan mengingatkan tentang masa lalu yang menyedihkan dan juga setan membisikkan angan-angan tentang masa depan terkait dengan masalah-maslah yang menimpa diri manusia dengan kehendak Allah, sehingga manusia itu mengerjakan sesuatu. Seperti firman Allah dalam surat ibrahim ayat 22 yang mempunyai arti “ Dan berkatalah setan tatkala perkara hisab telah di selesaikan, sesungguhnya Allah menjanjikan kepadamu yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menghalanginya”. Terdapat pada surat An-Nisa’ : 120 yang artinya “ Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan memberikan angan-angan kosong kepada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”. Serta terdapat dalam Al-baqarah : 268 “ Setan menjanjikan (menakutimu) dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat khianat (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu apapun darinya dan karunia.
Setan dapat melihat kita namun kita tudak dapat melihat mereka. Nyatalah bahwa setan yang memicu semua kejahatan baik langsung maupun tidak langsung. Mereka dengan mudah mempengaruhi manusi ketika dalam keadaan ragu-ragu. Hal ini dimulai sejak Allah menciptakan Nabi Adam di surga dan Allah menyuruh agar semua malaikat tunduk kepadanya, setelah itu Allah menciptakan Hawa sebagai pendampingnya. Ereka boleh memakan apa saja yang ada di surga kecuali buah khuldi,akan tetapi setan iri terhadap mereka kemudian setan membisikkan kepada Adam dan Hawa untuk memakan buah Khuldi, dengan tipu dayanya merekapun terjebak bisikan setan tersebut yang akhirnya mereka diturunkan oleh Allah dari surga dan menjadi kholifah di bumi.Mulai dari itulah setan berjanji kepada Allah akan selalu menggangu anak cucu adam sampai hari akhir.
Seperti inilah Allah menerangkan tentang godaan setan dalam firmannya Al-Qur’an. Setan akan lebih bersemangat untuk menggoda ketika manusi akan atau sedang menjalankan kebikan maka harus berhati-hati dengan bisikan setan, sesungguhnya setan musuh yang nyata bagi manusia dan juga lupa mohon perlindungan kepada Allah. Tiada yang dapat mencegah godaan setan kecuali Allah dzat yang maha kuasa. Allah memerintah manusia untuk bersikap baik kepada setan manusia agar tabiatnya pulih dari gangguan yang ada dan memerangi musuh-musuh yang menghadang dari kebaikan dengan cara beribadah kepada Allah. Keselamatan seseorang tergantung seberapa besar ia berserah diri dan meminta perlindungan kepada Allah
Selasa, 12 Oktober 2010
hukum adat perorangan
HUKUM ADAT PERORANGAN – PEREKONOMIAN
I. PENDAHULUAN
Menurut hukum adat seseorang dikatakan dewasa apabila seseorang itu telah menikah kemudian meninggalkan rumah orang tuanya atau mertuanya dan menjadi keluarga yang berdiri sendiri serta menghidupi keluarganya sendiri. Tetapi jika seorang itu telah menikah tetapi belum berpisah rumah dengan orang tuanya maka masih dianggap sebagai anak sirumah karena dia belum mampu untuk berdiri sendiri dam masih membutuhkan didikan kearah yang bakal berdirinya sendiri.
Orang yang telah berkeluarga sendiri dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang pasti berhubungan dengan perekonomian. didalam masyarakat hukum adat berlaku tentang hukum adat perorangan juga hukum adat perekonomian yang mengatur tentang hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan yang lain.
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Dari pengertian diatas timbul beberapa pertanyaan yaitu meliputi apa sajakah hubungan-hubungan masyarakat dalam hukum adat perekonomian dan perorangan?. Serta bagaimanakah hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan yang menganut hukum adat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian ?.
II. PEMBAHASAN
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara lain akan diuraikan secara singkat yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
A. Hak-hak kebendaan
Didalam masyarakat hukum adat yang diluar jawa, mengenal adanya hak milik bersama meskipun harta yang dimiliki tersebut dari hasil jerih payahnya sendiri, misalnya jika seorang itu ditanya rumah siapakah itu? Maka dijawabnya “rumah saya”. Padahal kenyataannya rumah itu milik kerabatnya atau orang tuanya. Pernyataan tersebut tidak langsung menunjukkan hak milik mutlak yang pemiliknya bebas melakukan apa saja terhadap harta tersebut tanpa berbicara atau meminta izin kepada kerabat yang lain apa bila ingin berbuat atas hak miliknya. Contohnya dalam kepemilikan rumah yang sifatnya milik bersama antara lain rumah gadang, rumah kerabat, rumah keluarga.
Begitu juga jika seseorang itu memiliki sawah, ia akan menganggap sawah itu milik bersama keluarganya. Sehingga jika ia ingin berbuat sesuatu terhadap rumah atau sawah tersebut misalnya ingin mentransaksikannya maka ia harus bermusyawarah dahulu dengan anggota keluarganya yang lain.
Hak atas bangunan, rumah atau juga tanam tumbuhan yang terletaj diatas sebidang tanah, tidak selamanya merupakan satu kesatuan. Oleh karena ada kemungkinan seseorang memiliki banguna atau tanam tumbuhan yang terletak diatas tanah milik orang lain atau milik kerabat atau milik desa. Jadi menurut huk adat hak atas tanah terpisah dari hak atas bangunan atau tanam tumbuhan.
B. Tolong menolong dan kerja sama
Dalam perekonomian masyarakat hukum adat, jika penduduk akan membuka tanah untuk peladangan maka mereka menebang pohon-pohon yang ada dihutan, menebas semak belukar, kemudian membakarnya inilah yang disebut pembukaan hutan. Mereka melakukannya bersama-sama saling tolong menolong dan bergotong royong, kemudian hasil dari pembukaan hutan tersebut ladangnya dibagi sesuai orang yang ikut bergotong royong, begitu dalam penanaman tumbuhanladang misalnya padi dilakukan oleh para wanita dan muda-mudi melakukannya secara bersam-sama danbergotong royong.
Contohnya dibali namanya nguopin, dalam sistem pertanian subak, para krama subak ( anggota-anggota pemilik sawah ) bekerja sama dan tolong menolong dalam memperbaikai saluran air dan lainnya dibawah pimpinan “Pekaseh” ( petugas pengatur air ) dijawa disebut ulu-ulu. begitu pula untuk menuai padi dilakukan oleh kumpulan kerjasama yang disebut “ Seka manyi ”.
Di Sumbawa berlaku adat kerjasama tolong menolong dalam usaha pertanian, yang disebut “nulong”, “saleng tulong” dan “basiru”. Nulong artinya kerjasam tolong menolong dengan balas jasa, misalnya dalam menuai padi, setelah selesai maka anggota peserta mendapat “segutes” padi atau sejumlah uang, dan para peserta yang menolong diberi mkan siang. Saleng tulong artinya kerjasama tolong menolong tanpa balas jasa. Sedangkan basiru adalah kerja sama dan tolong menolong dengan balas jasa yang masing-masing orang yang ikut mendapatka seikat padi atau uang namun mereka harus membawa makan sendiri.
Kerja sama tolong menolong yang sifatnya sosial keagamaan yang tujuannya membantu sanak saudara atau tetangga berlaku di semua daerah. Begitu pula pemberian sumbangan yan mengadakan hajatan di daerah-daerah tertentu namanya berbeda misalnya di Sunda : Penyambung, Bugis : passolok, Jakarta : paketan. Apabila kerjasama ditujukan untuk kepentingan umum yang dipimpin perangkat desa namanya gotong royong.
Kerja sama tolong menolong ini tidak hanya berlaku di acara keagamaan atau dalam pertanian saja tetapi juga dalm kegiatan budaya, misalnya diBali kumpulan keluarga para seniman disebut dadia mereka membuat gamelan dan alat-alat yang menyangkut budaya. Ada juga yang bersifat ketetanggaan disebut seka teruna (Kumpulan pemuda), seka daha (kumpulan gadis ), seka baris (kumpulan penari baris). Selain dibali didaerah lain yan serupa juga ada, di Lampung : mulei mengenai, Batak : naposo bulung, dan sebagainya.
C. Usaha perseorangan
Adapun yang dimaksud usaha perseorangan adalah seperti yang dikatakan Ter Haar “Individuele Crediet Haandelingen”, yang merupakan perbuatan menyerahkan atau mengerjakan sesuatu oleh satu orang yang satu dengan orang yang lain dan berlaku timbal balik. Antara lain yaitu :
1) Beri-memberi
Beri-memberi atau kirim-mengirim berupa uang atau barang bergerak yang terjadi diantara anggota keluarga, tetangga,kaum kerabat, atau teman sejawat bertujuan sebagai “tanda ingat”,”tanda hormat”, “tanda pengikat”(Jawa : paningset), “tanda jadi”(Jawa : Panjer), “tanda pengakuan” (Minahasa: lilikur), “tanda cinta”(Lampung : bejenuk, bekadu), dan sebagainya.
2) Jual beli
Jual beli terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar (Jual tunai), tetapi jika pembayaran dibayar kemudian namanya (jual hutang), jika pembayaran dibayar secara berangsur namanya (jual angsur atau jual kredit), jika barangnya sudah dibayar namun belum diterima namanya (jual pesan), jika barangnya dijual tetapi pembayarannya diangsur pada setiap waktu tertentu sampai lunas (jual sewa), jika barangnya dijual dengan perantara dan perantara memdapat komisi (jual komisi).
3) Pakai memakai atau pinjam meminjam
Pakai memakai inin ada yang berlaku tanpa imbalan dan ada juga yang menggunakan imbalan. Pakai memakai dengan tanpa imbalan namaya pinjam pakai, sedangkan yang dengan balas jasa namanya pinjam sewa, pinjam meminjam yang dengan pertukaran benda namanya pinjam tukar atau tukar pakai.. sedangkan yang dimaksud tukar menukar, jika pertukaran tanpa tambahan namanya tukar guling, jika tambah nilai namaya tukar tambah.
4) Titip menitip
Titip menitip kebanyakan dilakukan terhadap hasil bumi, jika barangnya dititipkan untuk dijual disebut jual titip. Tetapi jika barangnya dititipkan untuk dijual sambil menunggu harga yang baik dinamakan titip tetap, dan apabila barang yang dititipkan itu boleh disewakan namanya titip sewa. Dan sebagainya.
5) Hutang piutang
Biasanya hutang piutang ini hanya berlaku terhadap uang saja. Didalam hukum adat tidak mengenal bunga kelalaian atau bunga pembayaran tidak baik, tetapi mengenak sistem tanggung menanggung, misalnya seseorang ikut menanggung hutang orang lain, atau ikut menanggung dengan jaminan pribadi atau jaminan benda.
6) Kerja mengerjakan
Hubungan kerja mengerjakan sesuatu, ada yang berdasarkan dengan persetujuan pembayaran upah dan ada yang tanpa perjanjian upah tertentu. Hubungan upah mengupah dapat bersifat upah pekerjaan sampai selesai, upah harian, atau dengan upah borongan (dengan pemborong). Keja mengerjakan tanpa upah berlaku dalam hubungan yang bersifat kekeluargaan dimana antara majikan dan pekerja sebagaimana orang tua dengan anaknya.
Kebanyakan dalam pelaksanaan usaha perorangan tersebut terjadi dengan kesepakatan tanpa pembuktian tertulis dan tidak menggunakan saksi-saksi, melainkan berlaku atas dasar saling percaya-mempercayai saja.
D. Hukum tanah
Di beberapa daerah orang yang akan membuka tanah dimulai dengan memberi tanda “mabali” tanda itu biasanya berupa tanda silang atau sebagainya. Dengan member tanda pada tanah itu timbullah hak membuka tanah.
Apabila tanah tersebut dibuka kemudian ditanami pala wija atau yang lainnya maka timbullah hak pakai atau hak mengusahakan tanah. Agar tanah itu menjadi nhak milik tetap, pemilik tanah dapat menanaminya dengan tumbuhan yang keras misalnya pala wija, pohon karet atau sejenisnya sehingga menjadi tanah kebun. Dengan demikian pemilik tetap atas tanah dapat mewariskannya kepada keturunannya atau dapat mentransaksikannya. Jika tanah itu tidak digunakan terus menerus dan kemudian memjadi semak belukar maka kembali menjadi hak ulayat
Didalam hukum adat tanah mempunyai hubungan yang erat dengan pemiliknya karena tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan apapun akan tetap kepada aslanya. Kecuali tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, dan lainnya.
Agar menjadi jelas hukum tanah ini akan dibahas mulai dari hak persekutuan atas tanah sampai kepada hak perorangan atas tanah juga transaksi-transaksi yang menyangkut tanah.
1. Hak persekutuan atas tanah
Hak persekutuan dinamakn oleh prof. mr. R. Supomo menamakannya : hak pertuan.
Hak pertuanan ini berakibat kedalam dan keluar. Berakibat kedalam karena persekutuan sebagai suatu persekutuan yang berati semua warga bersama-sama sebagai satu keseluruhan melakukan hak ulayat atas tanah tersebut. Berakibat keluar karena orang luar persekutuan tidak diperbolehkan memanfaatkan dan mengambil dari hasil tanah tersebut kecuali dengan izin pemmilik persekutuan, jika telah di izinkan maka orang luar harus membayar pancang, uang pemasukan (Aceh), mesi (Jawa).
2. Hak perorangan atas tanah
Hak milik peroranagan atas tanah ini artinya pemilik tanaha berhak sepenuhnya atas tanah yang bersangkutan seperti halnya ia menguasai rumah, ternak, sepeda atau lainnya benda yang menjadi miliknya.
Tanah-tanah ini biasanya berupa sawah atau ladang. Sawah-sawah hak milik seseorang di jawa barat disebut sawah yasa atau sawah pusaka. Mereka yang memiliki tanah sebagai milik tetap dapat mewariskan atau menghibahkannya kepada ahli warisnya.
3. Transaksi – transaksi Tanah
Dalam hukum adat mengenai hukum tanah ini mengenal adanya perpindahan hak milik atau transaksi tanah. Terdapat dua macam yaitu perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum dua pihak.
1. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak
a. Pendirian suatu desa
Sekelompok orang-orang mendiami suatu tempat tertentu dan membuat perkampungan di atas tanah yang telah dibukanya, sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa, dengan tanah tersebut tumbuh suatu hubungan hokum antara desa dan tanah yangdimaksud, tumbuh suatu hak atas tanha itu bagi persekutuan yang sebut hak ulayat.
b. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
Pembukaan lahan ini masih sering dilakukn di daerah pedalaman misalnya di desa Dayak Kalimantan dilakukan oleh warga secara bersama-sama dibawah pimpinan kepala desa atau kepala suku. Jika seseorang itu menemukan tanda larangan diatas tanah bahwa ada seseorang yang telah mendahuluinya untuk membuka tanah itu maka pengolah tanah meminta persetujuan pemerintah desanya, jika diperbolehkan melanjutkan pembukaan tanah barulah ia memulai usahanya. Sejak ia mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa ia telah mendapatkan hak wenang pilih, setelah ia mengolah tanahnya maka diperolehnya hak menarik hasil, jika sudah panen dan masih tetap digunakan kemudian ia mendapatkan hak milik.
Perbuatan yang seperti ini juga dinamakan perbuatan hukum sepihak. Dimana hanya seorang saja yang berhak atas tanah yang dimaksud
2. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak
Hukum tanah mengenal adanya perpindahan hak milik atas tanah. Disini akan dijelaskan bagaimana tanah tersebut dapat berpindah tangan atau hak milik diantaranya melalui Jual lepas, Jual gadai, dan Jual tahunan
a. Jual lepas
Jual lepas adalah dimana terjadi transaksi antara pemilik tanah sebaga penjual kepada orang lain sebagai pembeli dan tanah itu akan menjadi hak miliknya selamanya dengnan pembayaran tunai atau cicilan. Di jawa : adol plas, runtumurun, pati bagor, Kalimantan : menjual jaja, Jambi dan Riau : menjual lepas.
Dalam perjsnjisn jual beli biasanya dilakukan ijab-kabul dan jual beli dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak, pihak pembeli biasanya memberikan “panjer” atau “persekot” sebagai tanda jadi. Jika perjanjian batal karena kesalahan penjual maka penjual mangembalikan panjer dua kali lipat, sebaliknya jika perjanjian batal karena si pembeli maka panjer tidak dikembalikan.
b. Jual gadai atau penggadaian tanah
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan hargatertentu dan dengan haka menebusnya kembali.istilah ini di berbagai daerah berbeda-beda contohnya di Jawa : adol sende, Sunda : ngajual akad, gade. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
Dalam penjualan ini yang dijual bukanlah tanahnya melainkan hak penguasaan tanah, dimana pembeli dapat menggunakan, mengolah tanah itu sesuai keinginannya selama belum ditebus oleh penjual atau penggadai.
Menurut hukum adat pemegang gadai tidak dapat menuntut pemilik tanahh untuk menebus tanah gadainya. Karena jika pemegang gadai membutuhkan uang ia dapat menempuh dua jalan yaitu dengan mengalihkan gadai atau dengan menganakkan gadai.( Prof. H.Hilman Hadikusuma,S.H. 2003 : hal 226 )
Pemegang gadai tidak menjual lepas atau menjual tahunan tanah gadai tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian kedua belah pihak. Sebab kemungkinan tanah itu ditebus kembali oleh penjual gadai atau pemilik asli tanah tersebut. Sebaliknya jika penjual tidak mampu menebus dalam waktu yang ditentukan maka tanah menjadi hak milik pemegang gadai.
c. Jual tahunan atau sewa
Transaksi jual tahunan ialah apabila pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk beberapa waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah uang tunai. Sesudah habis waktu yang ditentukan tanah kembali menjadi hak milik pemilik tanah. Dibeberapa daerah pedesaan orang jawa hal ini dikenal dengan sebutan adol taunan, oyodan, trowongan, kemplongan atau sewa tahunan.
Dalam transaksi ini penyewa berhak mengolah tanah, dan mengambil hasil dari tanah tersebut, akan tetapi dia tidak boleh menjualnya danmenyewakan selanjutnya kepada orang lain tanpa seijin pemilik tanah.
Dikalangan masyarakat luar jawa jual tahunan ini disamakan dengan gadai tanah atau sewa tanah dengan pembayaran dimuka. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
4. Transaksi – transaksi yang menyangkut tanah
Transaksi-transaksi menyangkut tanah berbeda dengan transaksi tanah. Transaksi tanah obyeknya adalah tanah itu sendiri sedangkan transaksi yang menyangkut tanah hanyalah hal-hal yang menyangkut atau didalam transaksi tanah misalnya perjanjian, lampiran-lampiran dari perjanjian pokok. Dalam hal ini akan dibahas yaitu perjanjian bagi hasil atau belah pinang atau maro, perjanjian sewa tanah, prejanjian terpadu, perjanjian semu
1. Perjanjian bagi hasil
Perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah member izin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian, bahwa yang mendapat izin itu harus memberikan sebagian hasil tanahnya. Ada yang di bagi menjadi dua di jawa : maro, Minagkabau : Memperduai, Periangan : Nengah, Sumatra : Perdua, Sulawesi selatan : Tesang, Minahasa : Toyo. Jika hasilnya dibagi menjadi tiga maka disebut pertiga, di Jawa : Mertelu, Periangan : jejuron.
Di jawa dalam suatu perjanjian bagi hasil berlaku ada kebiasaan dalam adat, bahwa permulaan transaksi dibayar srama atau mesi. Srama adalah pemberian uang sekadarnya oleh penggarap kepada pemilik tanah, sedangkan mesi adalah pemberian dari penggarap yang berarti tanda pengakuan kepada pemilik tanah.(Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH, 2003 : 228)
Di Bali dan Sulawesi Selatan transaksi ini kadang digabungkan dengan peminjaman uang tanpa bunga dari pemilik tanah dan penggarap tanah namanya balango di Sulawesi Selatan dan plais di Bali.
Perjanjian ini harus dilakukan dihadapan kepala desa dengan perjanjian tertulis dan disahkanoleh camat.
2. Perjanjian sewa
Perjanjian sewa tanah adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah member izin orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha dengan menerima uang sebagai sewa untuk waktu tertentu.
Dibebeapa daerah untuk transaksi demikian ini, dipergunakan istilah khusus seperti mengasidi : Tapanuli Selatan, sewa bumi : Sumatra Selatan, cukai : Kalimantan, ngupeteni : Bali.
3. Perjanjian terpadu atau perjanjian ganda
Transaksi demikian ini apabila terjadi perpaduan antara dua perjanjian yang berjalan bersama. Misalnya A penerima tanah gadai member ijin kepada B (orang yang menggadaikan tanahnya) untuk mengerjakan tananh itu dengan perjanjian memperduai atau maro. Transaksi seperti ini terdapat dua perjanjian antara jual gadai dan memperduai.
4. Perjanjian semu
Perjanjian ini tidak sesuai dengan perjanjian yang ditulis atau terjadi misalnya perjanjian jual-beli dengan sistem ijon namanya adalah melepas uang di Lampung namanya ngakuk anduk. Misalnya seseorang menjual hasil bumi tetapi hasil bumi tersebut belum diketahui yang uangnya dibayar dahulu sebelum panen dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran.
III. KESIMPULAN
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami paparkan. Pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kemajuan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan-kekurangan. Selanjutnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
V. REFERENSI
Prof. Bushar Muhammad, S.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Paradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 112
Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung 2003. Hal 218
Prof. Dr. R. Van Djik, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cv Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 67
I. PENDAHULUAN
Menurut hukum adat seseorang dikatakan dewasa apabila seseorang itu telah menikah kemudian meninggalkan rumah orang tuanya atau mertuanya dan menjadi keluarga yang berdiri sendiri serta menghidupi keluarganya sendiri. Tetapi jika seorang itu telah menikah tetapi belum berpisah rumah dengan orang tuanya maka masih dianggap sebagai anak sirumah karena dia belum mampu untuk berdiri sendiri dam masih membutuhkan didikan kearah yang bakal berdirinya sendiri.
Orang yang telah berkeluarga sendiri dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang pasti berhubungan dengan perekonomian. didalam masyarakat hukum adat berlaku tentang hukum adat perorangan juga hukum adat perekonomian yang mengatur tentang hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan yang lain.
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Dari pengertian diatas timbul beberapa pertanyaan yaitu meliputi apa sajakah hubungan-hubungan masyarakat dalam hukum adat perekonomian dan perorangan?. Serta bagaimanakah hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan yang menganut hukum adat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian ?.
II. PEMBAHASAN
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara lain akan diuraikan secara singkat yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
A. Hak-hak kebendaan
Didalam masyarakat hukum adat yang diluar jawa, mengenal adanya hak milik bersama meskipun harta yang dimiliki tersebut dari hasil jerih payahnya sendiri, misalnya jika seorang itu ditanya rumah siapakah itu? Maka dijawabnya “rumah saya”. Padahal kenyataannya rumah itu milik kerabatnya atau orang tuanya. Pernyataan tersebut tidak langsung menunjukkan hak milik mutlak yang pemiliknya bebas melakukan apa saja terhadap harta tersebut tanpa berbicara atau meminta izin kepada kerabat yang lain apa bila ingin berbuat atas hak miliknya. Contohnya dalam kepemilikan rumah yang sifatnya milik bersama antara lain rumah gadang, rumah kerabat, rumah keluarga.
Begitu juga jika seseorang itu memiliki sawah, ia akan menganggap sawah itu milik bersama keluarganya. Sehingga jika ia ingin berbuat sesuatu terhadap rumah atau sawah tersebut misalnya ingin mentransaksikannya maka ia harus bermusyawarah dahulu dengan anggota keluarganya yang lain.
Hak atas bangunan, rumah atau juga tanam tumbuhan yang terletaj diatas sebidang tanah, tidak selamanya merupakan satu kesatuan. Oleh karena ada kemungkinan seseorang memiliki banguna atau tanam tumbuhan yang terletak diatas tanah milik orang lain atau milik kerabat atau milik desa. Jadi menurut huk adat hak atas tanah terpisah dari hak atas bangunan atau tanam tumbuhan.
B. Tolong menolong dan kerja sama
Dalam perekonomian masyarakat hukum adat, jika penduduk akan membuka tanah untuk peladangan maka mereka menebang pohon-pohon yang ada dihutan, menebas semak belukar, kemudian membakarnya inilah yang disebut pembukaan hutan. Mereka melakukannya bersama-sama saling tolong menolong dan bergotong royong, kemudian hasil dari pembukaan hutan tersebut ladangnya dibagi sesuai orang yang ikut bergotong royong, begitu dalam penanaman tumbuhanladang misalnya padi dilakukan oleh para wanita dan muda-mudi melakukannya secara bersam-sama danbergotong royong.
Contohnya dibali namanya nguopin, dalam sistem pertanian subak, para krama subak ( anggota-anggota pemilik sawah ) bekerja sama dan tolong menolong dalam memperbaikai saluran air dan lainnya dibawah pimpinan “Pekaseh” ( petugas pengatur air ) dijawa disebut ulu-ulu. begitu pula untuk menuai padi dilakukan oleh kumpulan kerjasama yang disebut “ Seka manyi ”.
Di Sumbawa berlaku adat kerjasama tolong menolong dalam usaha pertanian, yang disebut “nulong”, “saleng tulong” dan “basiru”. Nulong artinya kerjasam tolong menolong dengan balas jasa, misalnya dalam menuai padi, setelah selesai maka anggota peserta mendapat “segutes” padi atau sejumlah uang, dan para peserta yang menolong diberi mkan siang. Saleng tulong artinya kerjasama tolong menolong tanpa balas jasa. Sedangkan basiru adalah kerja sama dan tolong menolong dengan balas jasa yang masing-masing orang yang ikut mendapatka seikat padi atau uang namun mereka harus membawa makan sendiri.
Kerja sama tolong menolong yang sifatnya sosial keagamaan yang tujuannya membantu sanak saudara atau tetangga berlaku di semua daerah. Begitu pula pemberian sumbangan yan mengadakan hajatan di daerah-daerah tertentu namanya berbeda misalnya di Sunda : Penyambung, Bugis : passolok, Jakarta : paketan. Apabila kerjasama ditujukan untuk kepentingan umum yang dipimpin perangkat desa namanya gotong royong.
Kerja sama tolong menolong ini tidak hanya berlaku di acara keagamaan atau dalam pertanian saja tetapi juga dalm kegiatan budaya, misalnya diBali kumpulan keluarga para seniman disebut dadia mereka membuat gamelan dan alat-alat yang menyangkut budaya. Ada juga yang bersifat ketetanggaan disebut seka teruna (Kumpulan pemuda), seka daha (kumpulan gadis ), seka baris (kumpulan penari baris). Selain dibali didaerah lain yan serupa juga ada, di Lampung : mulei mengenai, Batak : naposo bulung, dan sebagainya.
C. Usaha perseorangan
Adapun yang dimaksud usaha perseorangan adalah seperti yang dikatakan Ter Haar “Individuele Crediet Haandelingen”, yang merupakan perbuatan menyerahkan atau mengerjakan sesuatu oleh satu orang yang satu dengan orang yang lain dan berlaku timbal balik. Antara lain yaitu :
1) Beri-memberi
Beri-memberi atau kirim-mengirim berupa uang atau barang bergerak yang terjadi diantara anggota keluarga, tetangga,kaum kerabat, atau teman sejawat bertujuan sebagai “tanda ingat”,”tanda hormat”, “tanda pengikat”(Jawa : paningset), “tanda jadi”(Jawa : Panjer), “tanda pengakuan” (Minahasa: lilikur), “tanda cinta”(Lampung : bejenuk, bekadu), dan sebagainya.
2) Jual beli
Jual beli terjadi apabila barang diserahkan dan harganya dibayar (Jual tunai), tetapi jika pembayaran dibayar kemudian namanya (jual hutang), jika pembayaran dibayar secara berangsur namanya (jual angsur atau jual kredit), jika barangnya sudah dibayar namun belum diterima namanya (jual pesan), jika barangnya dijual tetapi pembayarannya diangsur pada setiap waktu tertentu sampai lunas (jual sewa), jika barangnya dijual dengan perantara dan perantara memdapat komisi (jual komisi).
3) Pakai memakai atau pinjam meminjam
Pakai memakai inin ada yang berlaku tanpa imbalan dan ada juga yang menggunakan imbalan. Pakai memakai dengan tanpa imbalan namaya pinjam pakai, sedangkan yang dengan balas jasa namanya pinjam sewa, pinjam meminjam yang dengan pertukaran benda namanya pinjam tukar atau tukar pakai.. sedangkan yang dimaksud tukar menukar, jika pertukaran tanpa tambahan namanya tukar guling, jika tambah nilai namaya tukar tambah.
4) Titip menitip
Titip menitip kebanyakan dilakukan terhadap hasil bumi, jika barangnya dititipkan untuk dijual disebut jual titip. Tetapi jika barangnya dititipkan untuk dijual sambil menunggu harga yang baik dinamakan titip tetap, dan apabila barang yang dititipkan itu boleh disewakan namanya titip sewa. Dan sebagainya.
5) Hutang piutang
Biasanya hutang piutang ini hanya berlaku terhadap uang saja. Didalam hukum adat tidak mengenal bunga kelalaian atau bunga pembayaran tidak baik, tetapi mengenak sistem tanggung menanggung, misalnya seseorang ikut menanggung hutang orang lain, atau ikut menanggung dengan jaminan pribadi atau jaminan benda.
6) Kerja mengerjakan
Hubungan kerja mengerjakan sesuatu, ada yang berdasarkan dengan persetujuan pembayaran upah dan ada yang tanpa perjanjian upah tertentu. Hubungan upah mengupah dapat bersifat upah pekerjaan sampai selesai, upah harian, atau dengan upah borongan (dengan pemborong). Keja mengerjakan tanpa upah berlaku dalam hubungan yang bersifat kekeluargaan dimana antara majikan dan pekerja sebagaimana orang tua dengan anaknya.
Kebanyakan dalam pelaksanaan usaha perorangan tersebut terjadi dengan kesepakatan tanpa pembuktian tertulis dan tidak menggunakan saksi-saksi, melainkan berlaku atas dasar saling percaya-mempercayai saja.
D. Hukum tanah
Di beberapa daerah orang yang akan membuka tanah dimulai dengan memberi tanda “mabali” tanda itu biasanya berupa tanda silang atau sebagainya. Dengan member tanda pada tanah itu timbullah hak membuka tanah.
Apabila tanah tersebut dibuka kemudian ditanami pala wija atau yang lainnya maka timbullah hak pakai atau hak mengusahakan tanah. Agar tanah itu menjadi nhak milik tetap, pemilik tanah dapat menanaminya dengan tumbuhan yang keras misalnya pala wija, pohon karet atau sejenisnya sehingga menjadi tanah kebun. Dengan demikian pemilik tetap atas tanah dapat mewariskannya kepada keturunannya atau dapat mentransaksikannya. Jika tanah itu tidak digunakan terus menerus dan kemudian memjadi semak belukar maka kembali menjadi hak ulayat
Didalam hukum adat tanah mempunyai hubungan yang erat dengan pemiliknya karena tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan apapun akan tetap kepada aslanya. Kecuali tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, dan lainnya.
Agar menjadi jelas hukum tanah ini akan dibahas mulai dari hak persekutuan atas tanah sampai kepada hak perorangan atas tanah juga transaksi-transaksi yang menyangkut tanah.
1. Hak persekutuan atas tanah
Hak persekutuan dinamakn oleh prof. mr. R. Supomo menamakannya : hak pertuan.
Hak pertuanan ini berakibat kedalam dan keluar. Berakibat kedalam karena persekutuan sebagai suatu persekutuan yang berati semua warga bersama-sama sebagai satu keseluruhan melakukan hak ulayat atas tanah tersebut. Berakibat keluar karena orang luar persekutuan tidak diperbolehkan memanfaatkan dan mengambil dari hasil tanah tersebut kecuali dengan izin pemmilik persekutuan, jika telah di izinkan maka orang luar harus membayar pancang, uang pemasukan (Aceh), mesi (Jawa).
2. Hak perorangan atas tanah
Hak milik peroranagan atas tanah ini artinya pemilik tanaha berhak sepenuhnya atas tanah yang bersangkutan seperti halnya ia menguasai rumah, ternak, sepeda atau lainnya benda yang menjadi miliknya.
Tanah-tanah ini biasanya berupa sawah atau ladang. Sawah-sawah hak milik seseorang di jawa barat disebut sawah yasa atau sawah pusaka. Mereka yang memiliki tanah sebagai milik tetap dapat mewariskan atau menghibahkannya kepada ahli warisnya.
3. Transaksi – transaksi Tanah
Dalam hukum adat mengenai hukum tanah ini mengenal adanya perpindahan hak milik atau transaksi tanah. Terdapat dua macam yaitu perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum dua pihak.
1. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak
a. Pendirian suatu desa
Sekelompok orang-orang mendiami suatu tempat tertentu dan membuat perkampungan di atas tanah yang telah dibukanya, sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa, dengan tanah tersebut tumbuh suatu hubungan hokum antara desa dan tanah yangdimaksud, tumbuh suatu hak atas tanha itu bagi persekutuan yang sebut hak ulayat.
b. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
Pembukaan lahan ini masih sering dilakukn di daerah pedalaman misalnya di desa Dayak Kalimantan dilakukan oleh warga secara bersama-sama dibawah pimpinan kepala desa atau kepala suku. Jika seseorang itu menemukan tanda larangan diatas tanah bahwa ada seseorang yang telah mendahuluinya untuk membuka tanah itu maka pengolah tanah meminta persetujuan pemerintah desanya, jika diperbolehkan melanjutkan pembukaan tanah barulah ia memulai usahanya. Sejak ia mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa ia telah mendapatkan hak wenang pilih, setelah ia mengolah tanahnya maka diperolehnya hak menarik hasil, jika sudah panen dan masih tetap digunakan kemudian ia mendapatkan hak milik.
Perbuatan yang seperti ini juga dinamakan perbuatan hukum sepihak. Dimana hanya seorang saja yang berhak atas tanah yang dimaksud
2. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak
Hukum tanah mengenal adanya perpindahan hak milik atas tanah. Disini akan dijelaskan bagaimana tanah tersebut dapat berpindah tangan atau hak milik diantaranya melalui Jual lepas, Jual gadai, dan Jual tahunan
a. Jual lepas
Jual lepas adalah dimana terjadi transaksi antara pemilik tanah sebaga penjual kepada orang lain sebagai pembeli dan tanah itu akan menjadi hak miliknya selamanya dengnan pembayaran tunai atau cicilan. Di jawa : adol plas, runtumurun, pati bagor, Kalimantan : menjual jaja, Jambi dan Riau : menjual lepas.
Dalam perjsnjisn jual beli biasanya dilakukan ijab-kabul dan jual beli dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak, pihak pembeli biasanya memberikan “panjer” atau “persekot” sebagai tanda jadi. Jika perjanjian batal karena kesalahan penjual maka penjual mangembalikan panjer dua kali lipat, sebaliknya jika perjanjian batal karena si pembeli maka panjer tidak dikembalikan.
b. Jual gadai atau penggadaian tanah
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan hargatertentu dan dengan haka menebusnya kembali.istilah ini di berbagai daerah berbeda-beda contohnya di Jawa : adol sende, Sunda : ngajual akad, gade. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
Dalam penjualan ini yang dijual bukanlah tanahnya melainkan hak penguasaan tanah, dimana pembeli dapat menggunakan, mengolah tanah itu sesuai keinginannya selama belum ditebus oleh penjual atau penggadai.
Menurut hukum adat pemegang gadai tidak dapat menuntut pemilik tanahh untuk menebus tanah gadainya. Karena jika pemegang gadai membutuhkan uang ia dapat menempuh dua jalan yaitu dengan mengalihkan gadai atau dengan menganakkan gadai.( Prof. H.Hilman Hadikusuma,S.H. 2003 : hal 226 )
Pemegang gadai tidak menjual lepas atau menjual tahunan tanah gadai tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian kedua belah pihak. Sebab kemungkinan tanah itu ditebus kembali oleh penjual gadai atau pemilik asli tanah tersebut. Sebaliknya jika penjual tidak mampu menebus dalam waktu yang ditentukan maka tanah menjadi hak milik pemegang gadai.
c. Jual tahunan atau sewa
Transaksi jual tahunan ialah apabila pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk beberapa waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah uang tunai. Sesudah habis waktu yang ditentukan tanah kembali menjadi hak milik pemilik tanah. Dibeberapa daerah pedesaan orang jawa hal ini dikenal dengan sebutan adol taunan, oyodan, trowongan, kemplongan atau sewa tahunan.
Dalam transaksi ini penyewa berhak mengolah tanah, dan mengambil hasil dari tanah tersebut, akan tetapi dia tidak boleh menjualnya danmenyewakan selanjutnya kepada orang lain tanpa seijin pemilik tanah.
Dikalangan masyarakat luar jawa jual tahunan ini disamakan dengan gadai tanah atau sewa tanah dengan pembayaran dimuka. Di mandailing selatan disebut dondon susut yaitu penyerahan tanah gadi dengan pembayaran yang disusuti dari sebagian hasil tanah gadai itu secara berangsur. Di daerah pasundan : ngajual tutung atau ngajual paeh duwit.
4. Transaksi – transaksi yang menyangkut tanah
Transaksi-transaksi menyangkut tanah berbeda dengan transaksi tanah. Transaksi tanah obyeknya adalah tanah itu sendiri sedangkan transaksi yang menyangkut tanah hanyalah hal-hal yang menyangkut atau didalam transaksi tanah misalnya perjanjian, lampiran-lampiran dari perjanjian pokok. Dalam hal ini akan dibahas yaitu perjanjian bagi hasil atau belah pinang atau maro, perjanjian sewa tanah, prejanjian terpadu, perjanjian semu
1. Perjanjian bagi hasil
Perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah member izin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian, bahwa yang mendapat izin itu harus memberikan sebagian hasil tanahnya. Ada yang di bagi menjadi dua di jawa : maro, Minagkabau : Memperduai, Periangan : Nengah, Sumatra : Perdua, Sulawesi selatan : Tesang, Minahasa : Toyo. Jika hasilnya dibagi menjadi tiga maka disebut pertiga, di Jawa : Mertelu, Periangan : jejuron.
Di jawa dalam suatu perjanjian bagi hasil berlaku ada kebiasaan dalam adat, bahwa permulaan transaksi dibayar srama atau mesi. Srama adalah pemberian uang sekadarnya oleh penggarap kepada pemilik tanah, sedangkan mesi adalah pemberian dari penggarap yang berarti tanda pengakuan kepada pemilik tanah.(Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH, 2003 : 228)
Di Bali dan Sulawesi Selatan transaksi ini kadang digabungkan dengan peminjaman uang tanpa bunga dari pemilik tanah dan penggarap tanah namanya balango di Sulawesi Selatan dan plais di Bali.
Perjanjian ini harus dilakukan dihadapan kepala desa dengan perjanjian tertulis dan disahkanoleh camat.
2. Perjanjian sewa
Perjanjian sewa tanah adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah member izin orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha dengan menerima uang sebagai sewa untuk waktu tertentu.
Dibebeapa daerah untuk transaksi demikian ini, dipergunakan istilah khusus seperti mengasidi : Tapanuli Selatan, sewa bumi : Sumatra Selatan, cukai : Kalimantan, ngupeteni : Bali.
3. Perjanjian terpadu atau perjanjian ganda
Transaksi demikian ini apabila terjadi perpaduan antara dua perjanjian yang berjalan bersama. Misalnya A penerima tanah gadai member ijin kepada B (orang yang menggadaikan tanahnya) untuk mengerjakan tananh itu dengan perjanjian memperduai atau maro. Transaksi seperti ini terdapat dua perjanjian antara jual gadai dan memperduai.
4. Perjanjian semu
Perjanjian ini tidak sesuai dengan perjanjian yang ditulis atau terjadi misalnya perjanjian jual-beli dengan sistem ijon namanya adalah melepas uang di Lampung namanya ngakuk anduk. Misalnya seseorang menjual hasil bumi tetapi hasil bumi tersebut belum diketahui yang uangnya dibayar dahulu sebelum panen dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran.
III. KESIMPULAN
Hukum adat perekonomian adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dikalangan rakyat jelata terutama pedesaan, dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perekonomian.
Sedangkan hukum adat perorangan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain dalam masyarakat adat.
Mengenai hukum adat perorangan-perekonomian ada beberapa hak-hak yang menyangkut hubungan-hubungan masyarakat satu dengan yang lain atau individu satu dengan yang lain dalam kaitannya memenuhi kebutuhan hidup dan bermasyarakat serta didalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya. Antara yaitu tentang hak-hak kebendaan, tolong menolong, kerjasama, usha perseorangan, hukum yang berkaitan dengan tanah.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami paparkan. Pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kemajuan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan-kekurangan. Selanjutnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
V. REFERENSI
Prof. Bushar Muhammad, S.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Paradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 112
Prof.H.Hilman Hadikusuma,SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung 2003. Hal 218
Prof. Dr. R. Van Djik, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cv Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 67
Langganan:
Postingan (Atom)